BAGIKAN

Dalam pelaksanaan suatu konstruksi bangunan sering terdapat kegagalan-kegagalan akibat kerusakan-kerusakan yang terjadi pada struktur atau bahagianbahagian struktur pada waktu tahap pelaksanaannya maupun setelah selesai dikerjakan. Kejadian ini antara lain disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang sebelumnya tidak diperhitungkan misalnya kesalahan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta adanya pelampauan beban akibat perubahan fungsi dari bangunan.

Dalam perencanaan suatu struktur bangunan biasanya didahului dengan  membuat beberapa asumsi-asumsi misalnya besaran gaya-gaya yang bekerja dan mutu bahan yang akan digunakan yang pada akhimya syclus perencanaan harus diuji kebenarannya. Pembuktian asumsi-asumsi yang dibuat mebutuhkan pengujian-pengujian dan percobaan-percobaan yang dapat berupa Quality Control dan Quality Assurance.

Walaupun telah didahului oleh Quality Control dan quality Assurance yang terencana sering terjadi bahwa hasil akhir mutu bahan yang dilaksanakan masih tetap berada dibawah kwalitas yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam pelaksanaan/perencanaan, penurunan kinerja struktur yang sudah berdiri (struktur eksisting) dan apa yang disebut dengan pengaruh skala (scale etfecs)



Kualitas produk dalam skala besar, misalnya untuk beton yang akan digunakan dalam pembuatan suatu bangunan yang diproduksi secara besar besaran dicoba diramalkan berdasarkan kualitas bahwa tes yang diacu dalam skala kecil dilaboratorium (test kubus) sewaktu melaksanakan perencanaancampuran teton (mixed design).

Penyimpangan kualitas akhir misalnya pada struktur yang menggunakan beton sebagai materialnya dapat menyebabkan terjadinya retakan-retakan pada sebahagian atau keseluruhan dari struktur bangunan. Jika penyimpangan kualitas akhir ini dijumpai pada pelaksanaan suatu bangunan ada dua alternatifyang dapat diambil dalam penanggulangannya.



Pertama mengganti sebahagian atau keseluruhan struktur yang tidak memenuhi persyaratan dan yang kedua mengadakan penelitian secara menyeluruh tentang kekuatan dan kekakuan konstruksi untuk kemudian memberi rekomendasi terhadap penggunaan tats ruang perkuatan konstruksi tersebut.

Untuk mendapatkan informasi tentang kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur dari suatu komponen bangunan ataupun bangunan secara keseluruhan akibat adanya faktor-faktor yang tidak diperhitungkan sebelumnya diperlukan pengujian-pengujian.

Ada beberapa bentuk metode pengujian yang dapat digunakan diantaranya pengujian-pengujian setempat yang bersifat tidak merusak seperti pengujian ultrasonik dan hammer serta bersifat setengah merusak ataupun merusak secara keseluruhan komponen-komponen bangunan yang diuji berupa pengujian pembebanan (Load Test). Dasar-dasar dan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengujian struktur eksisting yang umum ditarapkan dapat dikemukakan secara ringkas pada uraian berikut ini.



DASAR-DASAR PENGUJIAN STRUKTUR

Kesalahan perencanaan/pelaksanaan

a. Hasil pengamatan lapangan dimana terlihat adanya retak-retak atau lendutan yang berlebihan pada bagian-bagian struktur.

b. Sifat material yang diuji selama pelaksanaan pembangunan struktur, yang menunjukkan hasil-hasil yang tidak memenuhi syarat baik dari segi kekuatan maupun durabilitas (sifat kekedapan terhadap air yangdisyaratkan untuk bangunan seperti kolam renang).

c. Hasil Perhitungan (dengan memakai kekuatan material yang aktual) yangmenunjukkan adanya penurunan kapasitas kekuatan struktur atau komponen-komponen struktur



Penurunan kinerja struktur eksisting yang diakibatkan oleh:

a. Adanya pelapukan material pada struktur karena usianya yang sudah tua, atau karena serangan zat-zat kimiawi tertentu yang merusak (seperti jenisjenis senyawa asam).

b. Adanya kerusakan pada struktur atau bagian-bagian struktur karena bencana kebakaran atau gempa atau karena struktur mengalami pembebanan tambahan akibat adanya ledakan disekitar struktur ataupun beban lainnya yang tidak direncanakan.

c. Rencana pembebanan tambahan pada struktur karena adanya :
– Perubahan fungsi / penggunaan struktur.
– Penambahan tingkat (pengembangan struktur).

d. Syarat untuk proses jual beli atau asuransi suatu struktur bangunan. Untuk hal ini biasanya cukup dilakukan penyelidikan secara visual kecuali jika ada tanda.tanda yang mencurigakan pada struktur.



TAHAPAN DALAM PENGUJIAN STRUKTUR

Tahapan Perencanaan

Tahapan ini mencakup pendefinisian masalah, pemilihan jenis test yang akan dilakukan yang tentunya sesuai dengan masalah yang dihadapi, penentuan banyaknya pengujian yang akan dilakukan, dalam pemilihan lokasi pengujian pada struktur/komponen struktur yang tentunya diharapkan dapat mewakili kondisi struktur yang sebenamya. Tahapan-tahapan yang umumnya lakukan pada tahap perencanaan ini dapat diuraikan sebagai berikut ini:

a. Penyelidikan visual.

Pengamatan Visual diperlukan sebagai tahapan awal untuk mendefinisikan permasalahan yang ada dilapangan. Dari pengamatan visual ini bisa didapatkan imformasi mengenai tingkat layanan (service ability) dari komponen struktur (seperti lendutan), baik tidaknya pengerjaan pada saatpembangunan struktur/ komponen struktur (misalnya ada bagian keropos dan “honeycombing” pada beton) material (misal pelapukan beton) maupuntingkat struktural (seperti retak-retak akibat lenturan pada struktur beton).

Untuk tahapan ini diperlukan adanya tenaga ahli yang terlatih yang dapat mendeteksi hal-hal yang tidak normal yang terjadi pada struktur dan dapatmembedakan jenis-jenis kerusakan yang terjadi dan penyebabnya.



Sebagai contoh tenaga ahli tersebut harus mampu membedakan jenis-jenis retak yang mungkin terjadi pada struktur beton. Sementara itu jenis pengujian lain yang tersedia seperti pengambilan sample core dari struktur baton yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian tekan dapat ssss ililloririasi yang lebih akurat mengenai kuat tekan beton. Jadi, tingkat keandalan hasil pengujian core tersebut tergolong tinggi. Namun, cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi yang memerlukan waktu pengerjaan yang lebih lama. Selain itu, cara ini juga menimbulkan kerusakan pada struktur.

Jadi bisa dilihat disini bahwa sebagai langkah awal dalam memilih jenis pengujian yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada perlu disusun terlebih dahulu tingkat prioritas dari hal-hal yang akan dijadikan sebagai dasar pemilihan. Namun perlu diperhatikan, bahwa biasanya tingkat akurasi hasil pengukuran merupakan kriteria yang paling penting dalam pemilihan jenis pengujian.



Biasanya untuk mengatasi kelemahan yang ada dari pengujian-pengujian yang disebabkan pada ilustrasi diatas, dapat dilakukan penggabungan beberapa jenis pengujian. Sebagai contoh, karena dapat memberikan hasil yang akurat, pengujian core dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasilpengujian ultrasonik dan hammer. Karena sifatnya yang hanya sebagai mengkalibrasi, jumlah core yang diperlukan dapat diperkecil, sehingga kerusakan yang timbul pun dapat diminimkan.

Untuk dapat membedakan jenis-jenis retak tersebut beserta penyebabnya, perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam mengenai pola retak yang terjadi. Dari penyelidikan tersebut bisa didapat dugaan-dugaan awal mengenai penyebab retak.

b. Pemilihan Jenis Pengujian.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pengujian struktur terdiri atas :
– Tingkat kerusakan struktur yang diizinkan terjadi.
– Waktu pengeran
– Tingkat keandalan hasil pengerjaan
– Jenis permasalahan yang dihadapi.

Kemungkinan besar jenis pengujian yang tersedia tidak dapat memenuhi semua hal diatas secara optimal, sehingga diperlukan suatu kompromi. Sebagai ilustrasi disampaikan disini bahwa metoda-metoda pengujian beton yang sifatnya tidak merusak (seperti ultrasonik dan hammer test yang dapat digunakan untuk mengetahui kuat tekan beton pad a struktur) biasanya merupakan bentuk pengujian yang sangat sederhana, cepat dan murah.

Namun, tingkat kesulitan dalam mengkalibrasi hasil pengujian untuk proses interpretasi parameter kuat tekan tergolong tinggi. Disamping itu, jika kalibrasi ini tidak dilakukan secara baik dan benar, tingkat keandalan hasil pengujian dengan menggunakan alaI-alaI tersebut akan menjadi rendah.



c. Jumlah dan Lokasi Pengujian.
Penentuan jumlah mengujian yang dibutuhkan ditentukan oleh :

– Tingkat akurasi yang ditentukan (hubungannya dengan statistik).
– Tingkat kesulitan pengujian/pengambilan sample
– Biaya yang dibutuhkan
– Tingkat kerusakan.

Sebagai contoh, untuk pengujian hammer, untuk mengetahui kuat tekan beton dengan tingkat akurasi yang tinggi, diperlukan pengujian minimal 10 titik didekitar lokasi yang diuji pada struktur atau komponen struktur beton. Untuk jenis-jenis pengujian yang tidak merusak, karena kecepatan pelaksanaannya, biasanya dapat dilakukan dalam jumlah yang besar yang lokasinya dapat disebaran sehingga mencakupi semua daerah dari komponen struktur yang akan diuji.



Tahapan Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan pertu diperhatikan tingkat kesulitan dalam mencapai lokasi-lokasi yang telah ditentukan sebagai lokasi pengujian. Jika diperlukan, sistem perancah dapat digunakan, namun sistemnya harus direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Penanganan peralatan pengujian harus dilakukan dengan baik selama pelaksanaan. Demikian juga dengan keselamatan tenaga pelaksana harus diperhatikan (tenaga pekerja perlu dilengkapi dengan peralatan keselamatan seperti “hard har. talipengikat dan lain-lain). Perlu juga diperhatikan pada saat pelaksanaan, pengaruh gangguan yang mungkin timbul dari pengujian tersebut terhadap gedung-gedung/strukturstrukturdisekitas lokasi struktur yang akan diuji.



Tahapan Interpretasi

Tahap interpretasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang berbeda :
a. Peninjauan mengenai kekuatan bahan.
b. Kalibrasi
c. Analisa / Perhitungan.

METODE HAMMER TEST

Hammer test adalah suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton. Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan diperoleh cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang murah. Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu.

Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga setelah dikalibrasi,dapat memberikan pengujian ini adalah jenis “Hammer”.

Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan.

Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran disekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan British Standards (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25 kali pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2. Secara umum alat ini bisa digunakan untuk:
– Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur.
– Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.



SPESIFIKASI

Spesifikasi mengenai penggunaan alat ini bisa dilihat pada BS4408 pt. 4 atau ASTM G80S-89.

Kelebihan dan kekurangan “Hammer test”

Kelebihan :
– Murah
– Pengukuran bisa dilakukan dengan cepat
– Praktis (mudah digunakan).
– Tidak merusak

Kekurangan :
– Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton, sifat – sifat  dan jenis agregat kasar,  derajad karbonisasi dan umur beton. Oleh karena itu perlu diingat bahwa beton yang akan diuji haruslah dari jenis dan kondisi yang sama.
– Sulit mengkalibrasi hasil pengujian.
– Tingkat keandalannya rendah.
– Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton pada permukaan



Kalibrasi

Seperti yang disebutkan sebelumnya, banyak sekali variabel yang berpengaruh terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan peralatan hammer. Oleh karena itu sangat sulit untuk mendapatkan diagram kalibrasi yang bersifat umum yang dapat menghubungkan parameter tegangan beton sebagai fungsi dari pada jumlah skala pemantulan hammer dan dapat diaplikasikan untuk sembarang beton.

Jadi dengan kata lain diagram kalibrasi sebaiknya berbeda untuk setiap jenis campuran beton yang berbeda. Oleh karena itu setiap jenis beton yang berbeda, perlu diturunkan diagram kalibrasi tersebut perlu dilakukan pengujian tekan sample hasil coring untuk setiap jenis beton yang berbeda dari struktur yang sedang ditinjau. Hasil uji coring tersebut kemudian dijadikan sebagai konstanta untuk mengkalibrasikan bacaan yang didapat dari peralatan hammer tersebut.

Perlu diberi catatan disini bahwa penggunaan diagram kalibrasi yang dibuat oleh produsen alat uji hammer sebagainya dihindarkan, karena diagram kalibrasi tersebut diturunkan atas dasar pengujian beton dengan jenis dan ukuran agregat tertentu, bentuk benda uji yang tertentu dan kondisii test yang tertentu



PERSIAPAN DAN TATA CARA PENGUJIAN

Persiapan

a. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan-peralatan serta perlengkapan- perlengkapan yang diperlukan.

b. Mencari data dan informasi termasuk diantaranya data tentang letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi selama pelaksanaan bangunan berlangsung.

c. Menentukan titik test.

d. Titik test untuk kolom diambil sebanyak 5 (lima) titik, masing-masing titik test terdiri dari 8 (delapan) titik tembak, untuk balok diambil sebanyak 3 (tiga) titik test masing-masing titik terdiri dari 5 (lima) titik tembak sedang pelat lantai diambil sebanyak 5 (lima) titik test masing-masing terdiri dari 5 (lima)titik tembak.

Tata Cara Pengujian

a. Sentuhan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer test pada titik-titik yang akan ditembak dengan memegang hammer sedemikian rupa dengan arah tegak lurus atau miring bidang permukaan beton yang akan ditest.

b. Plunger ditekan secara periahan-lahan pada titik tembak dengan tetap menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan oleh plunger terhadap beton, dan tekan tombol yang terdapat dekat pangkal hammer.

c. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang telah ditetapkan semula dengan cara yang sama.

d. Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada grafik 1 yaitu hubungan antara nilai pantul dengan kekuatan tekan beton yang terdapat pada alat hammer sehingga memotong kurva yang sesuai dengan sudut tembak hammer.



e. Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu vertikal yaitu hasil perpotongan garis horizontal dengan sumbu vertikal. Oleh karena itu mutu beton yang dinyatakan dengan kekuatan karakteristik α bk didasarkan atas kekuatan tekan beton yang diperoleh pada saat pengetesandilaksanakan perlu dikonversi menjadi kekuatan tekan beton umur 28 hari.

METODE UJI PEMBEBANAN (LOAD TEST)

Uji pembebanan (load test) adalah merupakan suatu metode pengujian yang bersifat setengah merusak atau merusak secara keseluruhan komponenkomponen bangunan yang diuji. Pengujian yang dimaksud dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satu diantaranya adalah metode uji beban (Load
Test).

Tujuan load test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa tingkat keamanan suatu struktur atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk menjamin keselamatan umum. Oleh karena itu biasanya load test hanya dipusatkan pada bagian-bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan tingkat keamanan berdasarkan data-data hasil pengujian material dan hasil pengamatan.



PEMAKAIAN UJI PEMBEBANAN

Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini:

a. Perhitungan analistis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan imformasi mengenai detail dan geometri struktur.

b. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan flsik yang dialami bagian-bagian struktur,akibat kebakaran, gempa, pembebanan yang berlebihan dan lain-lain.

c. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

d. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non-stardard, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.

e. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.

f. Diperlukannya pembuktian mengenai kinenja suatu struktur yang baru saja direnovasi.



JENIS-JENIS LOAD TEST

Uji pembebanan dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu :

a. Pengujian ditempat (in.situ) yang biasanya bersifat non-destructive.

b. Pengujian bagian-bagian struktur yang diambil dari struktur utamanya.

Pengujian biasanya dilakukan dilaboratorium dan sifat merusak. Pemilihan jenis uji pembebanan ini tergantung pad a situasi dan kondisi tetapi biasanya cara kedua dipilih jika cara pertama tidak peraktis (tidak mungkin) untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan jenis pengujian bergantung pada tujuan diadakannya load test.

Kalau tujuannya hanya ingin mengetahui tingkat layanan struktur, maka pilihan pertama tentunya yang paling baik. Tetapi ingin mengetahu kekuatan batas dari suatu bagian struktur, yang nantinya akan digunakan sebagai kalibrasi untuk bagian-bagian struktur lainnya yangmempunyai kondisi yang sama, maka cara kedualah yang pilih.



Pengujian Pembebanan di tempat (In-Situ Load test)

Tujuan utama dari pembebanan ini adalah untuk memperhatikan apakah prilaku suatu struktur pada saat diberi beban kerja (working load) memenuhi persyaratan banguan yang ada yang pada dasarnya dibuat agar keamanan masyarakat umum terjamin.

Perilaku struktur tersebut dinilai berdasarkan pengukuran lendutan yang terjadi. Selain itu penampakan struktur pada saat retak-retak yang terjadi selama pengujian masih dalam batas-batas yang wajar.

Beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam pelaksanaan loading test akan diberikan dalam uraian berikut ini.

Persiapan dan Tata Cara Pengujian

ACI-318’89 mengisyaratkan bahwa uji pembebanan hanya bisa dilakukan jika struktur beton berumur lebih dari 56 hari. Pemilihan bagian struktur yang akan diuji dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Permasalahan yang ada
b. Tingkat keutamaan bagian struktur yang akan diuji.
c. Kemudahan pelaksanaan.

Bagian struktur yang akan memikul bagian struktur yang akan diuji dan beban ujinya juga harus dipertimbangkan/dilihat apakah kondisinya baik dan kuat Selain itu “scaffolding” juga harus dipersiapkan untuk mengantisipasi beban-beban yang timbul jika terjadi keruntuhan bagian struktur yang diuji. Beban pengujian harus direncanakan sedemikian rupa sehingga bagian struktur yang dimaksud benar-benar mendapatkan beban yang sesuai dengan yang direncanakan.

Hal ini kadang kala sulit direncanakan, terutama untuk pengujian struktur lantai. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara bagian struktur yang diuji dengan bagian struktur lain yang ada disekitarnya. Sehingga Timbul apa yang disebut pengaruh pembagian pembebanan (“Load sharing effect”).

Pengaruh ini juga bisa ditimbulkan oleh elemen-elemen nonstruktual yang menempel pada lagian struktur yang akan diuji, sebagai contoh “ceiling board”, Elemen non struktural ini dapat berfungsi mendistribusikan beban pada komponen-komponen struktur dibawahnya yang sebenarnya tidak saling berhubungan. Untuk menghindari terjadinya distribusi beban yang akan diinginkan maka bagian struktur yang akan diuji sebaiknyadiisolasikan dari bagian struktur yang ada disekitarnya.

Digitized by USU digital library 8 ACI-318-’89 mengisyaratkan bahwa besamya beban yang harus diaplikasikan selama “load test” (termasuk beban mati yang sudah ada pada struktur) adalah :

Beban total = 0,85 (1,4D + 1,7 L)
Dimana : D = beban mati
L = benda hidup (termasuk faktor reduksinya)

Beban mati harus diaplikasikan 48 jam sebelum “load test” dimulai. Sebelum beban diterapkan, terlebih dahulu dilakukan pembacaan lendutan awal yang nantinya dijadikan sebagai acuan untuk pembacaan lendutan setelah penerapan beban. Pembebanan harus dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga tidak menimbulkan beban kejutan pede struktur.

Setelah beban-beban yang direncanakan berada pada struktur yang diuji selama 24 jam, pembacaan lendutan bisa dilakukan. Setelah pembacaanbeban bisa dilepaskan dari struktur. Dua puluh empat jam setelah itupembacaan lendutan dilakukan kembali.




Kriteria umum yang harus dipenuhi dari hasil load test ini adalah struktur tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti terbentuknya retak-retak yang berlebihan atau menjadi lendutan yang melebihi persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan bangunan.

Sebagai contoh, ACI mensyaratkan bahwa untuk balok/lantai di atas tumpuan:
L2
δ maks < 20000 h
dimana, δ maks = lendutan maksimum yang terjadi, inch
L = Panjang bentang, inch
h = Tinggi penampang

Persyaratan lendutan di atas bisa dilanggar tapi dengan syarat lendutan yang terjadi setelah beban-beban bekerja yang dilepaskan haruslah lebih kecil dari 25 % δ maks.
Jika struktur gagal dalam “load test”, maka :

Struktur tidak boleh digunakan sama sekali jika sudah terjadi tanda-tanda kerusakan struktural yang fatal. Struktur masih bisa digunakan, tapi dengan pembatasan beban-beban yang bekerja sehingga sesuai dengan kekuatan struktur yang sebenarnya. Jadi disini fungsi struktur dikurangi



Teknik Pembebanan.
Pembebanan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga laju distribusi pembebanan dapat dikontrol. Beban yang bisa digunakan diantaranya air, bata/batako, kantong semen/pasir, pemberat baja dan lainlain. Pemilihan beban yang akan digunakan tergantung dengan distribusi pembebanan yang diinginkan, besarnya total beban yang dibutuhkan, dan kemudahan pemindahannya.

Pengukuran.
Parameter yang biasanya diukur dalam “load test” adalah lendutan, lebar retak. dan regangan. Gambar 2 memperlihatkan aplikasi beberapa jenis alat ukur dalam “load test”. Lebar retak yang terjadi biasanya diukur dengan mikroskop tangan yang dilengkapi dengan lampu dan mempunyai lensa yang diberi garis-garis berskala yang ketebalannya berbeda-beda (gambar 3). Cara pengukuran adalah dengan membandingkan lebar retak yang terjadi, lewat peneropongan dengan mikroskop dengan lebar garis-garis berskala tersebut.

Pola retak-retak yang terjadi biasanya ditandai dengan menggambarkan garis-garis yang mengikuti pola retak yang ada dengan menggunakan spidol berwarna (diujung garis-garis tersebut dituliskan imformasi mengenai tingkat pembebanan dan lebar retak yang sudah terjadi).



Uji Merusak

Uji merusak biasanya ditempuh jika pengujian ditempat (in-situ) tidak mungkin dilakukan atau jika tujuan utama pengujian adalah mengetahui kapasitas suatu bagian struktur yang nantinya akan dijadikan sebagai acuan dalam menilai bagian-bagian struktur lainnya yang identik dengan bagian yang diuji. Pengujian jenis ini biasanya memakan waktu dan biaya yang besar, terutama untuk pemindahan dan penggantian bagian struktur yang akan diuji dilaboratorium.

Namun, walaupun begitu hasil yang bisa diharapkan dari pengujian jenis ini tergolong sangat akurat dan informatif. Mengenai teknik pelaksanaan dalam pengukuran untuk pengujian jenis ini sama dengan teknik-teknik yang sudah diuraikan sebelumnya.