Vertebrata (hewan bertulang belakang) pertama di Bumi adalah ikan, dan para ilmuwan percaya bahwa mereka pertama kali muncul sekitar 480 juta tahun yang lalu. Tapi catatan fosil dari waktu ini adalah tidak pasti, karena sedikit saja jumlah sisa-sisa kecil yang teridentifikasi. Meskipun pada 420 juta tahun yang lalu, catatan fosil bermekaran, dengan sejumlah besar spesies ikan, hadir secara massal.
Para ilmuwan telah lama memperdebatkan apakah hewan-hewan itu muncul pertama kali di air dangkal, air yang lebih dalam, di air tawar atau di air asin?
“Masalah utamanya adalah bahwa catatan fosil [vertebrata] benar-benar menyulitkan untuk 50 juta hingga 100 juta tahun pertama keberadaan mereka,” kata ahli paleobiologi Lauren Sallan dari University of Pennsylvania. “Dan jikapun [ada] fosil, mereka hadir dalam potongan-potongan kecil. Sulit untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. ”
Sallan, Ivan Sansom dari University of Birmingham, dan rekannya adalah yang pertama kali menyajikan banyak bukti untuk menjawab pertanyaan itu dalam sebuah laporannya di jurnal Science.
Dan jawabannya tampaknya bahwa ikan-ikan yang pertama kali muncul berada di sekitar pantai, daerah yang sering digambarkan sebagai zona intertidal, atau laguna dangkal.
“Dalam konsep modern, kami melihat bahwa terumbu karang sangat penting bagi keanekaragaman ikan, jadi kami menganggap ada hubungan kuno antara ikan dan terumbu sejak awal,” kata Sallan. “Meskipun beberapa dekade pencarian di tempat-tempat seperti Arch Cincinnati menghasilkan kehampaan.”
“Sebaliknya, pekerjaan kami menunjukkan bahwa hampir setiap divisi vertebrata utama, dari ikan tanpa rahang yang dipersenjatai paling awal hingga menuju hiu dan nenek moyang kita sendiri, semuanya bermula tepat di dekat pantai, jauh dari sekitar karang. Bahkan ketika kelompok yang lebih tua menyebar, kelompok-kelompok baru juga muncul di garis pantai.”
Temuan ini membantu menjelaskan fitur penting dari catatan fosil, seperti mengapa begitu sedikit fosil ikan awal ditemukan dalam keadaan utuh; aksi gelombang dari daerah samudra yang dangkal sepertinya telah mengoyaknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Hal ini juga membantu para ilmuwan memahami fakta bahwa, selama masa evolusi, banyak kelompok ikan bergerak dari air laut ke air tawar, sebagian menjadi ikan air tawar, sementara yang lainnya berevolusi menjadi tetrapoda awal, vertebrata berkaki empat yang tinggal di daratan.
“Mereka umumnya menuju ke perairan tawar sebelum mencapai terumbu karang, yang hampir merupakan bukti independen bahwa mereka dipastikan sudah berada di sekitar pantai sebelum beranjak lebih jauh,” kata Sallan.
Selanjutnya Sallan dan rekan-rekannya mengumpulkan 2.827 fosil ikan berahang dan tanpa rahang yang hidup antara 480 juta hingga 360 juta tahun yang lalu. Untuk database tersebut, tim menambahkan informasi tentang lingkungan tempat makhluk hidup – seperti perairan pantai yang dangkal, air tawar atau laut yang lebih dalam – berdasarkan pada geologi batuan di mana fosil-fosilnya ditemukan, berikut fosil invertebrata yang juga ditemukan pada batuan.
“Ini adalah dataset baru yang sangat besar,” kata Sallan.
Tim kemudian dapat merekonstruksi informasi yang hilang dalam catatan fosil menggunakan pemodelan matematika, yang memungkinkan mereka untuk membuat prediksi tentang berbagai tipe habitat di mana nenek moyang paling awal dari berbagai kelompok vertebrata muncul.
“Untuk vertebrata, kami menemukan bahwa mereka berasal dari daerah samudera yang dangkal dan tak terbatas,” kata Sallan. “Dan mereka tinggal di daerah tak terbatas ini untuk waktu yang lama setelah mereka muncul.”
“Kami belum tahu persis apa yang istimewa tentang lingkungan laut awal yang dangkal yang memungkinkan ikan paling awal untuk menentukan tahap awal evolusi,” tambah Sansom, “tetapi kami berpikir bahwa tempat tersebut menyediakan ‘hotspot‘ evolusi, yang menyebabkan keanekaragaman yang berlimpah.”
Karena mereka tetap berada di air dangkal, mereka memperoleh berbagai adaptasi yang memungkinkan mereka untuk bersaing dengan yang lainnya pada sebuah habitat bersama. Para peneliti mencatat bahwa banyak kelompok memperoleh ciri-ciri yang membuat mereka cocok untuk berbagai habitat, baik sebagai penghuni perairan dangkal, maupun untuk ekologi berenang bebas di perairan laut yang lebih dalam.
Perbedaan serupa telah terlihat pada ikan modern, seperti stickleback, yang berevolusi menjadi tinggal di dasar lautan dan memiliki gaya berenang bebas yang sama dari nenek moyangnya di masa yang lebih baru.
Namun, tidak ada yang melakukan studi komprehensif serupa terhadap spesies vertebrata yang hidup. “Salah satu hal yang ingin kita ketahui adalah apakah perairan dangkal ini masih merupakan pompa biologis yang menghidupi terumbu karang,” kata Sallan. “Di mana letak inovasi saat ini?”
Jika itu terjadi, mungkin ada sedikit penghiburan dalam menghadapi kematian surut di seluruh dunia; mungkin perairan dangkal akan terus menjadi pusat diversifikasi ikan, memungkinkan keanekaragaman hayati bertahan meskipun habitat terumbu karang semakin berkurang.
Pentingnya dari ‘hotspot’ keanekaragaman hayati membuatnya sangat mengkhawatirkan bahwa mereka juga cenderung paling terancam oleh kegiatan manusia di zaman modern, kata Pimiento.
“Ini adalah asal usul kita, dan mereka adalah wilayah yang paling kita rugikan.”