BAGIKAN
Renato Abati /Pexels

Selain memberi manfaat sebagai sumber energi dan memperbaiki suasana hati, makanan manis dapat memicu timbulnya berbagai penyakit apabila dikonsumsi secara berlebihan. Diabetes tipe-2, obesitas, kerusakan gigi seringkali dikaitkan dengan tingginya asupan gula ke dalam tubuh. Walaupun kita tahu bahwa kita tidak boleh berlebihan makan makanan manis, tetapi terkadang sangat sulit untuk menolaknya. 

Keinginan makan makanan manis ternyata dipengaruhi oleh aktivitas otak kita

Amy Reichelt, seorang ahli saraf DARI Western University, melakukan riset tentang bagaimana lingkungan obesogenik modern (pola hidup minim aktivitas dan konsumsi makanan tinggi kalori) bisa merubah aktivitas otak manusia. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola makan kita sehari-hari dapat merubah perilaku kita. Atau bisa dikatakan perubahan aktivitas otak bisa dicegah dengan merubah gaya hidup kita.

Tubuh kita bekerja dengan mengolah setiap asupan glukosa yang masuk. Kata glukosa berasal dari Bahasa Yunani glukos yang berarti manis. Glukosa memberi energi pada sel-sel di dalam tubuh kita, termasuk juga sel-sel otak (neuron).

Pola makan manusia terus berubah dari waktu ke waktu. Manusia primitif adalah pemakan sembarang, mereka lebih suka memulung bangkai hewan-hewan untuk mendapatkan sisa-sisa. Hingga akhirnya kita menemukan makanan manis sebagai sumber energi yang paling baik dan rasanya menimbulkan rasa nyaman. Makanan yang memiliki rasa pahit, asam dan tidak bersahabat dengan lidah manusia dianggap belum matang, beracun atau busuk, bisa menyebabkan timbulnya penyakit.




Demi mempertahankan kelangsungan spesiesnya, sistem kerja otak membuat kita menyukai rasa manis. Karena didalamnya terkandung sumber energi bagi tubuh manusia.

Dopamin pemicu dari memakan gula

Ketika kita memakan makanan manis, salah satu bagian otak yang disebut sistem dopamin mesolimbik akan teraktivasi. Dopamin yang merupakan zat kimia pada otak, dilepaskan oleh neuron untuk memberi sinyal positif pada otak ketika kita makan makanan manis. Ketika sistem ini aktif, kita akan selalu terdorong untuk terus melakukannya kembali.

Dopamin yang dilepaskan karena makan makanan manis, mendorong manusia untuk terus mencari makanan-makanan yang manis.

Dalam lingkungan modern masa kini, makanan manis penambah energi dapat ditemukan dengan mudah. Kita tidak perlu bersusah payah menemukan makanan manis demi bertahan hidup, karena tersedia dimana-mana.

Dan sayangnya, otak kita masih memiliki fungsi yang sama sejak zaman nenek moyang kita. Hal ini membuat kita selalu terpicu untuk menyukai makanan manis. Jadi, apa yang terjadi pada otak kita ketika kita mengkonsumsi gula secara berlebihan?

Bisakah gula memulihkan otak?

Sel-sel otak secara terus menerus mengalami regenerasi dan modifikasi melalui sebuah proses yang disebut plastisitas otak (neuroplasticity). Dan proses ini bisa juga terjadi pada sistem kerja otak ketika makan makanan manis. Aktivasi sistem dopamin secara terus menerus oleh obat-obatan atau makan makanan manis menyebabkan otak beradaptasi terhadap stimulasi ini. Kondisi ini menyebabkan otak menjadi lebih toleran terhadap rasa manis.




Karena adanya stimulasi dari makanan manis, kita akan terpacu untuk terus makan demi mendapatkan rasa kepuasan. Sebuah kondisi klasik dari kecanduan.

Kecanduan makan, hingga kini masih dianggap subyek kontroversial bagi para ilmuwan dan ahli klinis. Mereka sepakat pada fakta bahwa manusia bisa menjadi bergantung pada jenis obat tertentu. Tetapi masih memperdebatkan apakah kita bisa menjadi pecandu makanan jika kondisi ini disebabkan oleh stimulasi pada otak untuk bertahan hidup.

Selain karena kebutuhan untuk memperoleh energi bagi tubuh, banyak dari kita yang mengalami ‘craving’ atau keinginan kuat pada makanan tertentu ketika stress, lapar atau karena tergoda oleh display makanan di toko kue.

Untuk menghindari rasa ’craving’ pada makanan ini, kita harus bisa mencegah respon alami untuk menurunkan selera kita pada makanan yang enak. Pada otak terdapat sebuah jaringan neuron inhibitor yang bertugas mengontrol perilaku. Neuron-neuron ini terkonsentrasi pada bagian cortex prefrontal di otak. Bagian otak ini berperan dalam pengambilan keputusan, pengontrol emosi dan tubuh, kecerdasan, konsentrasi, kesadaran diri, kepribadian dan perilaku.

Cara kerja neuron inhibitor ini mirip dengan rem pada kendaraan. Neuron akan melepaskan hormon otak asam gamma aminobutirat (GABA) yang berfungsi sebagai penghambat reaksi neurologis yang tidak menguntungkan. Riset pada tikus menunjukkan bahwa pola makan tinggi gula akan menghambat kerja neuron inhibitor. Tikus yang diberi makan makanan tinggi gula juga tidak mampu mengontrol perilaku mereka. Begitu juga kemampuan dalam mengambil keputusan.

Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa apa yang kita konsumsi bisa memengaruhi kemampuan kita untuk menolak godaan. Hal ini juga menjadi sebab mengapa banyak orang yang sulit untuk melakukan diet.




Dalam penelitian terbaru dilakukan survey pada partisipan yang diminta untuk memberi nilai pada seberapa besar keinginan mereka untuk menolak makanan tinggi kalori ketika mereka sedang lapar dan ketika mereka telah kenyang. Dari hasil survey terlihat bahwa pada orang-orang yang terbiasa makan makanan tinggi kalori dan tinggi gula, mereka memiliki keinginan sangat kuat pada makanan tinggi kalori walaupun mereka tidak lapar.

Hasil ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan makanan tinggi kalori memperkuat keinginan untuk selalu selalu makan. Menciptakan sebuah siklus buruk untuk selalu menginginkan makanan-makanan tersebut.

Gula dapat mengganggu pembentukan memori

Bagian otak lainnya yang terpengaruh oleh konsumsi tinggi gula adalah hippocampus, pusat ingatan. Hasil riset menunjukkan bahwa tikus-tikus yang mengkonsumsi makanan tinggi gula berkurang kemampuan untuk mengingat. 

Perubahan pada hippocampus akibat konsumsi gula disebabkan oleh berkurangnya produksi neuron pada otak. Neuron sangat penting dalam proses pembentukan ingatan di otak. Kondisi ini juga menyebabkan meningkatnya produksi zat-kimia yang menjadi penyebab peradangan pada otak.

Bagaimana cara melindungi otak kita dari gula?

Organisasi Kesehatan dunia (WHO) menyarankan untuk membatasi asupan gula hingga lima persen dari konsumsi kalori harian, yaitu sekitar 25 gram (enam sendok teh).

Batasan konsumsi gula per hari yang disarankan oleh kementrian kesehatan RI adalah 50 gram per hari (5-9 sendok teh). Diperlukan tekad yang kuat bagi banyak orang jika ingin merubah pola makan untuk kesehatan.

Dengan kemampuan plastisitasnya, otak akan mengatur kembali jumlah asupan gula yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dan hasil sebuah penelitian mengindikasikan bahwa olahraga bisa memperbesar kemampuan tersebut. Makanan yang kaya akan lemak omega-3 (minyak ikan, kacang-kacangan dan biji-bijian) memiliki sifat neuroprotective (melindungi otak dari kerusakan).  

Selain itu makanan kaya omega -3 juga mendorong produksi zat-zat kimia pada otak yang diperlukan dalam pembentukan neuron.

Memang bukan hal yang mudah untuk merubah kebiasaan makan makanan yang lezat dan manis. Tetapi jika anda bisa berubah, tentunya otak anda akan sangat berterimakasih atas langkah positif yang anda lakukan.

Mungkin anda terasa sulit pada awalnya. Tetapi perubahan gaya hidup ini akan semakin mudah jika anda konsisten melakukannya.


Sumber: The Conversation