BAGIKAN
(Prasesh Shiwakoti/ Unsplash)

Menurut hasil penelitian terbaru, COVID-19 mungkin nantinya akan menjadi penyakit musiman seperti penyakit flu, tetapi hanya ketika populasi telah mencapai “herd immunity” atau kekebalan kelompok, dimana terdapat sekelompok orang telah memiliki kekebalan sehingga penyebaran dapat dicegah secara konstan.

Tetapi hingga fase tersebut tercapai, COVID-19 akan terus menyebar sepanjang tahun ini, demikian hasil sebuah penelitian yang menyoroti pentingnya mengikuti protokol kesehatan untuk mengendalikan penyebaran virus yang telah dipublikasikan pada hari Selasa lalu (15 September) dalam jurnal Frontier in Public Health.

“COVID-19 akan terus ada, wabah ini akan terus berlangsung sepanjang tahun hingga kekebalan kelompok tercapai,” kata peneliti Hassa Zaraket, seorang assistant professor ilmu virologi di American University di Beirut, Lebanon. “Karena itu, publik harus mulai membiasakan dirinya untuk hidup berdampingan dengan virus ini, terus melaksanakan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran, yaitu, memakai masker, menjaga jarak dan menjaga kebersihan diri.”



Ada banyak jenis virus yang sepertinya mengikuti pola-pola musim tertentu. Sebagai contoh, pada wilayah-wilayah tertentu, kasus-kasus penyakit flu secara teratur mencapai puncaknya pada musim dingin dan berkurang pada bulan-bulan musim panas. Hal yang sama berlaku pada virus corona tipe tertentu yang menyebabkan penyakit pilek.

Para ilmuwan masih belum mengetahui dengan pasti mengapa virus-virus ini mengikuti pola musiman, ada banyak faktor yang diperkirakan menjadi penyebabnya. Sebagai contoh, banyak penelitian yang menemukan virus-virus pernafasan lebih stabil dan mengambang di udara lebih lama dalam lingkungan dengan temperatur dingin dan kelembaban rendah. Perilaku-perilaku  manusia, seperti lebih banyak berkumpul di dalam ruangan ketika musim dingin juga bisa memicu terjadinya transmisi.

Hasil penelitian sebelumnya tentang virus SARS-CoV-2 -virus yang menyebabkan COVID-19 – juga menemukan bahwa transmisi virus akan meningkat pada temperatur dingin dan menurun pada temperatur hangat.

Tetapi, pada setiap penyakit infeksi, ketika terjadi penurunan kasus, sebuah faktor yang dikenal dengan “angka reproduksi dasar” (R0), atau rata-rata jumlah orang yang tertular virus dari satu orang yang terinfeksi, harus berada di bawa angka 1.

Angka R0 untuk COVID-19 terlihat relatif tinggi, banyak ilmuwan yang memperkirakan berada pada angka antara 2 dan 3, dibandingkan dengan sekitar 1,3 untuk penyakit flu.



Tingginya angka R0 untuk COVID-19 secara parsial mungkin disebabkan oleh ketiadaan pre-existing immunity (kekebalan yang sudah terbentuk sebelumnya) terhadap penyakit pada sebagian besar populasi. Dengan tingginya angka R0, para peneliti memprediksi akan lebih sulit pada faktor-faktor musiman untuk menekan angka R0 menjadi dibawah 1.

Sebaliknya, dengan semakin banyak orang yang memiliki kekebalan, baik melalui infeksi atau vaksin, angka R0 diharapkan menurun secara substansial. Karena virus cenderung berfluktuasi mengikuti pola musim, dimana akan meningkat pada musim dingin dan menurun di musim panas,” demikian para peneliti memberi kesimpulan.

Jika nantinya vaksin COVID-19 telah tersedia, mungkin penyebaran akan menurun, tetapi kemungkinan tidak akan menyingkirkan virus secara total, demikian Zarekat dan Hadi Yassine, penulis artikel penelitian ini dan juga seorang associate professor penyakit- penyakit infeksi dari Qatar University, Doha, mengatakan seperti yang dilansir oleh Live Science. Hal ini disebabkan karena vaksin tersebut kemungkinan belum 100 persen efektif. Diperkirakan kasus-kasus infeksi masih akan muncul walaupun vaksin telah tersedia. Sebagai tambahan, para peneliti mengatakan bahwa perlindungan dari vaksin akan menurun seiring bertambahnya waktu, atau virus mungkin nantinya akan bermutasi dan mampu menghindari perlindungan kekebalan dari vaksin.