Bumi merupakan salah satu planet di dalam Sistem Tata Surya yang memiliki begitu banyak gunung api aktif. Baru-baru ini Gunung Anak Krakatau meletus ratusan kali yang dentumannya terdengar sampai Serang Banten. Gunung Merapi di Yogyakarta kini juga mengalami erupsi magmatik.
Dua gunung itu merupakan bagian dari 1500 gunung api aktif di Bumi. Namun jumlah tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan tetangga terdekat Bumi, Venus. Planet ini memiliki gunung api terbanyak di dalam Sistem Tata Surya.
Tercatat tidak kurang dari 1600 gunung api aktif terlihat di permukaan Venus. Tidak seperti gunung api di Bumi yang umumnya berbentuk strato (gunung api yang tersusun atas perselingan lava dan batuan piroklastik), cinder (gunung api yang didominasi oleh piroklastik) atau pun perisai, gunung api di Venus hampir tidak pernah meletus secara eksplosif.
Magma umumnya dierupsikan ke permukaan Venus membentuk kubah lava dengan morfologi khas yang umum dikenal sebagai Pancake Dome. Bentukan ini terjadi karena magma yang dikeluarkan ke permukaan kemudian mengalir ke segala arah dengan jarak yang sama dari pusat erupsi. Salah satu gunung api tertinggi di Venus adalah Maat Mons dengan ketinggian hingga 8 km.
Beberapa penampakan permukaan di Venus yang khas yaitu jalur pegunungan, lembah, coronae, tesserae, pancake dome, dan juga kawah hasil tumbukan dengan meteorit. Coronae adalah bentukan melingkar di permukaan Venus yang mungkin disebabkan oleh tektonik ataupun aktivitas gunung api. Sementara tesserae merupakan suatu daerah di permukaan Venus dengan ketinggian hingga lebih dari 5 km yang telah terdeformasi kuat.
Para peneliti meyakini bahwa fenomena-fenomena tersebut juga terbentuk akibat proses geologi yang terjadi Venus seperti halnya Bumi saat ini.
Efek panas
Atmosfer yang tebal dengan kombinasi 1600 gunung api aktif telah memberikan efek rumah kaca alami yang mengerikan di Venus. Panas yang dilepaskan saat gunungapi erupsi atau pun panas yang masuk ke permukaan terperangkap oleh gas CO2. Kombinasi ini diduga bertanggung jawab menguapkan seluruh air yang ada di permukaan planet serta menahbiskan Venus menjadi planet terpanas di dalam Tata Surya.
Komposisi gas didominasi oleh utamanya CO2 yang mendekati 97% dengan sedikit H2S dan H2O menjadikan Planet Venus memiliki atmosfer yang keruh sehingga menyulitkan pandangan para peneliti mengetahui apa yang sedang terjadi di permukaannya. Hingga akhirnya Venera 9 dari Rusia berhasil mendarat pada 22 Oktober 1975 untuk mendapatkan gambaran permukaan Venus untuk pertama kalinya dengan cukup baik.
Misi luar angkasa ke Venus sudah dimulai 14 tahun sebelumnya, tepatnya 12 Februari 1961; saat itu Uni Soviet berhasil mengirimkan Venera 1. Misi ini berhasil melintasi Venus pada jarak sekitar 100.000 km sebelum akhirnya hilang kontak dengan para peneliti di Bumi.
Hadirnya gas CO2 di atmosfer Venus menjadikan planet ini tempat pembakaran alami yang sempurna. Panas cahaya Matahari yang sampai ke permukaan Venus kurang dari 6 menit sejak dilepaskan di permukaan Matahari, terperangkap dalam sistem rumah kaca alami terbesar yang ada di Tata Surya. Permukaan Venus pun terbakar, merah membara.
Dalam kaitan suhu di permukaan, jarak suatu planet terhadap Matahari dalam Sistem Tata Surya, tidak selalu berhubungan dengan suhu di permukaannya. Merkurius yang berjarak 0.4 AU memiliki suhu permukaan kurang lebih 430 Celsius sementara Venus yang lebih jauh atau berjarak 0.7 AU memiliki suhu permukaan 30 C lebih panas dari suhu permukaan Merkurius atau tepatnya sekitar ~460 C. Sementara itu Bumi yang kita tinggali hanya memiliki suhu permukaan rata-rata sekitar 16 C.
1 AU, disebut Astronomical Unit, adalah setara dengan jarak antara Matahari dan Bumi yang mencapai 149,6 juta kilometer. Jarak yang relatif dekat dengan Matahari menjadikan Venus sebagai salah satu objek langit yang cerah di langit selain Matahari dan Bulan.
Venus dengan ketebalan atmosfernya memberikan kesempatan cahaya Matahari dipantulkan dengan sempurna. Venus pun seolah bercahaya sesaat setelah Matahari tenggelam dan tetap bisa terlihat sesaat Matahari akan terbit, sehingga Venus sering dikenal dengan sebutan Evening Star.
Karakter Venus
Venus adalah planet tetangga terdekat kita di dalam Sistem Tata Surya, berjarak 38 juta km dari Bumi dengan ukuran diameter sekitar 12.102 km atau hampir sama dengan ukuran Bumi. Venus yang merupakan planet kedua dari Matahari dalam Sistem Tata Surya memiliki orbit terdekat sekitar 107,5 juta km dan terjauh sekitar 109 juta km dari Matahari.
Meskipun memiliki beberapa kemiripan dengan Bumi, kondisi permukaan Venus sangat kontras dan jauh berbeda dengan kondisi di permukaan Bumi. Bumi memiliki atmosfer yang menjaga permukaan pada Bumi pada kondisi ideal, suhu yang pas, tidak terlalu dingin dan juga tidak terlalu panas. Kondisi ini memungkinkan manusia, hewan serta tumbuhan hidup, tumbuh dan berkembang biak.
Kondisi saat ini dengan tekanan atmorfer yang 90 kali di Bumi dan juga temperatur permukaan yang tinggi, Venus bukanlah tempat yang cocok untuk perkembangbiakan mahkluk hidup. Namun, dengan pemodelan yang dilakukan para saintis, mereka memperkirakan bahwa sekitar 2 miliar tahun lalu, kondisi Venus cukup ideal untuk ditempati makluk hidup. Sebelum akhirnya atmosfer yang didominasi CO2 dan letusan gunung api yang terus menerus mengubah kondisi venus hingga sekarang ini.
Venus memiliki gravitasi permukaan sekitar 0,91 gravitasi Bumi, tidak memiliki bulan, dengan waktu evolusi setara dengan 243 hari di Bumi. Venus memiliki arah rotasi berlawanan dengan planet lainnya. Matahari akan muncul di Venus dua kali selama orbit tahunannya, yaitu setiap 116,8 hari Bumi.
Permukaan Venus diselimuti atmosfer yang dikenal dengan Deadly Clouds tebalnya mencapai 65 km. Hal ini mengakibatkan tekanan permukaan yang sangat tinggi atau setara dengan 92 kali tekanan di permukaaan Bumi. Jika sebuah mobil diletakkan di atas permukaannya akan menjadi pipih atau datar karena begitu besarnya tekanan tersebut.
Venus yang diselimuti deadly clouds adalah cerminan kondisi Bumi di awal terbentuk jutaan tahun yang lalu, merah membara di permukaan dan magma bersuhu tinggi yang keluar ke permukaan menghasilkan letusan efusif gunung api berupa aliran lava. Tidak eksplosif!
Mirzam Abdurrachman, Lecturer at Department of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology, Institut Teknologi Bandung
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.