BAGIKAN
(Purdue University Marketing and Media photo)

Sebagian besar baterai saat ini terbuat dari lithium, bahan langka yang ditambang dari pegunungan Amerika Selatan. Jika dunia kehabisan sumber ini, maka produksi baterai bisa tersendat.

Di sisi lain, natrium (sodium) yang sangat murah dan berlimpah di muka Bumi dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti penggunaan baterai lithium-ion.

Namun, natrium ketika bercampur dengan air akan bereaksi secara spektakuler. Kombinasi ini menghasilkan natrium hidroksida, gas hidrogen dan panas (istilah teknis untuk reaksi yang menciptakan panas ini adalah eksotermik). Panasnya begitu kuat sehingga memicu gas hidrogen, menciptakan ledakan yang mengesankan.

Senyawa yang mengandung natrium telah dikenal dan digunakan sejak zaman kuno. Orang Mesir kuno, misalnya, menggunakan zat yang disebut natron untuk mengemas mumi dan organ mereka, mengeringkan daging dan mengawetkannya. Natron adalah campuran sodium yang mengandung sodium karbonat dan baking soda (sodium bikarbonat) yang tesedia secara alami.

Upaya di berbagai belahan dunia untuk membuat baterai natrium-ion yang memiliki fungsionalnya seperti baterai lithium-ion telah lama dilakukan upayanya, terutama karena kecenderungan natrium yang mudah meledak, tetapi belum dipecahkan caranya bagaimana mencegah ion natrium yang sulit dikendalikan selama beberapa kali pertama pengisian baterai dan pemakaiannya.

Sekarang, para peneliti dari Universitas Purdue membuat versi bubuk natrium yang mungkin dapat memperbaiki permasalahan ini dan mampu melakukan pengisian baterai dengan tepat.

“Menambahkan bubuk natrium buatan selama pemrosesan elektroda hanya membutuhkan sedikit modifikasi pada proses produksi baterai,” kata Vilas Pol dari Purdue University. “Ini adalah salah satu cara potensial untuk mengembangkan teknologi baterai sodium-ion menuju industri.”

Penelitian ini diterbitkan dalam edisi terbaru Journal of Power Sources.

Meskipun baterai natrium-ion secara fisik akan lebih berat daripada teknologi lithium-ion, namun baterai natrium-ion dapat digunakan untuk menyimpan energi dari fasilitas besar listrik tenaga surya dan angin dengan biaya lebih rendah.

Masalahnya adalah bahwa ion natrium menempel pada ujung karbon keras baterai, yang disebut anoda, selama siklus pengisian awal tidak berjalan ke ujung katoda. Ion membangun struktur yang disebut “antarmuka elektrolit padat.”

“Biasanya antarmuka elektrolit padat dianggap baik karena melindungi partikel karbon dari elektrolit asam baterai, di mana listrik mengalir,” kata Pol. “Tapi terlalu banyak antarmuka mengkonsumsi ion natrium yang kita butuhkan untuk mengisi daya baterai.”

Para peneliti Purdue mengusulkan menggunakan natrium sebagai bubuk, yang menyediakan jumlah natrium yang diperlukan untuk antarmuka elektrolit padat untuk melindungi karbon, tetapi tidak membangun dengan cara yang mengkonsumsi ion natrium.

Mereka meminimalkan paparan natrium terhadap kelembaban yang akan membuatnya terbakar dengan membuat bubuk natrium di dalam glovebox diisi dengan argon gas. Untuk membuat bubuk, mereka menggunakan uktrasonik – alat yang sama yang digunakan untuk memantau perkembangan janin – untuk mencairkan potongan natrium ke dalam cairan ungu seperti susu. Cairan tersebut kemudian didinginkan menjadi bubuk, dan disuspensikan dalam larutan heksana untuk secara merata menyebarkan partikel serbuk.

Hanya beberapa tetes suspensi natrium ke dalam elektroda anoda atau katoda selama fabrikasi memungkinkan sel baterai natrium-ion untuk mengisi dan membuang listrik dengan lebih stabil dan pada kapasitas yang lebih tinggi – persyaratan minimum untuk baterai fungsional.