BAGIKAN
Hana Oliver

Analisis terbaru terhadap kerangka dan embrio hewan telah memungkinkan para peneliti untuk menemukan bagaimana mamalia mengembangkan hidung yang menonjol dan fleksibel.

Studi ini berkontribusi untuk mengungkap asal mula indra penciuman mamalia yang kuat. Selain itu, berpotensi dalam menciptakan alternatif dari model hewan yang sering digunakan dalam eksperimen laboratorium.

Pemahaman ilmiah tradisional tentang evolusi wajah adalah bahwa rahang mamalia dan reptil berkembang dengan cara yang hampir sama. Meskipun mamalia memiliki hidung yang unik, evolusi darii struktur ini masih belum diketahui.

“Fosil hewan berkaki empat yang ada, baik nenek moyang reptilia maupun mamalia, memiliki jumlah tulang rahang atas yang sama,” kata Hiroki Higashiyama, dari University of Tokyo Graduate School of Medicine.

“Sangat mudah untuk berpikir bahwa tulangnya sama, tetapi sekarang kita dapat mempelajari embrionya dan melacak perkembangan sel untuk mempelajari tulang-tulang ini secara lebih rinci,”

Penelitian ini adalah yang pertama memeriksa evolusi struktur wajah menggunakan studi seluler yang membandingkan berbagai embrio dari banyak spesies.

Reorganisasi tulang premaxilla dan septomaxilla ini memungkinkan mamalia untuk membentuk hidung fleksibel yang dapat “mengendus.” Credit: Hiroki Higashiyama, CC BY-SA 4.0

Higashiyama dan rekan-rekannya merancang sebuah eksperimen untuk melacak perkembangan wajah pada embrio berbagai spesies, termasuk burung (ayam), reptil (tokek), dan mamalia (tikus).

Mereka berfokus pada sekelompok sel yang dikenal sebagai penonjolan wajah pada embrio yang menghasilkan struktur fisik wajah. Para peneliti mewarnai sel untuk memudahlan dalam melacaknya saat mereka bergerak dan tumbuh.

Sekelompok sel yang disebut penonjolan frontonasal membentuk ujung rahang pada reptil, tetapi menjadi hidung yang menonjol pada mamalia. Ujung rahang mamalia terbentuk bukan dari kelompok sel terpisah yang disebut penonjolan rahang atas.

Mamalia dengan hidung fleksibel dan bergerak yang dapat “mengendus” termasuk dalam kelompok Theria (sisi kanan titik merah muda). Ketika nenek moyang spesies mengumpulkan lebih banyak perbedaan fisik dan genetik (spesies yang semakin muda ditunjukkan dari kiri ke kanan), tulang ujung rahang, premaxilla (hijau), menjadi lebih kecil dan bermigrasi ke atas dan tulang yang berada di belakangnya, septomaxilla (oranye ), menjadi lebih besar dan bergerak maju menjadi ujung rahang mamalia therian. Credit: Hiroki Higashiyama, CC BY-SA 4.0, pertama kali diterbitkan di PNASMenggunakan perspektif baru ini dari eksperimen seluler mereka, para peneliti kemudian memeriksa spesimen fosil.

Ketika nenek moyang spesies ini mengumpulkan lebih banyak perbedaan fisik dan genetik, tulang di ujung rahang atas reptil, premaxilla, menjadi lebih kecil dan bermigrasi ke atas dan tulang yang berada di belakangnya, septomaxilla, menjadi lebih besar dan bergerak maju menjadi ujung rahang mamalia.

Para peneliti mengatakan bahwa tulang wajah mamalia bertelur, seperti platipus Australia dan echidna, dapat menjadi contoh hidup tambahan dari struktur tulang transisi dari model reptil yang lebih tua secara evolusioner menjadi struktur mamalia yang lebih baru berevolusi.

Pemisahan hidung dan rahang ini memberikan mamalia kemampuan unik mereka untuk “mengendus”, menggunakan otot untuk melebarkan lubang hidung dan menghirup bau dalam-dalam dari lingkungan.

“Temuan ini merupakan inovasi kunci dalam evolusi hidung motil kita dan mamalia lainnya, yang berkontribusi pada indra penciuman mamalia yang sangat sensitif,” kata Higashiyama.

Gambar embrio tikus yang semakin tua (atas ke bawah, DPC = hari pasca pembuahan) dengan gambar di sisi kiri menunjukkan seluruh kepala dalam tampilan profil dan gambar di sisi kanan hanya menunjukkan area ujung rahang. Sel-sel pada penonjolan rahang atas (mxp, biru) akhirnya membentuk hampir seluruh rahang atas (premaxilla). Tulang ini terpisah dari septomaxilla, yang tetap menjadi bagian dari rahang atau pipi pada reptil, tetapi menjadi lebih besar dan lebih tinggi di wajah pada mamalia. (id = lubang hidung luar) Credit: Hiroki Higashiyama, CC BY-SA 4.0, pertama kali diterbitkan di PNAS

Membedakan dan mengenali begitu banyak bau mungkin juga membantu mamalia mengembangkan otak yang lebih besar dan lebih kompleks daripada spesies nenek moyang sebelumnya.

Penelitian baru-baru ini telah memberikan bukti fisik dari pergeseran evolusioner dalam pengaturan premaxilla dan septomaxilla, tetapi studi lainnya akan diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab genetik.

“Sekarang kami mengetahui komposisi penonjolan wajah dan perkembangan embrio pada beberapa spesies, sehingga kami dapat membandingkan kelainan perkembangan wajah pada ayam atau katak dengan manusia.

“Kami baru saja meningkatkan pengetahuan buku teks untuk saat ini, tetapi di masa depan, model hewan ini akan menjadi aplikasi praktis dari studi kami,” kata Higashiyama.

Tikus saat ini adalah satu-satunya model hewan yang mempelajari celah bibir dan langit-langit. Tikus mahal untuk dipelihara dan lebih lambat untuk berkembang, sehingga model hewan tambahan dari gangguan perkembangan wajah bisa menjadi alat penelitian yang berharga.

Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.