BAGIKAN
[Credit: Department of Cell Signaling,TMDU]

Penelitian terbaru bagi terapi pengobatan osteoporosis 

Osteoporosis adalah penyakit yang biasa menyerang tulang yang menyebabkan tulang menjadi lemah dan rapuh. Pada saat tulang rapuh dan mengalami penurunan fungsi yang beresiko
menyebabkan tulang menjadi patah. Patah tulang akibat osteoporosis ini biasanya terjadi di lengan, tulang belakang atau pinggul, dan seringkali menyebabkan cacat seumur hidup. Wanita
yang berumur lebih dari 50 tahun mempunyai resiko tinggi terkena osteoporosis, disebabkan karena hilangnya hormon estrogen akibat menopause. Beberapa penelitian telah
menghubungkan tingkat estrogen dengan kesehatan tulang, tetapi hingga kini belum ada keterangan yang detil mengenai hal ini.

Peneliti di Tokyo Medical and Dental University (TMDU) telah menemukan bagaimana estrogen dan kerusakan tulang berhubungan secara molekular, di mana ke depannya bisa membuka jalan bagi pengobatan postmenopausal osteoporosis.

Tulang adalah jaringan yang sangat kompleks, terdiri matriks tulang – suatu area di dalam jaringan tulang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pengangkutan protein dan
mineral- yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas untuk menunjang gerakan tubuh. Tulang juga terdiri dari beberapa jenis sel khusus, salah satunya osteosit, yang membantu proses di dalam matriks tulang. Dalam perjalanan hidup seseorang, banyak faktor yang bisa mempengaruhi kesehatan struktur tulang, salah satunya adalah hormon kewanitaan, estrogen.

“Selama puluhan tahun terakhir ini, kita mengetahui bahwa estrogen memegang peranan penting dalam mempertahankan fungsi dari matriks tulang.” Peneliti Tomoki Nakashima dan
Hiroshi Takayanagi menjelaskan. “Bagaimana estrogen melakukannya, belum bisa dimengerti sepenuhnya. Laboratorium kami baru-baru ini menemukan bahwa proses pada matriks tulang dibantu oleh satu jenis protein yang disebut Sema3A, yang disekresikan oleh sel osteosit. Kami memperkirakan adanya hubungan mekanis antara estrogen dan Sema3A.”

Para peneliti juga menemukan bahwa jumlah serum protein (protein di dalam plasma darah) berkurang pada wanita perimenopause (dalam fase transisi menuju menopause), dan turun tajam ketika wanita telah mencapai masa menopause. Bagaimana hormon estrogen dan Sema3A saling berhubungan? Dan apa fungsi Sema3A di jaringan tulang?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, para peneliti melakukan pengujian pada tikus. Mereka mengangkat rahim dari tikus, yang kemudian berakibat hilangnya hormon estrogen dan massa tulang akan berkurang. Para peneliti mulai memberikan suplai hormon estrogen untuk kemudian meneliti fungsi dari Sema3A.

“Ketika kami menyingkirkan Sema3A dari dari osteoblas (sel pembentuk osteosit) pada tikus, kami menemukan bahwa estrogen dalam aliran darah tidak lagi bisa mencegah tulang untuk menjadi rapuh setelah proses pengangkatan rahim,” peneliti utama Mikihito Hayashi mengatakan. “Sebagai tambahan, kami menemukan bahwa Sema3A mengirimkan sinyal-sinyal
yang membuat sel osteosit tetap bertahan di dalam tikus-tikus tersebut. Hal ini membuat kami yakin bahwa Sema3A adalah kunci dalam hubungan mekanis antara estrogen dan kekuatan
tulang. Ketika wanita memasuki masa menopause dan mulai kehilangan hormon estrogen, maka jumlah Sema3A juga menurun, sel osteosit akan mati dan tulang akan kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan strukturnya.

Para peneliti berharap bahwa penemuan Sema3A sebagai kunci utama bagi kesehatan tulang dan berfungsi yang sebagai pengirim sinyal molekul yang mengontrol mekanisme jaringan
tulang bisa menjadi batu loncatan bagi penelitian selanjutnya untuk kesehatan tulang. Dan kedepannya bisa mengembangkan terapi terbaru yang lebih efektif untuk pengobatan
postmenopausal osteoporosis.

Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Cell Metabolism.