BAGIKAN
(Credit: Get Deeper Into Diving)

Hranice Abyss adalah sebuah gua di bawah permukaan air terdalam di dunia yang terletak di Republik Ceko. Sejak beberapa dekade, para ahli telah berupaya untuk mengetahui kedalamannya. Pertama kali usaha tersebut dilakukan pada tahun 1580 oleh para penyelam tanpa peralatan pernapasan. Sekarang, para peneliti telah berhasil memastikan kedalaman maksimum gua bawah air ini sekitar 1.000 meter, dua kali lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya.

Selain kedalaman, komposisi air di Hranice Abyss bisa menimbulkan masalah bagi penyelam. Karena airnya memiliki kandungan karbon dioksida yang tinggi, yang dapat mengiritasi bagian tubuh penyelam yang terbuka. Selain itu, komposisi airnya juga mengharuskan penggunaan alat selam yang memadai.

Pada umumnya, gua di bawah permukaan air terbentuk oleh air dari hujan yang mengandung karbon dioksida terlarut yang bersifat asam. Seiring waktu akan mengikis batuan dan semakin lama semakin dalam. Proses dengan jalur dari atas ke bawah ini disebut sebagai epigenik. Selain itu, gua seperti ini juga bisa terbentuk oleh dari bawah ke atas, atau yang disebut dengan hipogenik. Ketika air dalam tanah dengan kandungan asam, dipanaskan oleh mantel bumi hingga menggelembung ke atas. Para peneliti percaya Hranice Abyss berada dalam kategori kedua ini karena perairannya mengandung isotop karbon dan helium yang berasal dari dalam bumi.

“Gua ini sangat unik karena seperti gunung berapi, terbentuk dari air mineral panas yang menggelegak dari bawah ke atas, bukan hujan yang datang dari atas ke bawah seperti kebanyakan gua,” kata penjelajah Polandia Krzysztof Starnawski kepada NatGeo beberapa waktu yang lalu.

Video berikut merekam aktivitas penelitian sebelumnya:

Dalam penentuan kedalaman saat ini, para peneliti didasarkan pada berbagai jenis data geofisika, termasuk pengukuran dengan gravimeter, selain memeriksa konduktivitas listrik dan medan geomagnetik alam di bawah permukaan bumi. Data-data tersebut memberikan berbagai informasi tentang lokasi umum batuan, mineral, gua, dan lembah yang terletak di bawah.

Hasil dari studi ini telah dipublikasikan di Journal of Geophysical Research: Earth Surface.

“Gambar yang dihasilkan mengungkapkan sistem gua yang dalam dan menyerupai parit — sebagai berupa sedimen — yang dibentuk oleh batu kapur” kata ahli geofisika Radek Klanica dari Akademi Ilmu Pengetahuan Ceko, yang memimpin penelitian.

Para peneliti mengumpulkan data-data dari rangkaian elektroda yang berada di atas tanah. Mengukur seberapa mudah batu kapur dalam menghantarkan listrik, hingga dapat menunjukkan wilayah batuan atau berbagai celah. Selanjutnya, mereka menggunakan sensor untuk mencari variasi kecil dalam tarikan gravitasi, yang dapat mengungkap gua. Akhirnya, mereka merekam pantulan gelombang seismik yang dihasilkan dengan memicu ledakan kecil, suatu cara dalam menghasilkan sebuah peta sementara dari bawah tanah.

Penampang geologi konseptual menunjukkan Hranice Abyss dan cekungan sedimen besar yang disebut Carpathian Foredeep, pada pertengahan Miosen (atas) dan hari ini (bawah). (Klanica et al., JGR Earth Surface, 2020)

Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak dari gua-gua ini mengandung perairan beriklim sedang dengan unsur asam yang berasal dari sebuah sumber yang dalam. Air panas di Hranice Abyss, misalnya, ditemukan dalam studi tahun 2019 mengandung 5 hingga 10 persen ‘air modern’.

Hal ini menyebabkan banyak orang mengira gua seperti ini terbentuk dari bawah ke atas, dengan kandungam asam dari dalam bumi perlahan-lahan menggerogoti batuan kapur di atasnya. Tetapi gagasan ini, tidak memperhitungkan geologi secara spesifik atau aktivitas tektonik masing-masing wilayah, dan gua juga dapat dibentuk dari atas ke bawah.

Di bawah Hranice Abyss, penulis penelitian terbaru telah menemukan bukti jaringan berskala besar dari struktur bawah tanah yang terbentuk dari batuan terlarut yang dikenal sebagai sistem karst.

“Apakah sistem gua besar yang terbentuk melalui proses epigenik atau hipogenik merupakan pertanyaan mendasar untuk memahami proses karst regional dan lokal di area gua. Gua epigenik terbentuk dari pelarutan air meteorik dari atas ke bawah yang diperkaya dengan CO2 tanah yang menyusup dari permukaan dan mungkin merupakan proses pembentukan dominan sebanyak 80–90% dari gua yang diketahui” tulis para peneliti.

“Berdasarkan kumpulan data geofisika yang baru diperoleh di daerah sekitar HA, penilaian ulang dari asal hipogenik yang diterima dari sistem menunjukkan, lebih tepatnya, bahwa proses epigenik dominan selama pembentukan sistem karst skala besar. Namun, evolusi sekunder sistem saat ini didominasi oleh proses hipogenik yang digerakkan secara hidrotermal.” para penulis menyimpulkan dalam tulisannya.