BAGIKAN
(Credit: Louis Reed)

PFAS (Perfluoroalkil dan Polifluoroalkil) adalah bahan kimia yang sulit untuk diuraikan, hingga mendapat julukan sebagai “bahan kimia selamanya”. Sekarang, paraa ilmuwan menemukan solusi untuk mengatasinya, dengan bahan dan cara yang lebih sederhana.

Bahan yang sering digunakan sebagai zat antilengket dan anti air, sudah dimanfaatkan sejak tahun 1940-an. Terutama dalam berbagai manufaktur untuk produksi peralatan sehari-hari. Misalnya digunakan untuk menjaga makanan agar tidak menempel pada kemasan atau peralatan masak, membuat pakaian dan karpet tahan terhadap noda, dan membuat busa pemadam kebakaran yang lebih efektif.

Molekul PFAS memiliki rantai atom karbon dan fluor yang berikatan sangat kuat. Oleh karena itu, bahan kimia ini tidak mudah terdegradasi di lingkungan. Ia tahan oleh penguaraian bakteri, tidak terbakar oleh api dan air tidak bisa melarutkannya. Meskipun efek kesehatannya belum sepenuhnya dipahami, tapi kontaminasinya pada tubuh bisa membahayakan kesehatan. Juga pada hewan ternak, dan lingkungan.

“PFAS telah menjadi masalah sosial utama,” kata William Dichtel dari Northwestern, yang memimpin penelitian dalam sebuah pernyataan. “Meskipun hanya sedikit, sejumlah kecil PFAS menyebabkan efek kesehatan yang negatif, dan ia tidak terurai. Kami tidak bisa hanya menunggu masalah ini. Kami ingin menggunakan kimia untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan solusi yang dapat digunakan dunia. . Ini menarik karena betapa sederhananya — namun tidak diketahui — solusi kami.”

Dengan menggunakan suhu rendah dan bahan kimia yang umum dan murah, tim peneliti dari Universitas Northwestern mengembangkan proses yang menyebabkan dua kelas utama senyawa PFAS terputus ikatan kuatnya, dan menyisakan produk akhir yang tidak berbahaya.

Paparan PFAS sangat terkait dengan penurunan kesuburan, efek perkembangan pada anak-anak, peningkatan risiko berbagai jenis kanker, penurunan kekebalan untuk melawan infeksi dan peningkatan kadar kolesterol. Dengan mempertimbangkan efek kesehatan yang merugikan ini, Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) baru-baru ini menyatakan beberapa PFAS sebagai tidak aman, bahkan pada tingkat jejak.

“Baru-baru ini, EPA merevisi rekomendasinya untuk PFOA pada dasarnya menjadi nol,” kata Dichtel. “Itu menempatkan beberapa PFAS ke dalam kategori yang sama dengan timbal.”

Selama ini, PFAS dihancurkan pada suhu dan tekanan tinggi atau metode lain yang membutuhkan input energi yang besar.

“Di negara bagian New York, sebuah pabrik yang mengklaim membakar PFAS ditemukan melepaskan beberapa senyawa ini ke udara,” kata Dichtel.

“Senyawa itu dikeluarkan dari cerobong asap dan ke masyarakat setempat. Strategi lain yang gagal adalah mengubur senyawa di tempat pembuangan sampah. Ketika Anda melakukan itu, pada dasarnya Anda hanya menjamin bahwa Anda akan memiliki masalah 30 tahun dari sekarang karena itu akan perlahan-lahan keluar. Anda tidak menyelesaikan masalah. Anda hanya menendang kalengnya di jalan.”

Para peneliti menemukan bahwa PFAS memilki ekor panjang ikatan karbon-fluorin yang keras. Tetapi di salah satu ujung molekul, ada gugus bermuatan yang sering mengandung atom oksigen bermuatan. Tim Dichtel menargetkan kelompok utama ini dengan memanaskan PFAS dalam dimetil sulfoksida dann natrium hidroksida. Proses pemutusan kepala kelompok, meninggalkan ekor yang reaktif.

“Itu memicu semua reaksi ini, dan mulai memuntahkan atom fluor dari senyawa ini untuk membentuk fluorida, yang merupakan bentuk fluor paling aman,” kata Dichtel. “Meskipun ikatan karbon-fluorin sangat kuat, gugus kepala bermuatan itu adalah tumit Achilles (kelemahan).”

Menggunakan metode komputasi yang canggih, kolaborator Ken Houk di UCLA dan Yuli Li, seorang mahasiswa di Universitas Tianjin, mensimulasikan degradasi PFAS. Perhitungan mereka menunjukkan bahwa PFAS terurai oleh proses yang lebih kompleks dari yang diperkirakan.

Meskipun sebelumnya diasumsikan bahwa PFAS harus memecah satu karbon pada satu waktu, simulasi menunjukkan bahwa PFAS benar-benar menghancurkan dua atau tiga karbon sekaligus—penemuan yang cocok dengan eksperimen Dichtel dan Trang. Dengan memahami jalur ini, para peneliti dapat memastikan bahwa hanya produk yang tidak berbahaya yang tersisa.

Selanjutnya, tim Dichtel akan menguji efektivitas strategi barunya pada jenis PFAS lainnya. Dalam studi saat ini, mereka berhasil mendegradasi 10 asam perfluoroalkil karboksilat (PFCA) dan asam perfluoroalkil eter karboksilat (PFECA), termasuk asam perfluorooctanoic (PFOA) dan salah satu penggantinya yang umum, yang dikenal sebagai GenX—dua senyawa PFAS yang paling menonjol. EPA AS, bagaimanapun, telah mengidentifikasi lebih dari 12.000 senyawa PFAS.

“Pekerjaan kami membahas salah satu kelas PFAS terbesar, termasuk banyak yang paling kami khawatirkan,” katanya. “Ada kelas lain yang tidak memiliki tumit Achilles yang sama, tetapi masing-masing akan memiliki kelemahannya sendiri. Jika kita dapat mengidentifikasinya, maka kita tahu cara mengaktifkannya untuk menghancurkannya.”

Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Science.