BAGIKAN
Diperbesar 25.000 kali, gambar ini menunjukkan struktur saluran di akselerator partikel baru StanfordNeil Sapra

Akselerator partikel biasanya berukuran sangat besar dan menghabiskan tempat. Seperti akselerator partikel SLAC, yang panjangnya hampir 3,2 km. Atau Large Hadron Collider (LHC) milik CERN panjangnya 27,7 km. Padahal teknologi akselerator seperti ini berpeluang untuk digunakan sebagai alat untuk terapi kanker. 

Sebelumnya, CERN telah mengembangkan sebuah akselerator  yang panjangnya hanya dua meter untuk digunakan di rumah sakit sebagai alat pencitraan medis dan pengobatan kanker. Sekarang, untuk pertama kalinya para ilmuwan di Stanford telah berhasil memperkecilnya lagi hingga seukuran chip komputer. Walaupun kecepatan partikel yang dihasilkan tentunya tak secepat akselerator yang berukuran besar.

Istilah akselerator dalam ilmu fisika dapat diartikan sebagai alat yang dapat meningkatkan kecepatan partikel untuk menghasilkan energi kinetik yang sangat besar dan dapat menumbuk atom target.

Pada akselerator biasa, partikel dipancarkan melalui sebuah tabung vakum dan dipercepat hingga mendekati kecepatan cahaya. Akselerator SLAC memberikan dorongan kecepatan pada partikel dengan menyinarinya menggunakan gelombang mikro, sedangkan LHC menggunakan elektromagnet superkonduktor.

Stanford Linear Accelerator (SLAC) di Menlo Park, California (wikimedia)

Jelena Vuckovic dari Stanford menjelaskannya dalam tulisannya di jurnal Science. Bagaimana mereka mengukir sebuah saluran berskala nanometer pada silikon dan menguncinya hingga vakum. Elektron dikirimkan melalui saluran ini menggunakan cahaya inframerah yang ditransmisikan melalui dinding saluran yang transparan, untuk mempercepat pergerakkan elektronnya.

Jadi, dengan desain baru ini, elektron bergerak melalui sebuah saluran tertutup yang vakum. Panjangnya 30 mikrometer dan lebih tipis dari rambut manusia. Mempercepat partikel-partikelnya hanya dengan menggunakan cahaya inframerah. Disalurkan melalui kabel silikon yang menembus dinding saluran. Laser inframerah berdenyut 100.000 kali per detik. Setiap kali mengirimkan sejumlah foton yang menyerang elektron pada sudut yang tepat untuk mempercepat pergerakkannya melesat ke depan.




Untuk saat ini, prototipe mereka hanya berhasil memberikan elektron kekuatan energi sebesar 0,915 keV. Sekitar seribu kali lebih kecil daripada yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian atau aplikasi medis. Mereka berencana untuk mencapai energi 1 Mev, di akhir tahun 2020.

Large Hadron Collider CERN (Universetoday)

Namun, Vuckovic mengatakan bahwa desain dan teknik fabrikasinya dapat ditingkatkan. Sehingga cukup untuk memberikan sinar terhadap partikel yang akan dipercepat untuk melakukan berbagai eksperimen mutakhir. Mulai dari bidang kimia, ilmu material, dan penemuan biologis yang tidak tidak memerlukan kekuatan akselerator secara besar-besaran.

Pada akhir tahun, tim ini menembak untuk 1 mega elektronvolt (MeV), atau sekitar seribu kali lebih banyak energi daripada bentuk saat ini. Melakukan itu cukup mudah – para peneliti akan menduplikasi rentang saluran yang sama 1.000 kali, yang seharusnya sesuai dengan sebuah chip berukuran hanya 2,5 cm.




Para peneliti mengatakan bahwa aplikasi pertama bisa dijadikan sebagai terapi kanker yang lebih tertarget. Misalnya, tabung vakum dapat dimasukkan ke pasien dengan salah satu ujungnya mengarah langsung pada tumor. Elektron yang dipercepat melalui perangkat ini dapat disalurkan melalui tabung untuk menyerang sel kanker secara langsung tanpa mengenai sel sehat di sekitarnya.

Saat ini, mesin sinar-X peralatan medis berukuran besar hingga memenuhi ruangan. Alat semacam ini memberikan sinar radiasinya yang sulit untuk difokuskan pada tumor. Bahkan, para pasien harus mengenakan sebuah perisai timbal sehingga dapat mengurangi kemungkinan kerusakan pada jaringannya yang sehat.

Dalam makalah mereka, Vuckovic dan Neil Sapra menjelaskan bagaimana timnya membangun sebuah chip yang memberikan cahaya inframerah melalui silikon untuk mengenai elektron pada saat yang tepat. Dan, pada sudut yang benar-benar tepat. Sehingga elektron melesat ke depan hanya sedikit lebih cepat dari sebelumnya.

Tim Vuckovic menggunakan algoritma desain terbalik yang telah dikembangkan labnya. Algoritma ini memungkinkan para peneliti untuk bekerja mundur. Dengan menentukan berapa banyak energi cahaya yang mereka butuhkan untuk dikirimkan oleh chip. Dengam menugaskan perangkat lunak untuk membangun suatu struktur pada skala nano yang tepat. Di mana diperlukan untuk menembakkan foton dengan tepat dan memadai pada aliran elektron.

Para peneliti berencana untuk mengemas seribu tahap percepatan ke dalam sekitar satu inci ruang chip pada akhir tahun 2020 untuk mencapai target 1 MeV. Rekan penulis, Robert Byer percaya bahwa seperti halnya transistor, pada akhirnya menggantikan tabung vakum dalam peralatan elektronik. Perangkat berbasis cahaya suatu hari nanti akan menantang kemampuan akselerator yang digerakkan oleh gelombang mikro.




Sementara itu, untuk mengantisipasi pengembangan akselerator 1 MeV pada sebuah chip, engineer listrik Olav Solgaard, rekan penulis, telah mulai bekerja pada kemungkinan aplikasi melawan kanker. Saat ini, elektron berenergi tinggi tidak digunakan untuk terapi radiasi karena akan membakar kulit. Solgaard bekerja pada cara untuk menyalurkan elektron berenergi tinggi dari akselerator berukuran chip melalui tabung vakum seperti kateter yang dapat dimasukkan di bawah kulit, tepat di samping tumor. Menggunakan cahaya partikel untuk memberikan terapi radiasi secara bedah.

Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Science.