BAGIKAN
Image by Gerd Altmann from Pixabay

Para peneliti telah berhasil mengembalikan waktu sepersekian detik pada skala terkecil melalui komputer kuantum. Selain itu mereka juga menghitung probabilitas bahwa sebuah elektron di ruang antarbintang yang hampa akan secara spontan melakukan perjalanannya kembali ke masa lalu.

Tim peneliti dari Institut Fisika dan Teknologi Moskow bekerja sama dengan rekan-rekan dari AS dan Swiss menerbitkan hasil studi mereka di Scientific Reports.

Eksperimen baru-baru ini menunjukkan seberapa besar ruang gerak yang bisa kita perkirakan ketika kita membedakan masa lalu dari masa depan, setidaknya dalam skala kuantum. Memang ini tidak akan mengembalikan kita ke puluhan tahun yang telah berlalu, tetapi itu bisa membantu kita lebih memahami bahwa hal tersebut bisa saja terjadi.

Mengembalikan waktu, merupakan hal yang bertentangan dengan hukum termodinamika kedua. Namun, itu bukanlah sebuah aturan yang kaku dan lebih merupakan seperti prinsip tuntunan bagi Semesta.

Dikatakan segala sesuatu yang memiliki panas akan menjadi lebih dingin seiring waktu karena energinya telah berubah dan menyebar dari tempat di mana itu paling intens. Itu sebabnya mesin gerak abadi tidak akan pernah tercipta.

Gerak abadi adalah gerakan terus menerus tanpa henti tapi tanpa masukan energi. Ini tidak mungkin karena gesekan dan proses-menghamburkan energi lainnya. Sebuah mesin gerak abadi adalah mesin hipotetis yang dapat melakukan pekerjaan tanpa batas tanpa sumber energi. Jenis mesin yang tidak memungkinkan, karena akan melanggar hukum pertama atau kedua termodinamika.

“Ini adalah salahsatu dari serangkaian makalah tentang kemungkinan pelanggaran terhadap hukum termodinamika kedua. Hukum itu terkait erat dengan gagasan panah waktu yang menempatkan arah waktu satu arah dari masa lalu ke masa depan,” kata penulis utama studi tersebut, Gordey Lesovik dari Institut Fisika dan Teknologi Moskow (MIPT).

“Kami mulai dengan menggambarkan apa yang disebut mesin gerak abadi lokal jenis kedua. Kemudian, pada bulan Desember, kami menerbitkan sebuah makalah yang membahas pelanggaran hukum kedua melalui perangkat yang disebut Maxwell demon,” kata Lesovik.

“Makalah terbaru mendekati masalah yang sama dari sudut ketiga: Kami secara artifisial telah menciptakan keadaan yang berkembang dalam arah yang berlawanan dengan panah waktu termodinamika.”

Kebanyakan hukum fisika tidak membedakan antara masa depan dan masa lalu. Sebagai contoh, sebuah persamaan menggambarkan tabrakan dan pantulan dari dua buah bola biliar yang identik. Jika peristiwa itu direkam secara lebih dekat dengan sebuah kamera dan diputar secara terbalik, ternyata masih bisa direpresentasikan dengan persamaan yang sama. Selain itu, tidak mungkin untuk membedakan dari rekaman tersebut jika telah dipalsukan. Kedua versi terlihat masuk akal. Tampak bahwa bola-bola biliar bertentangan dengan aturan waktu secara intuitif.

Fisikawan kuantum dari MIPT memutuskan untuk memeriksa apakah waktu secara spontan dapat membalikkan dirinya sendiri setidaknya untuk sebuah partikel individu dan untuk sepersekian detik saja. Artinya, alih-alih tabrakan yang terjadi pada bola bilyar, mereka memeriksa elektron soliter di ruang hampa antar bintang.

Evolusi sistem kuantum diatur oleh Persamaan Schrödinger , yang memberi kita kemungkinan sebuah partikel berada di wilayah tertentu. Hukum mekanika kuantum penting lainnya adalah Prinsip Ketidakpastian Heisenberg, yang memberi tahu kita bahwa kita tidak dapat mengetahui posisi dan momentum secara pasti suatu partikel karena segala sesuatu di alam semesta berperilaku seperti partikel dan gelombang sekaligus.

Meskipun tidak membuat perbedaan antara masa depan dan masa lalu, wilayah ruang yang mengandung elektron akan menyebar dengan sangat cepat. Artinya, sistem cenderung menjadi lebih kacau. Ketidakpastian posisi elektron tumbuh. Ini analog dengan meningkatnya gangguan dalam sistem skala besar — ​​seperti meja biliar — karena hukum termodinamika kedua.

“Namun, persamaan Schrödinger bersifat reversibel [dapat berlangsung dalam dua arah],” tambah Valerii Vinokur, salah satu penulis makalah, dari Argonne National Laboratory, AS.

“Secara matematis, itu berarti bahwa di bawah transformasi tertentu yang disebut konjugasi kompleks, persamaan akan menggambarkan sebuah elektron yang telah ‘ditandai’ yang kembali menuju sebuah wilayah kecil ruang selama periode waktu yang sama.” Meskipun fenomena ini tidak diamati di alam, secara teoretis bisa terjadi karena fluktuasi acak di dalam latar belakang gelombang mikro kosmik yang menembus alam semesta.

Tim tersebut mulai menghitung probabilitas untuk mengamati sebuah elektron yang telah “ditandai” selama sepersekian detik secara spontan melokalisasi ke masa lalu. Ternyata bahkan di seluruh masa kehidupan alam semesta — 13,7 miliar tahun — mengamati 10 miliar elektron yang baru terlokalisasi setiap detik, evolusi kebalikan dari keadaan partikel hanya akan terjadi sekali. Dan bahkan kemudian, elektron akan melakukan perjalanan tidak lebih dari sepersepuluh milyar detik ke masa lalu.

Para peneliti kemudian berusaha membalikkan waktu dalam  empat tahap percobaan. Alih-alih elektron, mereka mengamati keadaan komputer kuantum yang terbuat dari dua dan kemudian tiga elemen dasar yang disebut qubit superkonduktor.

Menariknya, algoritma pembalikan waktu itu sendiri bisa membuktikan kegunaannya untuk membuat komputer kuantum lebih tepat. “Algoritma kami dapat diperbarui dan digunakan untuk menguji program yang ditulis untuk komputer kuantum dan menghilangkan gangguan dan kesalahan,” jelas Lebedev.