Jika anda mungkin sering mendengar istilah KONDOTEL, istilah dimana pihak developer menawarkan kondominium kepada anda sebagai wahana investasi. Apabila anda setuju untuk berinvestasi maka pada waktu bersamaan kondominium itu anda serahkan kepada developer untuk dikelola sebagai Kondotel. Di samping itu anda bisa juga gunakan kondotel itu untuk berlibur dan bisa juga dapatkan income bila tidak sedang di gunakan. Seiring berlalunya waktu anda mendapatkan revenue dari kondotel tersebut, sementara asset tetap atas nama anda sampai kapanpun. Kalau suatu saat anda butuh uang, anda berhak untuk menjualnya dengan harga pasar. Yang menarik adalah selalu harga beli selalu lebih murah dari harga pasar. Jadi bagaimanapun tetap untung. Jadi anda dapat revenue dari pengelolaan Kondotel dan juga dapat untung ketika di jual. Developer dapat apa ? Mereka dapat bagi hasil atas hak kelola kondotel dan juga dapat fee bila anda menjual kondotel.
Begitu juga dengan kasus pembiayaan pembelian pesawat yang di lakukan oleh Lion Air.
Bagaimana skemanya?
1.Sebagai perusahaan pemilik izin operasi penerbangan, Lion menawarkan kerjasama investasi kepada investor. Investor itu bukan satu tapi beberapa investor. Yang ditawarkan oleh Lion adalah A. Harga pesawat lebih murah dibandingkan beli dari agent. Kok bisa? ya karena Lion beli banyak tentu dengan harga pabrik dan belinya langsung ke prinsipal. B. Pada waktu bersamaan Lion juga tawarkan jasa kelola pesawat tersebut dengan kondisi yang disepakati bersama. Jadi semacam sales and leaseback. Bagaimana investor bisa percaya? Lion memberikan akses kepada investor untuk mengetahui setiap waktu jumlah seat terjual atas pesawat yang dimiliki oleh investor, Jadi transparans. C. Investor hanya akan bayar setelah pesawat diserahkan oleh pabrikan. Semua biaya dan proses sebelum delivery menjadi tanggung jawab Lion. Secure kan. Disini tidak ada istilah investasi bodong. Bayar sesuai janji.
2. Setelah jumlah investor terkumpul sesuai sejumlah pesawat yang akan dibeli maka Lion mengajukan pinjaman ke bank. Pinjaman ini tentu tidak berhubungan dengan neraca perusahaan LION. Mengapa ? Secara akuntansi perusahaan sekelas LION tidak kualified untuk pembelian ratusan pesawat. Sehingga, diterapkan Non Recourse loan atas nama perusahaan cangkang (offshore). Artinya, hutang atas pembelian pesawat itu dijamin oleh Pesawat itu sendiri. Kenapa bank bisa percaya? Di tahap ini sudah ada jaminan dari para investor yang segera membayar setelah delivery. Jadi uang dari investor akan mengalir langsung ke rekening hutang lion di bank. Bank aman dan investor juga aman.
3. Namun masalahnya tidak sesederhana itu. Karena sesuai aturan bank tidak mungkin memberikan Non Recourse loan kalau belum ada sales and purchase agreement. Untuk penandatanganan akad sales and purchase agreement dimaksud, pihak LION harus membayar uang muka yang diperkirakan berkisar 20-50% dari nilai pesawat bersih. Dari mana asal DP itu? Disini LION menggunakan skema back to back atas komitment dari para investor. Atas dasar itu Purchase agreement dibuat dengan ketentuan bahwa DP di biayai oleh Bank Export Import dimana pabrikasi pesawat itu berada. Kenapa bisa? Karena ini sifatnya hanya bridging. Artinya setelah purchase agreement ditanda tangani, pihak bank akan memberikan Non recourse loan kepada LION. Ditambah lagi kewajiban negara dimanapun untuk membantu pabrikan mendapatkan fasilitas pembiayaan atas kontrak penjualan berkaitan dengan Ekspor. Disini Masalah DP selesai.
Dengan skema tersebut maka LION bisa terus mengembangkan usahanya. Lalu dari mana pendapatan Lion?