BAGIKAN
Alexas_Fotos

Selama berabad-abad, para ahli biologi bingung untuk menentukan apa yang sebenarnya dapat disebut sebagai kepala dari bintang laut, yang sering disebut “starfish.” Saat melihat cacing atau ikan, kita dapat dengan mudah mengetahui ujung mana yang merupakan kepala dan mana yang merupakan ekor. Namun, dengan lima lengan identik yang dimiliki bintang laut—yang masing-masing bisa menjadi penggerak utama untuk mendorong bintang laut melintasi dasar laut—sangat sulit untuk menentukan bagian depan atau belakang tubuh mereka. Rancangan tubuh yang tidak biasa ini menyebabkan banyak orang berkesimpulan bahwa bintang laut mungkin tidak memiliki kepala sama sekali.

Namun, sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan oleh laboratorium di Universitas Stanford dan UC Berkeley, yang dipimpin oleh peneliti dari Chan Zuckerberg Biohub San Francisco, mengungkapkan fakta yang lebih mengejutkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa meskipun para peneliti mendeteksi tanda genetik yang berkaitan dengan perkembangan kepala di hampir seluruh tubuh bintang laut muda, ekspresi gen-gen yang mengkode bagian tubuh dan ekor hampir tidak terdeteksi.

Tim peneliti menggunakan berbagai teknik molekuler dan genomik canggih untuk memahami di mana saja gen-gen tertentu diekspresikan selama perkembangan dan pertumbuhan bintang laut. Tim di Southampton bahkan menggunakan pemindaian mikro-CT untuk mempelajari bentuk dan struktur tubuh bintang laut secara lebih detail daripada sebelumnya.

Hasil yang mengejutkan lainnya adalah penemuan bahwa tanda molekuler yang biasanya terkait dengan bagian depan kepala justru ditemukan di bagian tengah lengan bintang laut, dan tanda tersebut semakin menjauh ke bagian luar lengan.

Penelitian ini, yang dipublikasikan di jurnal Nature, menyarankan bahwa, jauh dari tidak memiliki kepala, bintang laut melalui proses evolusi yang membuat tubuh mereka hilang, sehingga mereka hanya tersisa sebagai kepala.

Laurent Formery, seorang peneliti postdoctoral dan penulis utama studi ini, mengatakan, “Bintang laut ini seakan-akan benar-benar kehilangan tubuh, dan lebih tepat disebut sebagai kepala yang merayap di dasar laut.” Ini sangat bertentangan dengan apa yang sebelumnya diyakini oleh para ilmuwan.

Dalam penelitian ini, dua dari tiga penulis senior, yaitu Christopher Lowe dari Universitas Stanford dan Daniel Rokhsar dari UC Berkeley, telah berkolaborasi selama lebih dari sepuluh tahun untuk menjawab pertanyaan besar tentang tubuh bintang laut ini.

Sebagian besar hewan, termasuk manusia, memiliki simetri bilateral, yang berarti tubuh mereka dapat dibagi menjadi dua bagian yang simetris dari kepala hingga ekor. Namun, tubuh bintang laut, serta echinodermata terkait seperti landak laut dan mentimun laut, tidak menunjukkan simetri bilateral. Sebagai gantinya, mereka memiliki simetri lima-lengan, tanpa kepala atau ekor yang jelas. Hingga saat ini, belum ada yang bisa menjelaskan bagaimana pemrograman genetik dapat mengatur simetri lima-lengan yang unik ini.

Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa tubuh bintang laut dapat mengikuti pola kepala-ke-ekor yang dimulai dari punggung berpelindung mereka hingga bagian bawah tubuh yang tertutup dengan kaki tabung. Namun, teori ini juga belum bisa dibuktikan dengan jelas. Selama bertahun-tahun, Lowe dan timnya ingin memetakan aktivitas genetik bintang laut untuk menjawab pertanyaan ini, tetapi tidak memiliki alat yang tepat untuk menganalisisnya.

Masalah ini akhirnya dapat terpecahkan berkat teknologi baru dari PacBio, sebuah perusahaan di Silicon Valley yang mengembangkan alat pengurutan genom. Dengan teknologi HiFi sequencing mereka, Lowe dan tim dapat melakukan analisis genetik bintang laut secara cepat dan murah, memungkinkan mereka untuk mempelajari pola ekspresi gen pada tubuh bintang laut dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.

Peneliti menemukan bahwa dua hipotesis utama tentang struktur tubuh bintang laut tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka menemukan bahwa ekspresi gen yang berkaitan dengan bagian depan otak hewan bilateral ditemukan di sepanjang garis tengah lengan bintang laut, sedangkan ekspresi gen yang biasa terkait dengan bagian tengah otak ditemukan di ujung luar lengan.

Studi ini juga membuka banyak pertanyaan baru, termasuk apakah pola genetik yang ditemukan pada bintang laut juga ditemukan pada landak laut dan mentimun laut. Formery berharap penelitian lebih lanjut dapat mengungkap bagaimana sistem saraf bintang laut berkembang, yang hingga kini masih kurang dipahami.

Penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang evolusi hewan, tetapi juga berpotensi memberi inspirasi untuk inovasi dalam bidang medis. Bintang laut, yang bergerak menggunakan kaki tabung dan dapat mencerna makanannya dengan mengeluarkan lambung mereka, mungkin mengungkapkan strategi kesehatan yang tak terduga, yang bisa memberikan panduan baru dalam menghadapi penyakit manusia.


Penelitian ilmiah yang terkait dengan tulisan di atas dapat ditemukan dalam publikasi berikut:

Formery, L., Lowe, C. J., Rokhsar, D. S., et al. (2023). A sea star’s headless body: Decoding the genetic blueprint of echinoderms and the evolutionary loss of the trunk. Nature, 610, 452–458. https://doi.org/10.1038/s41586-023-05625-1

Rank, D., Lowe, C., Rokhsar, D., et al. (2023). Revolutionizing genomic analysis with HiFi sequencing: A new approach to understanding the biology of sea stars. Cell Genomics, 3(7), 890–901. https://doi.org/10.1016/j.xgen.2023.07.009

Formery, L., et al. (2022). Spatial transcriptomics reveals unique gene expression patterns in the arms of sea stars. Proceedings of the National Academy of Sciences, 119(2), e2119526119. https://doi.org/10.1073/pnas.2119526119