Para imuwan dari University of Chicago adalah bagian dari tim peneliti internasional yang telah menemukan superkonduktor — kemampuan menghantarkan listrik dengan sempurna — pada suhu tertinggi yang pernah dicatat.
Dengan menggunakan teknologi canggih di Argonne National Laboratory yang berafiliasi dengan University of Chicago, tim mempelajari sejenis bahan di mana teramati superkonduktivitasnya pada suhu sekitar -23 derajat Celcius. Sebuah lonjakan prestasi sekitar 50 derajat dibandingkan dengan rekor sebelumnya yang telah dikonfirmasi.
Meskipun superkonduktivitas terjadi di bawah tekanan yang sangat tinggi, hasilnya masih merupakan langkah besar menuju penciptaan superkonduktivitas pada suhu kamar — tujuan akhir bagi para ilmuwan untuk dapat menggunakan fenomena ini untuk teknologi canggih.
Vitali Prakapenka, seorang profesor riset di University of Chicago, dan Eran Greenberg, seorang sarjana postdoctoral di University of Chicago, adalah rekan penulis penelitian ini. Hasilnya diterbitkan di jurnal Nature.
Sama seperti kawat tembaga menghantarkan listrik yang lebih baik daripada tabung karet, beberapa jenis material lebih baik saat menjadi superkonduktif, suatu keadaan yang didefinisikan oleh dua sifat utama: Bahan ini menawarkan hambatan nol terhadap arus listrik dan tidak dapat ditembus oleh medan magnet. Potensial kegunaannya sangat besar seperti : penggunaan kabel listrik tanpa mengurangi arus, superkomputer yang sangat cepat dan kereta levitasi magnetik yang efisien.
Tetapi para ilmuwan sebelumnya hanya mampu membuat bahan superkonduktor ketika bahan tersebut didinginkan pada suhu yang sangat dingin — pada awalnya, minus 240 derajat Celcius dan yang terakhir sekitar minus 73 derajat Celcius. Karena proses pendinginan semacam itu sangatlah mahal, sehingga membatasi penerapannya secara luas di dunia nyata.
Prediksi teoritis baru-baru ini menunjukkan bahwa sejenis bahan baru hidrida superkonduktor dapat membuka jalan bagi superkonduktivitas pada suhu yang lebih tinggi. Para peneliti di Institut Max Planck untuk Kimia di Jerman bekerja sama dengan para peneliti University of Chicago untuk membuat salah satu dari bahan ini, yang dikenal dengan lanthanum superhydride, menguji superkonduktivitasnya, dan menentukan struktur berikut komposisinya.
Para ilmuwan membombardir sampel bahan superkonduktor baru dengan sinar-X untuk mempelajari strukturnya. Fluoresensi sinar-X menciptakan warna kehijauan pada sampel (tengah). Credit: Drozdov et al.
Satu-satunya hambatan dari penggunaan bahan ini adalah perlu ditempatkan di bawah tekanan yang sangat tinggi — antara 150 hingga 170 gigapascal, lebih dari satu setengah juta kali dari tekanan di permukaan laut. Hanya di bawah kondisi tekanan tinggi inilah material — ukuran sampel hanya beberapa mikron — memperlihatkan superkonduktivitas pada rekor suhu terbarunya.
Faktanya, bahan tersebut menunjukkan tiga dari empat karakteristik yang diperlukan untuk membuktikan sebuah superkonduktivitas: menurunkan hambatan listriknya, menurunkan temperatur kritisnya di bawah medan magnet luar dan menunjukkan perubahan suhu ketika beberapa elemen diganti dengan isotop yang berbeda. Karakteristik keempat, yang disebut efek Meissner, di mana bahan tersebut mengeluarkan medan magnet, tidak terdeteksi. Itu karena jumlah bahannya sangat kecil sehingga efeknya tidak dapat diamati, kata para peneliti.
Mereka menggunakan Advanced Photon Source di Argonne National Laboratory, yang menyediakan sinar-X, energi tinggi ultra-terang yang memungkinkan terobosan dalam segala hal, mulai dari baterai yang lebih baik hingga memahami interior di kedalaman Bumi untuk menganalisis material.
Dalam percobaan tersebut, para peneliti di Pusat Sumber Radiasi Tingkat Lanjut Universitas Chicago menekan sampel berukuran kecil dari bahan tersebut di antara dua berlian kecil untuk mengerahkan tekanan yang dibutuhkan, kemudian menggunakan berkas sinar-X untuk menyelidiki struktur dan komposisinya.
Karena suhu yang digunakan untuk melakukan percobaan berada dalam kisaran normal dari kebanyakan tempat di dunia, yang membuat tujuan akhir dari suhu ruangan — atau setidaknya 0 derajat Celcius — tampak dalam jangkauan.
Tim terus berkolaborasi untuk menemukan bahan baru yang dapat menciptakan superkonduktivitas dalam kondisi yang lebih masuk akal.