BAGIKAN
[Credit: Dongju Zhang, Lanzhou University]

Para ilmuwan yang menganalisa sepotong tulang rahang yang pernah ditemukan di Dataran Tinggi Tibet, di Gua Baishiya Karst di Xiahe, Cina, menunjukkan bahwa fosil tersebut milik dari Denisovan.

Denisovan adalah spesies atau subspesies dari manusia yang diyakini telah hidup di Asia dan Asia Tenggara. Hanya sedikit saja bukti fisik yang telah ditemukan yang menunjukkan keberadaan mereka. Semua bukti itu hanya ditemukan di Gua Denisova di Pegunungan Altai di Siberia.

Ketika mereka tersebar keluar dari Afrika, manusia modern secara anatomis kawin silang dengan kerabat dekat mereka, Neanderthal dan Denisova.

Sebelumnya, sebuah tim peneliti internasional memeriksa fragmen DNA yang diturunkan dari hominin purba ini kepada orang-orang modern yang tinggal di kepulauan Asia Tenggara dan Papua. Studi mereka menunjukkan bahwa nenek moyang orang Papua mencakup tidak hanya satu, tetapi dua garis keturunan Denisovan yang berbeda, yang telah terpisah satu sama lain selama ratusan ribu tahun. Faktanya, salah satu dari silsilah Denisovan sangat berbeda dari yang lain sehingga mereka bahkan dapat dianggap sebagai kelompok hominin purba yang sama sekali baru.

Fosil ini, awalnya ditemukan pada tahun 1980 oleh seorang biarawan setempat. Dengan menggunakan analisis protein kuno, para peneliti menemukan bahwa pemilik rahang milik populasi yang terkait erat dengan Denisovan dari Siberia. Populasi ini bertempat tinggal di Dataran Tinggi Tibet pada zaman Pleistosen Tengah dan menyesuaikan dengan lingkungan yang rendah akan oksigen, jauh sebelum Homo sapiens tiba di wilayah tersebut.

“Jejak DNA Denisovan ditemukan pada populasi Asia, Australia, dan Melanesia saat ini, menunjukkan bahwa hominin purba ini mungkin pernah tersebar luas,” kata Jean-Jacques Hublin, direktur Departemen Evolusi Manusia di MPI-EVA. “Namun sejauh ini satu-satunya fosil yang mewakili kelompok hominin kuno ini diidentifikasi di Gua Denisova.”

Meskipun tidak dapat menemukan jejak DNA yang tersimpan dalam fosilnya, para peneliti berhasil mengekstraksi protein dari salah satu giginya, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis protein kuno.

“Protein kuno pada rahang sangat terdegradasi dan jelas berbeda dengan protein modern yang dapat mencemari sampel,” kata Frido Welker dari MPI-EVA dan University of Copenhagen. “Analisis protein kami menunjukkan bahwa rahanag Xiahe milik populasi hominin yang terkait erat dengan Denisovan dari Gua Denisova.”

Para peneliti menemukan bahwa rahang telah terawetkan dengan baik. Bentuk primitif yang kuat dan molar (gigi bungsu) yang sangat besar yang masih melekat, menunjukkan bahwa rahang ini pernah menjadi milik hominin Pleistosen Tengah yang berbagi fitur anatomi dengan Neanderthal dan spesimen dari Gua Denisova.

Dari tulang rahang tersebut menempel karbonat yang mengerak, dan dengan menerapkan penanggalan uranium pada kerak, para peneliti menemukan bahwa mandibula Xiahe setidaknya berusia 160.000 tahun. Chuan-Chou Shen dari Departemen Geosains di Universitas Nasional Taiwan, yang melakukan penanggalan, mengatakan: “Usia minimum ini sama dengan spesimen tertua dari Gua Denisova”.

“Rahang Xiahe kemungkinan mewakili fosil hominin paling awal di Dataran Tinggi Tibet,” kata Fahu Chen, direktur Institute of Tibetan Research. Studi genetik sebelumnya menemukan populasi Himalaya masa kini untuk membawa alel EPAS1 dalam genom mereka, diteruskan kepada mereka oleh Denisovan, yang dapat membantu mereka dalam beradaptasi dengan lingkungan mereka yang spesifik.

“Hominin purba menduduki Dataran Tinggi Tibet pada saat Pleistosen Tengah dan berhasil beradaptasi dengan lingkungan rendah oksigen yang rendah, jauh sebelum kedatangan Homo sapiens modern regional,” kata Dongju Zhang.

Menurut Hublin, kesamaan dengan spesimen dari China lainnya mengkonfirmasi keberadaan Denisovan di antara catatan fosil Asia saat ini. “Analisis kami membuka jalan menuju pemahaman yang lebih baik tentang sejarah evolusi hominin Pleistosen Tengah di Asia Timur.”

Deskripsi yang lebih lengkap dari penemuan Denisovan ini telah dipublikasikan di jurnal Nature.