BAGIKAN
Kanenori/Pixabay

Sebelum tumbuhan menemukan kekuatan fotosintesis, kehidupan bersel tunggal bertahan pada bahan kimia. Bukan sinar matahari, pembakaran melalui hidrogen, metana, dan belerang. Anaerob, yang hidup tanpa oksigen ini teracuni ketika ganggang biru-hijau yang disebut cyanobacteria mengembangkan fotosintesis dan mulai menghembuskan oksigennya. Sebuah gas yang sangat reaktif untuk bersenyawa dengan logam dan protein di dalam sel anaerobik, dan membuatnya mati menggelepar.

Namun, cyanobacteria berevolusi secara pesat. Mengubah sinar matahari menjadi gula dan mengeluarkan oksigen sebagai limbah, dan dikenal sebagai fotosintesis.

Tingkat oksigen di bebatuan, secara tiba-tiba meningkat di awal 2,5 miliar tahun yang lalu – sebuah lonjakan yang disebut dengan Peristiwa Oksigenasi Besar (Great Oxidation Event). Lompatan tersebut telah lama dijadikan sebagai sebuah bukti, ketika cyanobacteria telah mengembangkan fotosintesis.

Tetapi, sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Geoscience menunjukkan, bahwa organisme yang telah memanfaatkan matahari paling awal, telah muncul jauh sebelum lonjakan oksigen.

Logam berat

Dalam studi baru tersebut, para ahli geokimia dari Yale University, Noah Planavsky dan rekan-rekannya, menganalisis kadar molibdenum dan zat besi pada batuan yang berusia 2,95 miliar tahun dari Afrika Selatan.

Batuan-batuan itu terletak di dalam air. Di sebuah perairan dangkal yang dekat dengan pantai. Logam berfungsi sebagai penanda fotosintesis. Isotop molibdenum, atau unsur dengan jumlah proton yang sama namun jumlah neutron yang berbeda, memberikan suatu jejak dari oksidasi mangan, sebuah proses yang membutuhkan kadar oksigen yang tinggi, kata Planavsky.

Jejak kimia yang terdapat di bebatuan, dari Supergroup Pongola, mengindikasikan bahwa cyanobacteria memproduksi oksigen di permukaan laut, kata Planavsky. “Studi kami memberi tahu Anda bahwa ada produksi cyanobacteria terlokalisasi di lautan,” katanya kepada Live Science.

Dalam sebuah studi mengenai batuan Pongola di Afrika Selatan, para ilmuwan mengamati isotop kromium untuk memperkirakan kadar oksigen di atmosfer sekitar 3 miliar tahun yang lalu. Hasilnya menunjukkan bahwa oksigen di atmosfer kadarnya sekitar 100.000 kali lebih tinggi daripada yang bisa dijelaskan oleh reaksi kimia non-biologis, menurut sebuah penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal Nature.

“Kedua penelitian itu cukup saling melengkapi,” kata Planavsky. “Kami memberikan bukti independen tentang keberadaan cyanobacteria. Kami melacak proses permukaan lautan dan cyanobacteria sedang menjalani proses terestrial.”

Namun, Woodward Fischer, ahli geobiologi di Caltech di Pasadena, California, memperingatkan bahwa teknik trace metal memerlukan validasi lebih lanjut. Kedua metode analitik hanya berusia sekitar satu dekade dan sedang diuji di batuan yang sangat tua. “Kualitas interpretasi kita yang berasal dari mereka tetap sedikit tidak pasti,” kata Fischer, yang tidak terlibat dalam penelitian keduanya. “Sejujurnya, kita tidak mengerti molibdenum dan siklus kromium hari ini.”

Mana yang lebih dulu

Karena teknik yang lebih sensitif muncul untuk mengintip ke masa yang dalam, sebuah perdebatan baru telah muncul: Apakah mikroba memompa napas pertama planet kita, atau apakah perubahan lingkungan mendorong planet ini ke dalam kekayaan oksigen?

Bukti yang muncul menunjukkan bahwa tingkat oksigen naik secara signifikan dalam 500 juta tahun antara saat cyanobacteria pertama berevolusi mengembangkan fotosintesis dan ‘Great Oxidation Event’ [peningkatan tajam oksigen di atmosfer ]. Itu adalah waktu yang lama untuk tinggal- ini hampir sama dengan waktu antara trilobita dan manusia pertama di Bumi.

Beberapa peneliti menganggap Bumi sendiri berperan dalam meningkatkan kadar oksigen seiring bertambahnya ukuran benua. Erosi kerak bumi dan perubahan sifat gunung berapi – benua yang lebih besar berarti lebih banyak letusan berbasis lahan yang memuntahkan gas ke atmosfer, bukan ledakan di bawah air. Pergeseran geologis ini bisa mendorong atmosfer bumi menuju oksigen bersama-sama dengan cyanobacteria.

“Apa yang benar-benar menarik tentang ini adalah peran relatif evolusi biologis versus evolusi geologi di titik balik utama dalam sejarah Bumi,” kata Planavsky. “Itulah yang mendorong penelitian kami.”