Pada bulan September 1730, para prajurit yang mewakili Maharaja Abhai Singh tiba di Khejarli, desanya orang Bishnoi. Mereka diperintahkan untuk menebang pepohonan warga, untuk pembangunan istana baru. Bishnoi adalah sekte Hindu yang telah hidup di gurun Rajasthan India selama berabad-abad.
Sebelum para prajurit mengumpulkan kayu pepohonan, seorang wanita Bishnoi bernama Amrita Devi berlari ke depan untuk melindungi pohon khejri (Prosopis cineraria). Dia memeluk pohon itu dan tidak mau berpindah tempat sampai akhirnya ia dipenggal. Ketiga putrinya tak mau diam lalu segera menggantikannya. Namun, mereka juga menemui kematiannya dengan cara yang sama.
Peristiwa tersebut memicu para Bishnoi lainnya yang berasal dari 84 desa yang berbeda-beda. Mereka terus bergantian memeluk pohon dan berujung pada kematian. Ini adalah sebuah peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Pembantaian Khejarli, 363 Bishnoi telah mengorbankan hidup untuk mempertahankan pohon mereka.
Maharaja Abhai Singh yang mendengar peristiwa tersebut, akhirnya membatalkan perintah yang telah dikeluarkannya. Ia menyerukan larangan permanen terhadap penebangan pohon Bishnoi. Sebuah kuil kemudian didirikan untuk menghormati 363 Bishnoi yang masih dikenang hingga sekarang.
Dan sekarang desa-desa itu adalah oasis hutan virtual di tengah lanskap gurun.
Gerakan Chipko
Pada tahun 1973, sejarah Bishnoi menjadi inspirasi utama dan dorongan untuk protes tanpa kekerasan terhadap deforestasi di India Utara. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan Chipko (chipko artinya “memeluk”), yang berlanjut selama delapan tahun, hingga 1981.
Menjelang tahun 1973, wilayah Uttar Pradesh dan Uttarakhand di India mengalami degradasi lingkungan yang signifikan akibat penebangan komersial. Gerakan Chipko lahir sebagai respon masyarakat setempat untuk melindungi mata pencaharian dan komunitas mereka. Upaya akar rumput, itu bukan hanya satu tetapi serangkaian demonstrasi menentang penebangan komersial yang berlangsung selama delapan tahun di lokasi terpisah di seluruh wilayah.
Pengorganisasian dipimpin oleh para perempuan dari desa-desa yang terpisah dan termasuk koordinasi shift siang dan malam secara bergilir. di mana penduduk desa bertukar tempat untuk memastikan pohon tidak ditebang di tengah malam. Dalam gerakan tersebut, para perempuan menggunakan metode yang sama dengan Bishnoi sebelumnya: merangkul pepohonan, mengorganisir dan memobilisasi banyak komunitas, dan menunjukkan tekad yang teguh.
Akhirnya, setelah bertahun-tahun dedikasi dari masyarakat setempat, pemerintah India menghentikan penebangan komersial di wilayah tersebut selama 15 tahun (beberapa sumber mengatakan secara permanen). Dalam beberapa tahun, taktik ini, telah menyebar ke seluruh India, yang pada akhirnya memaksa reformasi di bidang kehutanan dan moratorium penebangan pohon di wilayah Himalaya.
Para perempuan dari gerakan Chipko telah menarik perhatian internasional atas upaya mereka, dan taktik mereka telah berhasil direplikasi oleh perempuan di tempat lain.