BAGIKAN
Gugusan bintang-bintang Katai Putih (NASA, ESA and H. Richter/ University of British Columbia)

Karbon. Anda mungkin tidak menyadari bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa adanya unsur ini. Karbon adalah elemen utama dari senyawa-senyawa organik yang ditemukan pada semua organisme hidup di Bumi. Tetapi, dari mana unsur karbon berasal, sampai kini masih menjadi perdebatan dikalangan ilmuwan.

Dan belum lama ini, sebuah penelitian yang hasilnya telah dipublikasikan dalam Nature Astronomy, berhasil mengungkap sumber keberadaan unsur karbon di galaksi bima Sakti, yaitu dari bintang-bintang katai putih – bintang-bintang mati yang dulunya mirip dengan matahari kita.

Unsur-unsur yang memiliki massa yang lebih berat dari hidrogen dan helium berasal proses fusi pada bintang-bintang. Reaksi fusi dari unsur-unsur di inti bintang-bintang menghasilkan unsur-unsur seperti besi melalui sebuah proses yang dikenal dengan nama nukleosintesis bintang (stellar nucleosynthesis), dan unsur-unsur yang lebih berat dihasilkan melalui proses-proses semacam penangkapan neutron pada peristiwa supernova yang masif.

Tetapi masih belum diketahui dengan pasti oleh para astronom, apakah berlimpahnya unsur karbon di galaksi kita disebabkan oleh proses peluruhan yang terjadi ketika bintang-bintang seukuran matahari berada pada ambang kematian yang berubah menjadi katai putih, atau karena terlempar jauh oleh ledakan supernova dari bintang-bintang besar.

Sebuah tim astronom yang dipimpin leh Paolo Marigo dari University of Padova, Italia berusaha mencari jawabannya dalam gugusan bintang terbuka, yaitu kelompok gugusan yang terdiri dari ribuan bintang yang kurang lebih berumur sama, terbentuk dalam awan molekul yang sama.

Dalam lima awan molekul, tim berhasil mengidentifikasi katai putih, dari hasil pengamatan di W.M. Keck Observatorium di Hawaii pada tahun 2018. Hasil observasi ini juga mengidentifikasi spektrum bintang, yaitu “sidik jari” dari cahaya yang dapat mengungkap berbagai informasi tentang bintang, seperti temperatur, usia, komposisi kimia, gravitasi permukaan dan massa bintang.

“Berdasarkan hasil analisis pada hasil observasi spektrum Keck, kami bisa mengetahui massa dari bintang katai putih tersebut. Dengan menggunakan teori evolusi bintang, kami dapat melacaknya kembali hingga pada bintang progenitor atau bintang asalnya dan juga massa bintang ketika terlahir.” kata Astrofisikawan Enrico Ramirez-Ruiz dari University of California Santa Cruz.

Massa dari sebuah bintang mati diketahui berkaitan dengan bintang progenitornya. Semakin besar ukuran sebuah katai putih, semakin besar pula ukuran bintang progenitornya. Massa keduanya tidaklah sama persis, karena bintang progenitor melemparkan banyak sekali material ke angkasa. Dan hubungan antara kedua massa dari bintang katai putih dan progenitornya dikenal dengan relasi massa awal-final.

Pada bintang-bintang katai putih, relasi massa dapat dikalkulasikan jika kita memiliki data spektrum dari bintang katai putih tersebut. Sebagai bintang yang telah mati, maka tidak terjadi lagi reaksi nukleus di dalamnya, dan kemudian sedikit demi sedikit akan melemparkan materi menuju penjuru angkasa selama lebih dari miliaran tahun. Jika kita telah mengetahui massa, temperatur dan komposisi kimianya, maka kita dapat mengkalkulasikan laju pendinginannya. Kemudian, para astronom dapat mengkalkulasikan usia dari bintang katai tersebut dan berapa lama sejak inti bintangnya mati.

Dan karena usia dari gugusan bintang juga telah diketahui, maka kita bisa mengurangkan jumlah waktu awal inti bintang tersebut mati dari usia gugusan bintang untuk mengetahui pada usia berapa bintang tersebut mati, dan informasi ini dapat digunakan untuk mengkalkulasikan massa awal dari bintang pregonitornya.

Tim kemudian mengaplikasikan perhitungan ini pada beberapa katai putih, khususnya yang bintang pregonitornya memiliki massa sekitar 1,5 kali massa matahari, dan mereka melihat ada yang aneh darinya. Massa dari katai putih ternyata lebih besar dari massa progenitornya, oleh tim disebut sebagai sebuah  keanehan relasi massa awal-final.

“Penelitian kami menafsirkan keanehan pada hubungan massa awal-final sebagai karakteristik dari sintesa unsur karbon yang dihasilkan dari bintang-bintang dengan massa kecil di galaksi Bima Sakti,” kata Marigo.

Para anggota tim meyakini bahwa peristiwa ini terjadi bintang-bintang progenitor dari bintang katai putih berada pada akhir dari masa hidupnya. Pada inti bintang progenitor terjadi reaksi fusi dari helium yang menghasilkan karbon. Kemudian karbon ini terbawa hingga permukaan dan kemudian terlempar ke angkasa melalui angin bintang. Karena proses ini terjadi sangat lambat, bintang dapat mengembalikan massanya kembali pada intinya. Inilah yang menyebabkan massa bintang katai putih lebih berat dari yang diperkirakan.

Biasanya, proses ini terjadi pada bintang-bintang yang berukuran sekitar 2 kali massa matahari, dan tidak terlihat terjadi pada bintang-bintang dengan massa kurang dari 1,5 kali matahari. Dan dengan melihat bintang-bintang dengan karakteristik yang sama di galaksi lainnya, maka kita akan lebih memahami kapan bintang-bintang yang hampir mati melemparkan unsur karbon ke penjuru galaksi Bima Sakti.

Hasil penelitian ini juga membantu kita untuk lebih memahami apa yang terjadi di galaksi-galaksi yang jaraknya sangat jauh dari bima Sakti, yang sulit untuk bisa mempelajari setiap individual bintang-bintang di sana. Jejak unsur karbon pada sekumpulan cahaya dapat memberitahu kita tentang populasi katai putih yang jaraknya sangat jauh.

Dan penelitian ini juga membantu kita untuk lebih memahami bagaimana karbon tersebar di seluruh penjuru galaksi bima Sakti, yang nantinya juga akan berimplikasi pada usaha pencarian kehidupan di luar Bumi.