BAGIKAN
[Capri23auto / Pixabay]

Dalam setiap racun yang dimiliki oleh serangga seperti tawon dan lebah, terdapat senyawa yang melimpah yang dapat membunuh bakteri. Sayangnya, kebanyakan dari senyawa ini juga beracun bagi manusia, sehingga menjadi mustahil untuk menggunakannya sebagai obat antibiotik.

Sebagai bagian dari pertahanan kekebalan tubuh, kebanyakan organisme termasuk manusia telah menghasilkan senyawa yang disebut sebagai peptida yang dapat membunuh bakteri. Dengan kemunculan bakteri yang kebal terhadap antibiotik, para ilmuwan telah banyak yang mencoba untuk menyesuaikan peptida ini sebagai obat baru yang potensial.

Setelah melakukan sebuah studi secara sistematis terhadap berbagai sifat antimikroba dari sejenis racun yang biasanya ditemukan pada tawon Amerika Selatan, para peneliti di MIT kini telah menciptakan varian peptida yang ampuh dalam melawan bakteri namun aman bagi sel manusia. Peptida yang dimaksud adalah Polybia paulista yang diisolasi dari seekor tawon.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap tikus, para peneliti telah menemukan bahwa peptida terkuat tersebut sepenuhnya dapat memusnahkan Pseudomonas aeruginosa, galur (strain) bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada pernafasan, kandung kemih dan berbagai penyakit lainnya, namun kebal terhadap sebagian besar antibiotik.

“Kami telah mengubah molekul beracun menjadi molekul yang layak untuk mengobati infeksi,” kata Cesar de la Fuente-Nunez dari MIT. “Dengan menganalisis secara sistematis struktur dan fungsi peptida ini, kami dapat menyesuaikan sifat-sifat dan aktivitasnya.”

De la Fuente-Nunez, Marcelo Der Torossian Torres dan timnya dari MIT telah mempublikasikan hasil pekerjaan mereka di jurnal Nature Communications Biology.

Peptida ini cukup kecil – hanya terdiri dari 12 asam amino – yang diyakini para peneliti akan layak untuk membuat beberapa varian peptida dan mengujinya untuk mengetahui apakah memungkinkan untuk membuatnya lebih ampuh terhadap mikroba tapi kurang berbahaya bagi manusia.

Peptida yang berasal dari racun ini dipercaya dapat membunuh mikroba dengan merusak membran sel dari bakteri melalui struktur heliks alfa, yang dikenal sangat berinteraksi terhadap membran sel.

Pada fase pertama penelitian mereka, para peneliti menciptakan beberapa lusin varian peptida asli dan kemudian mengukur bagaimana perubahan tersebut memengaruhi struktur heliks peptida dan hidrofobiknya, yang juga membantu menentukan seberapa ampuh peptida berinteraksi dengan membran.

Untuk mengukur keampuhan dari peptida, para peneliti memaparkannya pada sel-sel embrio ginjal manusia yang ditumbuhkan pada cawan di laboratorium. Sehingga mereka dapat memilih peptida yang paling menjanjikan untuk diuji pada tikus yang telah terinfeksi Pseudomonas aeruginosa. Hasilnya, mereka menemukan bahwa beberapa peptida dapat mengurangi infeksi. Salah satu dari peptida tersebut saat diberikan dengan dosis tinggi, bisa memusnahkan secara sepenuhnya.

“Setelah empat hari, senyawa itu dapat sepenuhnya menghilangkan infeksi, dan itu cukup mengejutkan dan menggairahkan karena kita tidak melihat secara khusus dengan antimikroba eksperimental atau antibiotik lain yang telah kami uji di masa lalu dengan model tikus khusus ini,” kata de la Fuente-Nunez.

Para peneliti telah mulai membuat varian tambahan yang mereka harap akan dapat membersihkan infeksi pada dosis yang lebih rendah.

“Saya pikir beberapa prinsip yang telah kami pelajari di sini dapat diterapkan pada peptida lain yang serupa yang berasal dari alam,” katanya.