BAGIKAN
(Credit: allyouneedisbiology)

Hewan berdarah panas adalah spesies hewan yang dapat mempertahankan suhu tubuhnya lebih tinggi dari lingkungannya secara konstan. Dikenal juga sebagai Homoiterm menjaga suhu tubuh pada sekitar 37 °C untuk mamalia, dan sekitar 40 °C untuk burung.

Mamalia dan burung, saat ini dimasukkan ke dalam hewan berdarah panas dan sering dianggap sebagai alasan dari kesuksesan besar keduanya. Nenek moyang mereka telah berhasil beradaptasi secara cerdas dalam menghadapi perubahan iklim sehingga tidak turut lenyap dalam peristiwa kepunahan besar.

Ahli paleontologi Universitas Bristol, Mike Benton, mengidentifikasi dalam jurnal Gondwana Research bahwa nenek moyang mamalia dan burung, berubah menjadi hewan berdarah panas pada saat yang sama. Yaitu, sekitar 250 juta tahun yang lalu, pada saat kehidupan di Bumi beranajak pulih dari kepunahan massal terbesar sepanjang waktu.




Peristiwa kepunahan Permian – Trias ini, dikenal juga sebagai Great Dying. Merupakan peristiwa kepunahan massal periode ketiga dan paling mematikan dari lima kepunahan massal yang pernah terjadi di Bumi. Ketika terjadi sekitar 252 juta tahun yang lalu, diperkirakan 96 persen spesies laut dan 70 persen vertebrata darat tersapu habis. Selain itu, sejumlah besar spesies serangga punah pada periode ini. Sangat sedikit yang selamat menghadapi dunia yang sedang bergejolak. Berulang kali dilanda pemanasan global dan krisis pengasaman laut. Dua kelompok utama tetrapoda – hewan berkaki empat – selamat, synapsida dan archosaurus (kelompok diapsida dan secara luas diklasifikasikan sebagai reptil), termasuk nenek moyang mamalia dan burung.

Para ahli paleontologi telah mengidentifikasi berbagai indikasi yang menunjukkan kecenderungan sifat-sifat dari hewan berdarah panas dari para penyintas kepunahan Trias ini. Secara teknis, menyerap kalor dari luar atau terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke dalam sistem tubuh. Selain itu, ditemukan bukti adanya diafragma dan cikal bakal kumis pada synapsida. Yaitu, sekelompok hewan yang mencakup mamalia dan setiap hewan yang memiliki kekerabatan yang paling dekat dengan mamalia daripada anggota lain dari klade amniote, seperti reptil dan burung. Synapsida bisa dikatakan sebagai nenek moyang dari mamalia.

Pergeseran postur tubuh di ujung Permian, 252 juta tahun lalu. Sebelum krisis, kebanyakan reptil memiliki postur tubuh merayap; setelah itu berjalan tegak. Mungkin ini merupakan tanda-tanda pertama dari langkah baru kehidupan di periode Trias. (Credit: Jim Robins, University of Bristol.)

Baru-baru ini, bukti serupa untuk asal mula bulu pada nenek moyang dinosaurus dan burung telah terungkap. Baik synapsida maupun archosaurus dari Trias, struktur tulangnya menunjukkan karakteristik hewan berdarah panas. Bukti bahwa nenek moyang mamalia memiliki rambut sejak awal Trias telah dicurigai sejak lama, tetapi dugaan bahwa archosaurus memiliki bulu dari 250 juta tahun yang lalu masih relatif baru.



Tapi petunjuk kuat untuk asal mula hewan berdarah panas yang tiba-tiba ini pada synapsida dan archosaurs tepat pada saat kepunahan massal Perm-Trias ditemukan pada tahun 2009. Tai Kubo, yang saat itu sedang meraih gelar Magister Paleobiologi di Bristol dan Benton, mengidentifikasi bahwa semua tetrapoda berukuran sedang dan besar beralih dari postur tengkurap menuju tegak tepat pada perbatasan Perm-Trias.

Studi mereka didasarkan pada jejak kaki yang memfosil. Mereka menelaah berbagai sampel dari ratusan jejak fosil. Kubo dan Benton terkejut mengetahui adanya perubahan postur yang terjadi secara instan. Alih-alih secara bertahap selama puluhan juta tahun, seperti yang telah diperkirakan. Itu juga terjadi pada semua golongan, tidak hanya nenek moyang mamalia atau nenek moyang burung.

“Amfibi dan reptil modern adalah hewan-hewan merayap, mempertahankan sebagian anggota tubuhnya di samping.” kata Benton.

“Burung dan mamalia memiliki postur tegak, di mana anggota tubuh berada tepat di bawah tubuhnya. Hal ini memungkinkan mereka untuk berlari lebih cepat, dan terutama lebih jauh. Ada keuntungan besar memiliki postur tegak dan berdarah panas, tetapi akibat dari endotermiknya – menyerap panas – harus makan lebih banyak daripada hewan berdarah dingin yang hanya mengisi bahan bakar pengatur suhu dalam tubuh mereka.” 

Bukti dari perubahan postur dan dari asal mula rambut dan bulu, semua terjadi pada saat yang sama, menunjukkan bahwa ini adalah awal dari semacam ‘ perlombaan senjata ‘. Dalam ekologi, perlombaan senjata terjadi ketika predator dan mangsa harus bersaing satu sama lain, dan di mana mungkin ada peningkatan adaptasi. Singa berevolusi untuk berlari lebih cepat, tetapi rusa kutub juga berevolusi untuk berlari atau berputar dan berbalik arah lebih cepat untuk melarikan diri.

Sesuatu seperti ini terjadi pada Trias, dari 250 hingga 200 juta tahun yang lalu. Sekarang, hewan-hewan berdarah panas dapat hidup di seluruh bumi, bahkan di daerah dingin, dan tetap aktif di malam hari. Mereka juga menunjukkan pengasuhan dari orang tua yang intensif, memberi makan bayi mereka dan mengajari mereka perilaku yang kompleks dan cerdas. Adaptasi ini memberikan burung dan mamalia keunggulan atas amfibi dan reptil dan di dunia yang sejuk saat ini memungkinkan mereka untuk mendominasi lebih banyak bagian dunia.




“Trias adalah waktu yang luar biasa dalam sejarah kehidupan di Bumi. Anda melihat burung dan mamalia di mana-mana di daratan saat ini, sedangkan amfibi dan reptil sering kali tersembunyi.” Benton menambahkan. 

“Revolusi ekosistem ini dipicu oleh asal usul endotermik yang independen pada burung dan mamalia, tetapi hingga saat ini kami tidak menyadari bahwa kedua peristiwa ini mungkin telah terkoordinasi.

“Itu terjadi karena hanya sejumlah kecil spesies yang selamat dari kepunahan massal Perm-Trias — yang bertahan bergantung pada persaingan ketat di dunia yang keras. Karena beberapa yang selamat sudah endotermik secara primitif, yang lainnya harus menjadi endotermik untuk bertahan hidup di dunia baru yang bergerak cepat.”