BAGIKAN
Bakteri diambil dari sumber air panas ini di wilayah El Tatio di Chili utara. Credit: Yaroslav Ispolatov

Bakteri dapat melakukan perjalanannya hingga ribuan kilo meter melalui udara di seluruh dunia daripada menumpang pada manusia dan hewan, menurut Rutgers University dan para ilmuwan lainnya. Hipotesis “jembatan udara” mereka dapat menjelaskan bagaimana bakteri berbahaya berbagi gen resistensi antibiotiknya.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa dipastikan ada semacam mekanisme di seluruh planet yang memastikan pertukaran bakteri di antara berbagai tempat yang jauh jaraknya,” kata penulis senior Konstantin Severinov, peneliti utama dari Rutgers University-New Brunswick .

“Karena bakteri yang kami pelajari hidup di dalam air yang sangat panas – sekitar 71 derajat Celcius – di tempat-tempat terpencil, yang tidak mungkin untuk membayangkan hewan, burung, atau manusia yang mengangkutnya,” kata Severinov. “Mereka pasti terbawa oleh udara dan perpindahan ini pasti sangat luas sehingga bakteri di tempat-tempat terpencil berbagi karakteristiknya yang lazim.”

Severinov dan peneliti lain mempelajari “memori molekular” bakteri saat pertemuannya dengan virus, melalui memori yang tersimpan dalam DNA bakteri, menurut sebuah studinya yang dipublikasikan di jurnal Philosophical Transactions of the Royal Society B.

Bakteriofag – virus yang menyerang bakteri – adalah bentuk kehidupan yang paling melimpah dan ada di mana-mana di planet ini, menurut studi tersebut. Virus memiliki pengaruh besar pada populasi mikroba, struktur komunitas dan evolusi.

Para ilmuwan mengumpulkan bakteri Thermus thermophilus yang menyukai-panas di kerikil panas di Gunung Vesuvius dan mata air panas di Gunung Etna di Italia; sumber air panas di wilayah El Tatio di Chili utara dan wilayah Termas del Flaco di Chili selatan; dan sumber air panas di kaldera Uzon di Kamchatka, Rusia.

Mata air panas di wilayah El Tatio di Chili utara. Credit: Yaroslav Ispolatov

Di dalam sel bakteri yang terinfeksi oleh virus, memori molekulernya disimpan di daerah khusus DNA bakteri yang disebut susunan CRISPR. Sel-sel yang selamat dari infeksi menerukan memorinya – potongan kecil DNA virus – kepada keturunannya. Urutan memori ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengikuti sejarah interaksi antara bakteri dengan virus dari waktu ke waktu.

Awalnya, para ilmuwan berpikir bahwa bakteri dari spesies yang sama yang hidup di sumber air panas yang terpisah ribuan kilo meter – dan karena itu terisolasi satu sama lain – akan memiliki memori yang sangat berbeda dari pertemuannya dengan virus. Itu karena semua bakteri dipastikan memiliki riwayat infeksi virus yang independen. Para ilmuwan juga berpikir bahwa bakteri pasti telah berevolusi sangat cepat dan menjadi berbeda, mirip dengan burung kutilang yang terkenal yang diamati Charles Darwin di Kepulauan Galapagos.

“Namun, apa yang kami temukan adalah bahwa ada banyak memori bersama – potongan-potongan identik dari DNA virus yang disimpan dalam urutan yang sama dalam DNA bakteri dari sumber air panas yang jauh,” kata Severinov. “Analisis kami dapat menginformasikan studi ekologis dan epidemiologis bakteri berbahaya yang secara global berbagi gen resistensi antibiotik dan juga dapat tersebar melalui udara, bukan oleh manusia.”

Para ilmuwan ingin menguji hipotesis ‘jembatan udara’ mereka dengan mengambil sampel udara di berbagai ketinggian dan lokasi di seluruh dunia dan dengan mengidentifikasi bakteri di sana, katanya. Mereka akan membutuhkan pesawat, drone, atau balon penelitian.