BAGIKAN
Sebuah ilustrasi yang menggambarkan perilaku molekul-molekul besar dan kompleks yang menyebar seperti riak-riak air di penjuru angkasa. (Yaakov Fein, University of Viena)

Bagi para penggemar sains, mungkin familiar dengan eksperimen pemikiran kucing Schrodinger, dimana seekor kucing di dalam sebuah kotak bisa berada dalam dua kondisi, menjadi hidup atau mati pada saat yang bersamaan. Eksperimen ini sering digunakan untuk mengilustrasikan paradoks berbagai kemungkinan dari mekanika kuantum.

Setiap partikel atau kelompok partikel di semesta ini juga berlaku sebagai gelombang, dan itu telah dibuktikan secara teoritis oleh para fisikawan. Bahkan partikel-partikel yang lebih besar, termasuk bakteri, ataupun manusia, juga planet-planet dan bintang-bintang. Dan gelombang ini bisa berada pada beberapa tempat pada satu waktu yang sama. Jadi setiap materi yang ada di semesta ini bisa berada pada dua tempat pada satu waktu. Para fisikawan menyebut fenomena ini dengan “superposisi kuantum”, dan selama beberapa dekade, mereka telah membuktikannya pada partikel-partikel kecil.

Kini, para ilmuwan berencana untuk mengaplikasikan teori tersebut pada molekul-molekul yang lebih besar yang terdiri dari 2.000 atom.

Superposisi atom telah sering diujicobakan dalam skala kecil, dan para fisikawan berhasil menunjukkan bahwa partikel-partikel individu bisa berada dalam dua keadaam dalam satu waktu. Tetapi eksperimen dalam skala besar seperti ini belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya.

Dalam eksperimen ini, para ilmuwan akan membuktikan hipotesa mekanika kuantum dan akan lebih memahami bagaimana definisi sebenarnya dari salah satu cabang ilmu fisika yang sulit untuk dipahami. Dan juga akan dipahami bagaimana hukum dari mekanika kuantum ini bisa bersinergi dengan hukum-hukum fisika klasik dalam skala yang besar.

“Hasil yang kami dapatkan bisa membuktikan teori kuantum yang selama ini tidak bisa dijelaskan melalui hukum fisika klasik,” demikian para ilmuwan menuliskannya dalam laporan eksperimen mereka yang telah dipublikasikan di Nature Physics.

Eksperimen ini menggunakan persamaan Schrodinger, untuk bisa menjelaskan bagaimana partikel-partikel bisa berlaku sebagai gelombang di berbagai tempat yang berbeda dalam satu waktu, saling mempengaruhi satu sama lain seperti riak-riak air dalam sebuah kolam.

Untuk membuktikannya, para ilmuwan melakukan eksperimen celah ganda (double slit experiment), yaitu eksperimen yang melewatkan partikel-partikel cahaya (photon) untuk melewati dua buah celah yang dibelakangnya dipasang sebuah layar. Jika partikel foton hanya bersifat partikel, maka pada layar akan terbentuk dua garis saja. Namun hasil percobaan dari celah ganda ini menunjukkan bahwa tidak terbentuk dua buah garis saja di layar, tetapi terbentuk pola interfensi yang terdiri dari garis terang dan garis gelap selang-seling memenuhi layar. Dan alasan yang menjelaskan mengapa pola ini terbentuk adalah karena elektron memilki dua sifat, yaitu sebagai partikel dan juga gelombang.


(Johannes Kalliauer/Wikipedia. CC-BY-SA 3.0)

Dari eksperimen ini bisa ditunjukkan bahwa foton bisa bersifat sebagai gelombang dan juga partikel dalam satu waktu, seperti paradoks kucing Schrodinger. Tetapi seperti yang kita semua tahu, kucing tersebut hanya berada pada dua kemungkinan selama kotak masih belum dibuka. Setelah kotak dibuka, bisa dikonfirmasikan bagaimana kondisi kucing tersebut, apakah hidup atau mati, tidak keduanya.

Dan ini berlaku juga pada partikel-partikel foton. Tidak lama sesudah cahaya diukur atau diamati secara langsung, kondisi superposisi ini menghilang dan sifat foton akan terkunci pada satu kondisi saja.

Eksperimen celah ganda juga telah dilakukan pada elektron, atom dan molekul-molekul yang lebih kecil. Dan sekarang para fisikawan bisa membuktikan bahwa eksperimen ini juga bisa dilakukan pada molekul-molekul yang dengan massa yang sangat besar juga, dan dihasilkan pola yang sama seperti pada partikel foton.

Tim ilmuwan berhasil mengaplikasikan percobaan celah ganda ini pada molekul-molekul berukuran sangat besar, yang terdiri dari 2.000 atom, untuk menghasilkan pola interfensi gelombang, dan molekul-molekul ini juga bisa bersifat sebagai gelombang dan sekaligus sifat lainnya dalam satu waktu yang sama.

Molekul-molekul ini dikenal sebagai “oligo-tetraphenylporphyrins” yang bergabung dengan rantai fluoroalkylsulfanyl, yang memiliki massa 25.000 kali massa atom hidrogen.

Untuk melakukan eksperimen pada molekul super besar tidaklah mudah, karena semakin besar ukuran molekul, semakin pendek pula panjang gelombangnya, molekul-molekul dengan 2.000 atom ini mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek dari diameter sebuah atom hidrogen.

Dan semakin besar massa dari molekul-molekul tersebut, akan semakin stabil pula keadaannya, dan para ilmuwan berhasil melakukan interferensi gelombang pada setiap tujuh milidetik, menggunakan peralatan dengan desain terbaru yang diberi nama matter-wave interferometer (didesain untuk mengukur atom-atom dengan melewatkannya dalam berbagai lintasan yang berbeda).

Dan walaupun beberapa faktor seperti rotasi bumi dan gaya gravitasi turut diperhitungkan oleh para ilmuwan, hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa setelah molekul-molekul ini ditembakkan, mereka juga menghasilkan pola gelombang yang sama. Dan melalui eksperimen ini, bisa dibuktikan bahwa molekul-molekul raksasa ini ternyata bisa berada dalam dua kondisi dalam satu waktu, seperti juga yang berlaku dan terjadi pada atom-atom yang lebih kecil.

Selama ini mekanika kuantum selalu diaplikasikan dalam skala kecil, berbeda dengan hukum fisika klasik yang telah diaplikasikan dalam skala yang lebih besar, dan dengan diaplikasikannya molekul-molekul bermassa besar dalam eksperimen celah ganda, semakin dekat kita pada batasan antara fisika klasik dan kuantum. Sebelum ini tercatat bahwa penelitian semacam ini telah dilakukan pada molekul-molekul yang terdiri dari 800 atom.

“Eksperimen kami menunjukkan bahwa hukum mekanika kuantum, dengan segala keanehannya, ternyata bisa dibuktikan kebenarannya, dan saya optimis bahwa nantinya akan dilakukan eksperimen-eksperimen dalam skala yang masif,” kata fisikawan Yaakov Fein, dari University of Vienna di Austria.