BAGIKAN
Posting dari Zoo Atlanta yang merayakan ulang tahun Anaka ke-6, Gorilla Dataran Rendah Barat. Pos itu tidak hanya memperingati hari ulang tahunnya yang bahagia, tetapi juga menyampaikan fakta bahwa tangannya tampak mencolok (Credit : Zoo Atlanta)

Di antara primata, manusia berbulu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang lainnya. Termasuk saat disandingkan dengan hewan peliharaan seperti kucing dan anjing. Kita sebagai manusia sangat mencolok di antara 5.000 spesies mamalia lainnya. Sebuah misteri biologi yang cukup lama belum terpecahkan. Ada beberapa hipotesis untuk menjelaskan alasan tersebut. Namun, sejauh ini kita hanya memiliki sedikit bukti untuk melanjutkannya lebih jauh. Meskipun jawabannya masih tetap misterius, namun prosesnya sendiri sepertinya semakin menemukan titik terang.

Pada kebanyakan mamalia, memiliki suatu area dari tubuhnya  yang dikenal sebagai aspek plantar. Suatu bagian yang tidak memiliki rambut seperti ditemui pada telapak tangan dan kaki kita. Tetapi pada beberapa spesies, termasuk beruang kutub dan kelinci, area plantarnya tertutup oleh bulu.

Protein penentu kesuburan bulu 

Dalam sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Cell Biology, para peneliti telah menemukan bahwa kelimpahan suatu protein tertentu menentukan pertumbuhan rambut. Jika protein, yang disebut Dickkopf 2 atau Dkk2, jumlahnya sedikit (seperti pada kelinci dan beruang kutub), maka kulit plantar akan dipenuhi dengan rambut. Pada tikus, yang memiliki sedikit rambut di kakinya, namun Dkk2-nya hadir dalam jumlah yang lebih tinggi.

Tim berpendapat bahwa protein tersebut mungkin menghalangi jalur pensinyalan tertentu, yang dikenal sebagai WNT. Bertanggung jawab untuk pertumbuhan rambut.

Untuk mengujinya, para peneliti merekayasa tikus agar tidak menghasilkan Dkk2. Hewan-hewan ini tetap mengembangkan bulu pada kulit plantarnya. Tetapi, bulu di area tersebut lebih tipis, lebih pendek, dan lebih tersebar secara acak daripada bulu-bulu hewan lainnya. Protein jelas memainkan peranannya yang penting. Tetapi ini bukanlah gambaran lengkapnya.

“Dkk2 sudah cukup mencegah rambut untuk tumbuh, tetapi tidak untuk menyingkirkan kontrol mekanisme secara utuh. Masih banyak yang harus ditelaah lagi,” pendaming penulis Profesor Sarah Millar, seorang ahli dermatologi dari Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania, mengatakan kepada Smithsonian.

“Kita memiliki rambut yang sangat panjang di kulit kepala, dan rambut berukuran kecil di area lain. Kita tidak memiliki rambut di telapak tangan, di bawah pergelangan tangan dan telapak kaki kita. Tidak ada yang benar-benar memahami bagaimana perbedaan ini terjadi.”

Meskipun pengamatan ini tidak memberikan penjelasan secara lengkap, mereka mengungkapkan petunjuk menarik mengenai rambut dan kebotakan. Para peneliti berpikir bahwa jalur WTN adalah kunci utama, dan langkah selanjutnya adalah menyelidiki protein lainnya yang mungkin menghambat jalur ini. Ini bisa mengarah pada gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana kita kehilangan bulu kita dan bahkan menyediakan aplikasi medis yang potensial. Pasti ini akan membantu pada sebuah kondisi seperti kebotakan atau alopecia. Mungkin juga membantu kita memahami kondisi kulit tertentu yang lebih baik seperti psoriasis dan vitiligo.

Peralihan berburu ke tempat terbuka

Teori utama mengapa kita tidak memiliki banyak bulu menunjukkan bahwa kita perlu melakukan termoregulasi yang lebih baik ketika kita pindah dari hutan teduh ke sabana yang lebih panas. Memungkinkan kita untuk berburu di siang hari. Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan suhu tubuh di dalam batas-batas normal.

Antara dua hingga tiga juta tahun yang lalu nenek moyang kita umumnya mulai menghuni di sabana terbuka. Ini berarti mereka keluar dalam panas matahari yang menyilaukan selama berjam-jam lagi setiap hari. Sekitar waktu yang sama, mereka juga mulai berburu dan makan lebih banyak daging – dan hewan buruan lebih banyak jumlahnya di tempat terbuka. Perpindahan ke ruang terbuka ini memberikan penjelasan tentang berkurangnya rambut kita.

Manusia purba dapat terus berjalan karena kemampuan mereka untuk “membuang panas” melalui keringat, kata Tamás Dávid  Barrett yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru, dari University of Oxford di Inggris kepada BBC.

“Ini akan menjadi [keuntungan] yang sangat besar untuk dapat menghabiskan seluruh siang hari mencari makan, menemukan pasangan atau melawan musuh,” katanya. “Berkeringat memungkinkan itu, dan agar keringat menjadi efisien, kamu harus tidak berambut lebat. Itulah alasan mengapa berkeringat adalah hal yang berguna dan karenanya mengapa rambut rontok adalah hal yang bermanfaat.”

Teorinya, kita tidak punya rambut yang berkeringat, memungkinkan kita untuk berburu lebih lama, mengejar permainan besar yang bergizi yang pada akhirnya membantu memberi kita energi yang kita butuhkan untuk mendorong pertumbuhan otak.

Berbagai penjelasan lainnya

Gagasan lain menyatakan bahwa dengan berkurangnya bulu, maka akan mengurangi resiko dari berbagai parasit yang bisa mengancam spesies. Mantel berbulu memberikan tempat yang menarik dan aman bagi berbagai jenis serangga seperti kutu yang dapat menyebarkan patogen. Manusia, berdasarkan kemampuannya untuk membuat api, membangun tempat berlindung dan menghasilkan pakaian. Sehingga, dapat kehilangan bulunya secara perlahan dan dengan demikian mengurangi jumlah parasit yang menempel. Namun, tanpa menderita kedinginan saat di malam hari maupun karena iklim sekitar.

Tikus mol telanjang, tidak memilki bulu sebagaimana tikus lainnya. Namun, mereka berkumpul di bawah tanah secara bergerombol sehingga dapat menciptakan kehangatan tanpa resiko bahaya parasit.

Meskipun membuat kita terkena kutu, manusia mungkin mempertahankan rambut kepala untuk perlindungan dari sinar matahari dan untuk memberikan kehangatan ketika udara dingin. Rambut kemaluan mungkin tetap dipertahankan karena perannya dalam meningkatkan feromon atau aroma daya tarik seksual yang dapat bersemilir di udara.

Hipotesa kera air

Mungkin bisa juga karena “hipotesa kera air”. Merupakan gagasan yang menunjukkan bahwa enam juta hingga delapan juta tahun yang lalu nenek moyang manusia memiliki gaya hidup semi-perairan berdasarkan dalam mencari makanannya di perairan yang dangkal. Bulu bukan isolator yang efektif dalam air. Teori ini menyatakan bahwa kita berevolusi untuk kehilangan bulu. Betapapun imajinatifnya penjelasan ini, bukti-bukti paleontologis untuk fase akuatik dari eksistensi manusia telah terbukti sulit dipahami. Gagasan “kera air” ini sebagian besar tidak diakui. Banyak hewan air memiliki bulu dan berenang dengan baik: anjing laut berbulu dan berang-berang hanyalah dua contoh saja.