BAGIKAN
[Pixabay]

Seberapa lambat Anda berjalan? bahkan ketika sedang terburu-buru, apakah Anda selalu merasa ketinggalan di antara yang lainnya? Jika memang Anda berusia sekitar 40 tahunan dan memiliki gaya berjalan seperti itu, maka temuan terbaru dari para peneliti ini semoga saja tidak akan mengejutkan. Karena orang yang berjalan lebih lambat menandakan penurunan yang signifikan pada tubuh dan otak, menurut para ilmuwan dari Duke University dalam temuannya yang telah dipublikasikan di JAMA Network Open.

Studi yang telah dilakukan selama 40 tahun ini, telah menemukan bahwa tanda-tanda penuaan dapat dideteksi dengan mengetahui cara berjalan normal bagi mereka yang berusia 45 tahun. Selain itu, ditemukan bahwa otak para pejalan kaki yang lebih lambat di usia 45 tahun, telah terlihat perbedaannya sejak mereka berusia 3 tahun.



Temuan ini diperoleh berdasarkan data-data dari sebuah studi yang dilakukan terhadap 904 orang warga Selandia Baru sejak tahun 1970-an, di mana mereka telah dilakukan pengujian, mendapatkan berbagai pertanyaan dan diukur sepanjang hidup mereka, sebagian besar dari April 2017 hingga April 2019 mencapai usia 45 tahun.

“Dokter tahu bahwa pejalan kaki lambat berusia tujuh puluhan dan delapan puluhan cenderung meninggal lebih cepat daripada pejalan kaki cepat seusia mereka,” kata psikolog dan ilmuwan saraf Duke Terrie E. Moffitt, dari Duke University.

“Tetapi penelitian ini mencakup periode dari tahun-tahun prasekolah hingga usia paruh baya, dan menemukan bahwa berjalan lambat adalah sebuah pertanda adanya permasalahan, puluhan tahun sebelum usia tua.”



Meskipun pemindaian terhadap otak para peserta tidak dilakukan sejak awal penelitian, namun berdasarkan pemindaian otak yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa pejalan kaki yang lebih lambat cenderung memiliki volume otak dan ketebalan rata-rata kortikal yang berkurang. Otak mereka terlihat lebih tua.

Beberapa perbedaan dalam kesehatan dan kognisi mungkin saja berhubungan dengan pilihan gaya hidup dari para pesertanya. Tetapi penelitian ini juga menunjukkan bahwa sudah ada tanda-tanda semasa anak-anak terkait siapa yang akan menjadi pejalan kaki paling lambat, kata pemimpin peneliti Line JH Rasmussen.

“Kita mungkin memiliki kesempatan di sini untuk melihat siapa yang akan melakukan kesehatan yang lebih baik di kemudian hari.”




Dilansir dari Science Alert, ada keterbatasan yang diakui oleh para peneliti dalam studi ini. Di antaranya adalah kurangnya pengukuran kecepatan berjalan dalam pengujian sebelumnya dengan kohort, dan kurangnya historis data pencitraan otak dari para pesertanya. Namun, para peneliti mengatakan ada banyak hal untuk ‘membuka tabir’ dalam memeriksa hubungan antara fungsi neurokognitif semasa kanak-kanak dengan kecepatan berjalan di usia paruh baya dalam penelitian di masa depan.

“Kita tidak boleh berasumsi bahwa hasil tes kognitif yang buruk pada anak-anak berusia tiga tahun dengan cara apa pun akan menyebabkan masalah seumur hidup,” jelas peneliti kedokteran geriatri Stephanie Studenski dari University of Pittsburgh, yang tidak terlibat dalam penelitian ini tetapi penulis komentar pada penelitian.

Terdapat berbagai permasalahan yang sangat besar yang perlu diselesaikan – tetapi menilai kecepatan berjalan bahkan pada orang paruh baya bisa berubah menjadi sesuatu yang terlewatkan dan bagian penting dari solusinya, kata Studenski.

“Otak manusia itu dinamis; ia terus-menerus mengatur dirinya sendiri sesuai dengan paparan dan pengalaman,” tulis Studenski dalam artikelnya .