BAGIKAN
[Vitamin / Pixabay]

Untuk menghasilkan sebuah tanaman yang memiliki ketahanan terhadap kondisi kekeringan dan melawan serangan jamur salah satunya melalui upaya rekayasa genetika. Namun, diperlukan sebuah proses yang rumit dan memakan waktu di mana harus disesuaikan dengan spesies tanaman yang akan direkayasa tersebut.

Para peneliti dari MIT telah mengembangkan sebuah alat genetik yang dapat mempermudah dalam proses rekayasa tersebut. Teknik mereka, yang menggunakan nanopartikel untuk mengirimkan gen menuju kloroplas sel tanaman, telah berhasil diujicoba pada berbagai spesies tanaman yang berbeda, termasuk bayam dan sayuran lainnya. Strategi baru ini dapat membantu para ahli biologi tanaman untuk mengatasi kesulitan yang ditemui dalam memodifikasi tanaman secara genetik.

“Ini adalah mekanisme universal yang bekerja pada lintas spesies tanaman,” kata Michael Strano, dari MIT, tentang metode baru ini.

Beberapa tahun yang lalu, Strano dan rekan-rekannya menemukan bahwa dengan menyetel ukuran dan muatan listrik partikel nano, mereka dapat merancang partikel nano untuk menembus membran sel tanaman. Mekanisme ini, yang disebut sebagai lipid exchange envelope penetration (LEEP), memungkinkan mereka untuk membuat tanaman yang dapat memancarkan cahaya, dengan menanamkan partikel nano yang membawa luciferase, sebuah protein yang dapat memancarkan cahaya.

Tak lama setelah tim MIT melaporkan menggunakan LEEP untuk memasukkan nanopartikel ke dalam tanaman, ahli biologi tanaman mulai bertanya apakah itu dapat digunakan untuk merekayasa tanaman secara genetis, dan lebih khusus lagi, untuk memasukkan gen ke dalam kloroplas. Sel-sel tumbuhan memiliki lusinan kloroplas, sehingga menginduksi kloroplas (bukan hanya nukleus) untuk mengekspresikan gen bisa menjadi cara untuk menghasilkan jumlah protein yang diinginkan jauh lebih banyak.

“Membawa alat genetik ke berbagai bagian tanaman adalah sesuatu yang sangat diminati oleh para ahli biologi tanaman,” kata Strano. “Setiap kali saya memberikan ceramah kepada komunitas biologi tanaman, mereka sering bertanya apakah Anda bisa menggunakan teknik ini untuk mengirimkan gen menuju kloroplas.”

Namun, sampai sekarang sangat sulit bagi para ilmuwan untuk memasukkan gen ke dalam kloroplas: Satu-satunya teknik yang telah ada mengharuskan penggunaan “senjata gen” dengan tekanan tinggi untuk memaksa gen masuk ke dalam sel, tapi teknik ini dapat merusak tanaman dan tidak terlalu efisien.

Kloroplas, paling dikenal sebagai tempat terjadinya fotosintesis, mengandung sekitar 80 gen, yang merupakan kode untuk protein yang diperlukan untuk melakukan fotosintesis. Kloroplas juga memiliki ribosomnya sendiri, memungkinkannya untuk mengumpulkan protein di dalam kloroplas.

Menggunakan strategi baru mereka, tim MIT menciptakan nanopartikel yang terdiri dari tabung nano karbon yang dibungkus dengan kitosan, gula alami. DNA, yang bermuatan negatif, berikatan dengan tabung nano karbon bermuatan positif. Untuk mendapatkan nanopartikel ke dalam daun tanaman, para peneliti menerapkan jarum suntik yang tidak perlu diisi dengan larutan partikel ke sisi bawah permukaan daun. Partikel memasuki daun melalui pori-pori kecil yang disebut stomata, yang biasanya berfungsi dalam mengendalikan penguapan air.

Begitu masuk ke dalam daun, partikel nano melewati dinding sel tanaman, membran sel, dan kemudian membran ganda kloroplas. Setelah partikel masuk ke dalam kloroplas, lingkungan yang sedikit kurang asam dari kloroplas menyebabkan DNA dilepaskan dari nanopartikel. Setelah dibebaskan, DNA dapat diterjemahkan menjadi protein.

Mereka menemukan bahwa sekitar 47 persen sel tanaman menghasilkan protein, tetapi mereka percaya itu dapat ditingkatkan jika mereka dapat menghasilkan lebih banyak partikel.

Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah dapat digunakan pada banyak spesies tanaman. Dalam studi ini, para peneliti telah mengujinya pada bayam, selada air, tembakau, arugula, dan Arabidopsis thaliana, sejenis tanaman yang biasa digunakan dalam penelitian. Mereka juga menunjukkan bahwa teknik ini tidak terbatas pada tabung nano karbon dan berpotensi dapat diperluas ke berbagai jenis bahan nano lainnya.

Para peneliti berharap bahwa alat baru ini akan memungkinkan para ahli biologi tanaman untuk lebih mudah merekayasa berbagai sifat yang diinginkan pada sayuran dan tanaman. Sebagai contoh, para peneliti pertanian di Singapura dan di tempat lain tertarik untuk membuat sayuran dan tanaman berdaun yang dapat tumbuh dengan kepadatan lebih tinggi, untuk pertanian perkotaan. Kemungkinan lain termasuk membuat tanaman tahan kekeringan; tanaman rekayasa seperti pisang, jeruk, dan kopi agar tahan terhadap infeksi jamur; dan memodifikasi padi agar tidak menyerap arsenik dari air tanah.

Karena gen yang telah rekayasa hanya dibawa dalam kloroplas, yang diwarisi secara maternal, mereka dapat ditularkan ke keturunannya tetapi tidak dapat ditransfer ke spesies tanaman lain.

“Itu keuntungan besar, karena jika serbuk sari memiliki modifikasi genetik, itu dapat menyebar ke gulma dan Anda dapat membuat gulma yang tahan terhadap herbisida dan pestisida. Karena kloroplas diteruskan secara maternal, kloroplas tidak diloloskan melalui polen dan ada tingkat penahanan gen yang lebih tinggi,” kata Thomas Salim Lew dari MIT.

Studi ini telah dipublikasikan di Nature Nanotechnology.