BAGIKAN
(National Cancer Institute/Unsplash)
(National Cancer Institute/Unsplash)

Suatu senyawa sederhana dimungkinkan hadir di Bumi sebelum kehidupan muncul, di mana telah menyatukan blok-blok penyusun DNA menjadi sekumpulan untaian DNA purba. Para peneliti menunjukkan bagaimana proses ini dapat terjadi secara kimiawi.

Selama puluhan tahun, gagasan terpopuler tentang bagaimana kehidupan di Bumi muncul adalah didasari oleh hipotesis “Dunia RNA”. Hipotesis ini menunjukkan bahwa RNA primordial yang mereplikasi diri muncul sebelum protein dan DNA. RNA muncul lebih dulu. Namun, sebuah penelitian sebelumnya bertentangan dengan hipotesis ini. Menyatakan bahwa RNA dan DNA mungkin sebenarnya terbentuk secara bersamaan.

DNA bertindak sebagai cetak biru genetik. Sementara RNA sebagai pembaca cetak biru atau dekodernya. Dalam DNA terdapat berbagai petunjuk yang dibutuhkan oleh suatu organisme. Mulai untuk tumbuh, berkembang, bertahan hidup, hingga bereproduksi. DNA adalah pengendali utama sel, dengan informasi yang disampaikan melalui RNA menuju protein.

Penelitian terbaru ini, yang diterbitkan di jurnal Angewandte Chemie, sama-sama bertentangan dengan hipotesis “Dunia RNA”. Para peneliti menunjukkan bahwa senyawa sederhana yang disebut diamidofosfat (DAP), mungkin telah mendahului kehidupan di Bumi. Secara kimiawi, DAP dapat menyatukan blok-blok penyusun DNA kecil yang disebut deoksinukleosida menjadi untaian DNA awal.

“Penemuan ini merupakan langkah penting menuju pengembangan model kimia yang terperinci tentang bagaimana bentuk kehidupan pertama berasal dari Bumi,” kata ahli kimia Ramanarayanan Krishnamurthy dari Scripps Research di California.

Penemuan ini menunjukkan kemungkinan bahwa DNA dan kerabat dekatnya RNA, muncul bersama sebagai produk dari reaksi kimia yang serupa. Dan dari gabungan keduanya inilah muncul molekul-molekul yang pertama kali dapat mereplikasi diri. Setelah meriplaksi, maka akan terbentuk senyawa kimia yang lebih kompleks hingga terbentuk kehidupan pertama kalinya di Bumi.

Replikasi atau pembelahan diri ini, terjadi sepanjang waktu selama jutaan tahun. Di antara replikasi dan reaksi kimia yang terjadi dalam jumlah dan berbagai kemungkianan yang sangat banyak itu, mungkin salah satunya secara kebetulan telah menghasilkan senyawa kompleks yang dapat mendukung kehidupan.

Hipotesis “Dunia RNA” menyatakan bahwa RNA mampu untuk membelah diri atau mereplikasi. Namun Krishnamurthy dan sebagian lainnya beranggapan bahwa molekul RNA terlalu “lengket” untuk membelah diri dan berfungsi sebagai replikator pertama kalinya. RNA biasanya membutuhkan suatu enzim tertentu untuk membantunya membelah diri. Para peneliti mengklaim bahwa untaian molekul “kimerik” yang terbuat dari RNA dan DNA, dapat menghindari masalah ini dengan membuatnya tidak terlalu lengket.

Berbagai percobaan laboratorium yang dijalankan oleh para peneliti mensimulasikan apa yang mungkin terjadi sebelum permulaan kehidupan di Bumi. Mereka lebih memfokuskan pada nukleosida – blok pembangun RNA dan DNA – dengan adanya senyawa organik 2-aminoimidazole dan Diamidophosphate (DAP). Dan hasilnya menunjukkan bagaimana DAP secara layak dapat membentuk DNA dasar sebagaimana RNA dapat terbentuk dari blok-blok bangunan kimia.

Dalam sebuah studi sebelumnya, Krishnamurthy dan rekannya menunjukkan bahwa senyawa organik DAP dapat memainkan peran penting dalam memodifikasi ribonukleosida dan merangkainya menjadi untai RNA pertama. Studi terbaru ini menunjukkan bahwa DAP dalam kondisi yang sama dapat melakukan hal yang sama untuk DNA.

“Kami terkejut, bahwa menggunakan DAP untuk bereaksi dengan deoksinukleosida bekerja lebih baik jika deoksinukleosida tidak semuanya sama tetapi merupakan campuran huruf DNA yang berbeda seperti A dan T, atau G dan C, seperti DNA asli,” kata Eddy Jiménez, dari Scripps Research.

“Sekarang setelah kami memahami lebih baik bagaimana kimia primordial dapat membuat RNA dan DNA pertama, kami dapat mulai menggunakannya pada campuran blok penyusun ribonukleosida dan deoksinukleosida untuk melihat molekul chimeric apa yang terbentuk – dan apakah mereka dapat mereplikasi diri dan berevolusi,” kata Krishnamurthy .

Hasil ini dapat memberi kita lebih banyak kejelasan tentang bagaimana kehidupan di Bumi berasal, serta berguna untuk penelitian dan industri. Banyak proses – seperti polymerase chain reaction (PCR), yang digunakan dalam pengujian COVID-19 – bergantung pada sintesis DNA dan RNA buatan, tetapi bergantung pada enzim-enzim yang umumnya rapuh dan karenanya memiliki banyak keterbatasan. Penemuan ini dapat mengarah pada metode alternatif tanpa menggunakan enzim.