BAGIKAN
(James Morgan/Business Insider)

Bukti bahwa manusia dapat beradaptasi secara genetik dengan menyelam telah diidentifikasi untuk pertama kalinya pada Suku Bajo. Bukti menunjukkan bahwa orang Bajo, sebuah kelompok masyarakat yang berasal dari daerah Indonesia, memiliki limpa yang bertambah besar secara genetik yang memungkinkan mereka menyelam bebas hingga kedalaman 70 meter tanpa menggunakan alat bantu pernapasan.

Sebelumnya telah dihipotesiskan bahwa limpa memainkan peran penting dalam memungkinkan manusia untuk menyelam bebas dalam waktu yang lama, tetapi hubungan antara ukuran limpa dengan kapasitas penyelaman belum pernah dianalisa pada manusia hingga pada tingkat genetik.

Temuan-temuan tersebut yang diterbitkan dalam jurnal penelitian Cell, bisa juga memiliki implikasi medis dalam kaitannya dengan kondisi yang dikenal sebagai Hipoksia Akut, yang dapat menyebabkan komplikasi dalam perawatan medis darurat.

Selama lebih dari 1000 tahun orang Bajo, yang dikenal sebagai ‘Pengembara Laut’, telah melakukan perjalanan di laut Asia Tenggara di rumah-rumah dan mengumpulkan makanan dengan menyelam bebas menggunakan tombak. Sekarang menetap di sekitar pulau-pulau di Indonesia, mereka terkenal di seluruh wilayah karena kemampuan menahan nafas mereka yang luar biasa.

Anggota Bajo dapat menyelam hingga 70m dengan menggunakan tidak lebih dari satu set pemberat dan sepasang kacamata kayu. Karena mereka tidak pernah menyelam secara kompetitif, tidak pasti berapa lama orang Bajo dapat bertahan di bawah air, tetapi salah satu dari mereka mengatakan kepada peneliti Melissa Ilardo bahwa dia pernah menyelam selama 13 menit berturut-turut.

Ilardo, penulis pertama paper, menduga bahwa orang Bajo dapat beradaptasi secara genetis pada limpa sebagai hasil dari gaya hidup pemburu-pengumpul laut mereka, berdasarkan temuan pada mamalia lain.

“Tidak banyak informasi di luar sana tentang limpa manusia dalam hal fisiologi dan genetika,” katanya, “tetapi kita tahu bahwa anjing laut menyelam di kedalaman, sebagaimana anjing laut Weddell, memiliki limpa besar yang tidak proporsional. Saya berpikir bahwa jika seleksi bertindak pada anjing laut memberi mereka limpa yang lebih besar, itu bisa berpotensi melakukan hal yang sama pada manusia.”

Limpa memainkan peran sentral dalam memperpanjang waktu menyelam bebas karena merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai respons penyelaman manusia. Ketika tubuh manusia tenggelam di bawah air dingin, bahkan untuk waktu yang singkat, respons ini dipicu sebagai metode untuk membantu tubuh bertahan hidup di lingkungan yang kekurangan oksigen. Denyut jantung melambat, pembuluh darah di ekstremitas menyusut untuk mempertahankan darah pada organ vital, dan limpa berkontraksi.

Kontraksi limpa ini menciptakan dorongan oksigen dengan mengeluarkan sel darah merah yang beroksigen ke dalam sirkulasi dan telah ditemukan untuk menyediakan peningkatan oksigen hingga 9% , sehingga memperpanjang waktu selam.

Untuk mendapatkan bukti dari penelitian ini, Melissa Ilardo menghabiskan beberapa bulan di Jaya Bakti, Indonesia mengambil sampel genetik dan melakukan pemindaian ultrasound dari limpa, baik dari Bajo dan tetangga mereka yang tinggal di darat, Saluan.

Hasilnya diurutkan di Universitas Kopenhagen dan jelas menunjukkan bahwa Bajo memiliki ukuran limpa rata-rata 50% lebih besar daripada Saluan. Limpa yang membesar juga terlihat pada orang Bajo non-menyelam serta mereka yang secara teratur bebas menyelam.

Seorang penyelam Bajo berburu ikan di bawah air menggunakan tombak tradisional. [Credit: University of Cambridge]

Tim peneliti internasional, yang dipimpin oleh para akademisi dari Universitas Kopenhagen, Cambridge dan Berkeley, oleh karenanya mengeliminasi kemungkinan bahwa limpa yang lebih besar hanyalah respon plastik terhadap menyelam dan mulai menyelidiki data genetika Bajo. Mereka menemukan bahwa anggota Bajo memiliki gen yang disebut PDE10A yang tidak dimiliki Saluan. Diperkirakan bahwa gen PDE10A mengontrol kadar hormon tiroid T4.

“Kami percaya bahwa pada penduduk Bajo mereka memiliki adaptasi yang meningkatkan kadar hormon tiroid dan karenanya meningkatkan ukuran limpa mereka,” kata Melissa Ilardo. “Telah diperlihatkan pada tikus bahwa hormon tiroid dan ukuran limpa terhubung. Jika Anda mengubah tikus secara genetis menjadi tidak memiliki hormon tiroid T4, ukuran limpa mereka akan berkurang secara drastis, tetapi efek ini sebenarnya dapat dikembalikan dengan suntikan T4.”

Ini adalah pertama kalinya adaptasi genetik untuk menyelam telah dilacak pada manusia. Ilardo menambahkan, “sampai sekarang telah sepenuhnya tidak diketahui apakah populasi Pengembara Laut beradaptasi secara genetis dengan gaya hidup ekstrim mereka. Satu-satunya sifat yang dipelajari sebelumnya adalah visi bawah laut yang superior dari anak-anak Thai Sea Nomad, namun ini terbukti menjadi respon plastik terhadap pelatihan, dan dapat direplikasi dalam kelompok Eropa.”


Seorang penyelam Bajo memburu ikan di bawah air menggunakan tombak tradisional. Selama lebih dari 1.000 tahun orang Bajo telah mengumpulkan makanan dengan menyelam bebas dengan tombak. [Credit: Melissa Ilardo]

Studi ini juga memiliki implikasi untuk dunia penelitian medis. Respons penyelaman manusia mensimulasikan kondisi hipoksia akut di mana jaringan tubuh mengalami penipisan oksigen yang cepat. Ini adalah penyebab utama untuk komplikasi dalam perawatan darurat dan sebagai hasilnya sudah menjadi subyek dari beberapa studi genetika, khususnya dalam kaitannya dengan kelompok orang yang hidup di ketinggian.

Mempelajari penghuni laut seperti Bajo memiliki potensi besar untuk meneliti hipoksia akut dengan cara baru. “Ini adalah pertama kalinya kami benar-benar memiliki sistem seperti itu pada manusia untuk dipelajari,” kata Dr Rasmus Nielsen. “Ini akan membantu kita membuat hubungan antara genetika dan respon fisiologis terhadap hipoksia akut. Ini adalah eksperimen hipoksia yang dibuat alam untuk kita dan memungkinkan kita untuk mempelajari manusia dengan cara yang tidak bisa kita lakukan di laboratorium.”

Temuan ini membuka kemungkinan penelitian lebih lanjut pada populasi suku Pengembara Laut lainnya seperti populasi Thai Moken dan Haenyeo penyelam wanita Jeju di Korea Selatan. Mempelajari kelompok-kelompok orang yang sama dapat memberi lebih banyak cahaya pada sifat hubungan antara fisiologi manusia dan adaptasi genetik dengan gaya hidup ekstrem, dan memperjelas apakah adaptasi genetik ini telah berkembang secara terpisah.