BAGIKAN
Credit: University of Cambridge

Hampir setiap bintang – seperti Matahari – memilki paling tidak sebuah planet yang mengorbitnya. Saat sebuah bintang masih baru terbentuk atau masih muda, ia akan dikelilingi oleh gas dan debu yang berputar membentuk cakram. Dalam kurun waktu selanjutnya, disebabkan oleh pengaruh gravitasi, gas-gas beserta elemen lainnya saling bertabrakan lalu menggumpal menjadi padatan dan membentuk sebuat planet baru. Akumulasi material untuk membentuk planet dengan cara ini disebut akresi. Sehingga pembentukan planet berukuran raksasa tidak terjadi di jarak terdekat dengan Bintang induknya.

Para peneliti telah mengidentifikasi sebuah bintang yang masih muda dengan empat buah planet seukuran Jupiter dan Saturnus yang berada di orbitnya, untuk pertama kalinya sebuah sistem yang masih muda memiliki planet berukuran besar yang telah terdeteksi dalam jumlah banyak. Sistem ini juga telah menetapkan rekor baru untuk jarak orbitnya paling ekstrim yang pernah diamati: planet terluar berjarak lebih dari seribu kali lebih jauh dibandingkan dengan planet yang paling dekat dengan bintangnya – sebagai perbandingan : Pluto berjarak 102 kali dari Matahari dibandingkan Merkurius – karena fakta-fakta tersebut, menimbulkan pertanyaan menarik tentang bagaimana sistem semacam itu bisa terbentuk.

Bintang itu baru berusia dua juta tahun – masih ‘balita’ secara astronomi – dan dikelilingi oleh piringan besar berupa debu dan es. Piringan ini, yang dikenal sebagai cakram protoplanet [semacam cakram akresi yang terbentuk di sekitar bintang muda yang baru terbentuk], adalah tempat bagi berbagai planet, bulan, asteroid, dan objek-objek astronomi lainnya yang membentuk sistem perbintangan.

Bintang itu dikenal luar biasa karena memiliki apa yang disebut sebagai Jupiter panas [Jupiter panas adalah sebuah planet besar secara fisik mirip dengan Jupiter yang mengorbit sangat dekat dengan bintang induknya] yang ditemukan pertama berada di sekitar bintang muda tersebut. Meskipun Jupiter panas adalah tipe planet ekstrasurya pertama yang ditemukan, keberadaannya telah lama membingungkan para astronom karena sering dianggap terbentuk dalam posisi yang ‘terlalu dekat’ dengan bintang induknya. Planet jenis ini seharusnya tidak ada menurut model pembentukan planet saat ini, karena gas raksasa tidak dapat terbentuk jika berdekatan dengan bintang induknya – gravitasi, radiasi dan badai bintang dapat menghalangi penggabungan gas.

Sekarang, tim peneliti yang dipimpin oleh Universitas Cambridge telah menggunakan Atacama Large Millimeter / submillimeter Array (ALMA) untuk mencari planet ‘kembar’ yang setara dengan Jupiter-panas yang masih bayi ini. Hasil dari pencitraan teleskop tersebut mengungkap tiga buah celah berbeda terdapat di dalam cakram, yang menurut pemodelan teoritis mereka, kemungkinan besar disebabkan oleh tiga buah planet raksasa yang juga mengorbit pada bintang muda tersebut. Hasil dari pengamatan mereka telah dilaporkan dalam The Astrophysical Journal Letters.

Bintang yang masih bayi ini dinamakan ‘CI Tau’, terletak sekitar 500 tahun cahaya di kawasan ‘pembibitan’ galaksi yang sangat produktif. Empat planetnya sangat berbeda di dalam orbitnya: yang paling dekat (Jupiter panas) setara dengan orbit Merkurius, sedangkan pada orbit yang lebih jauh, tiga kali lebih besar daripada Neptunus. Kedua planet yang paling jauh dari bintang adalah seukuran Saturnus, sedangkan dua planet yang paling dekat masing-masing sekitar satu dan 10 kali ukuran Jupiter.

Penemuan ini menimbulkan banyak pertanyaan bagi para astronom. Sekitar 1% dari bintang dihuni oleh Jupiter panas, tetapi sebagian besar Jupiter panas yang telah diketahui usianya ratusan kali lebih tua dari CI Tau. “Saat ini tidak mungkin untuk mengatakan apakah arsitektur planet ekstrem yang terlihat pada CI Tau adalah hal yang umum dalam sistem Jupiter panas sebagaimana cara planet-planet ini terdeteksi – melalui efeknya pada piringan protoplanet – tidak akan berfungsi pada sistem yang lebih tua yang tidak lagi memiliki piringan protoplanet,” kata Profesor Cathie Clarke dari Cambridge’s Institute of Astronomy, penulis pertama studi ini. Karena sistem protoplanet adalah untuk sistem perbintangan yang masih muda, namun berdasarkan observasi yang telah dilakukan, berdasarkan ukuran dan urutan dari planet-planetnya, diperkirakan sistem perbintangan tidak akan berfungsi, ini yang menjadikan hal yang tidak biasa bagi para ilmuwan.

Menurut para peneliti, juga tidak jelas apakah planet-planet kembaran tersebut memainkan peran dalam menggerakkan planet terdalam di orbit terdekatnya, dan apakah ini adalah mekanisme yang bekerja untuk membuat Jupiter panas pada umumnya. Dan misteri lebih lanjut adalah bagaimana dua planet terluar dapat terbentuk sama sekali.

“Model pembentukan planet cenderung berfokus pada kemampuan untuk membuat jenis planet yang telah diamati, sehingga penemuan baru tidak selalu sesuai dengan model,” kata Clarke. “Massa planet Saturnus seharusnya terbentuk dengan terlebih dahulu mengumpulkan inti padat dan kemudian menarik lapisan gas di atasnya, tetapi proses ini seharusnya sangat lambat pada jarak yang jauh dari bintang. Kebanyakan model akan berjuang untuk membuat planet-planet dari massa ini pada jarak ini.”

Tugas ke depan adalah mempelajari sistem yang membingungkan ini di beberapa panjang gelombang untuk mendapatkan lebih banyak petunjuk tentang sifat-sifat cakram dan planet-planetnya. Sementara itu, ALMA – teleskop pertama dengan kemampuan pencitraan dalam pembuatan planet – kemungkinan akan membuang kejutan lebih lanjut dalam sistem lain, membentuk kembali gambaran kita tentang bagaimana sistem planet terbentuk.