Cara yang digunakan dalam beberapa irigasi sawah yang telah dikelola di seluruh dunia, yaitu dengan siklus basah diikuti oleh periode kering, dapat menyebabkan dua kali polusi gas rumah kaca yang dapat memanaskan planet seperti yang diduga sebelumnya, menurut para peneliti.
Karena beras adalah bahan pokok utama bagi setidaknya setengah dari tujuh miliar manusia di dunia, cara pengelolaannya memiliki dampak signifikan terhadap iklim pemanasan Bumi, menurut laporan dalam jurnal Proceeding National Academy of Sciences.
Untuk penelitian ini, para peneliti non-profit di Environmental Defense Fund meneliti lebih dekat terhadap emisi nitrogen oksida (N2O), polutan atmosfer yang tahan lama dan lebih kuat daripada metana maupun karbon dioksida.
N2O menguap ketika sawah dibiarkan mengering sebelum dibasahi lagi.
Proses ini, disebut irigasi intermitten – atau pengairan berselang, dilakukan ketika jumlah air berkurang di bawah tingkat tanah beberapa kali per tahun.
Hal ini didorong oleh beberapa organisasi pertanian yang berafiliasi dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai cara dalam menghemat air dan mengurangi gas metana, gas rumah kaca utama lainnya yang dipancarkan oleh pesawahan. Masih belum jelas berapa banyak petani yang melakukannya.
“Ketika tanah sering dibasahi dan dikeringkan, maka lahan pertanian berulang kali menjadi lingkungan ideal bagi mikroba yang menghasilkan nitro oksida,” jelas penulis utama Kritee, ilmuwan senior di EDF.
Namun, “Metana di sisi lain diproduksi oleh mikroba yang mengharuskan tanah terendam oleh air,” katanya kepada AFP melalui email.
Kondisi lahan sawah yang tergenang menyebabkan terjadinya emisi gas metana. Kondisi yang selalu tergenang membentuk lingkungan yang memiliki kadar oksigen rendah (kurang dari 20%) sehingga bakteri anaerobik menghasilkan gas metana dalam menguraikan bahan organik yang dihasilkan dari pelapukan akar padi sawah. Penggenangan tanah pada lahan sawah menyebabkan pembentukan metana melalui dekomposisi anaerobik.
Secara luas diasumsikan bahwa “hampir semua pertanian beririgasi di dunia terus dibanjiri dan itu adalah fakta bahwa pertanian yang terus-menerus berlimpah air tidak menghasilkan nitrogen oksida dalam jumlah yang signifikan,” tambahnya.
Tetapi tidak benar jika semua pertanian harus terus dibanjiri.
Itu sebabnya Kritee mengatakan “dampak penuh dari pertanian padi telah diremehkan secara signifikan.”
Saat ini, jumlah emisi N2O global yang tidak terhitung dari produksi padi mungkin setinggi pencemaran iklim tahunan dari sekitar 200 pembangkit listrik batubara, menurut para penulis.
Di India sendiri, di mana penelitian dilakukan di lima sawah dengan cara irigasi berselang, emisi nitrogen oksidanya “bisa menjadi 30-45 kali lebih tinggi daripada yang dilaporkan akibat pengairan secara terus menerus,” para peneliti memperkirakan.
Secara keseluruhan, mereka menghitung bahwa nitrogen oksida per hektar adalah tiga kali lebih tinggi daripada yang pernah dilaporkan oleh penelitian pada pertanian irigasi berselang sebelumnya .
“Ketika informasi baru ini diekstrapolasi di seluruh dunia dan dimasukkan ke dalam perkiraan emisi metana, dampak iklim dari kedua gas rumah kaca, metana dan nitrogen oksida bisa dua kali lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya,” kata Kritee.
Para ahli mengatakan cara yang lebih baik untuk semua petani padi yang beririgasi adalah untuk mengairi sawah mereka secara terukur dan terkendali, yaitu tetap menjaga air dalam ketinggian lima hingga tujuh sentimeter dari permukaan tanah.
“Aturan pengairan seperti ini menghasilkan metana dan nitrogen oksida paling sedikit,” kata Kritee.
Sampai sekarang, N2O dari penanaman padi tidak dilacak dalam skala yang luas, dan ditinggalkan dari persediaan gas rumah kaca yang dilaporkan ke PBB oleh negara-negara penghasil beras utama termasuk Cina dan India.
Tetapi karena air menjadi langka di seluruh dunia, banyak petani padi mungkin melihat siklus basah dan kering sebagai solusi, namun tidak mengetahui bahaya yang bakal mereka hadapi oleh planet ini.
Untuk menghindarinya, para ilmuwan membutuhkan pelacakan dan pelaporan N2O yang lebih baik di seluruh dunia, kata EDF.