Temuan terbaru ini memanglah belum mampu dalam membaca pikiran, tapi setidaknya sudah hampir dekat: ilmuwan telah mampu mengidentifikasi lagu yang orang dengarkan hanya dengan melakukan pemindaian fMRI otak mereka, yang mengukur aliran darah dan aktivitas otak.
Penelitian ini menjanjikan untuk membantu kita memahami dengan baik bagaimana pikiran bereaksi terhadap musik dan bagaimana antarmuka otak masa depan dapat dikembangkan untuk membantu orang-orang yang tidak dapat berkomunikasi dengan cara yang biasa – seperti bagi mereka yang memiliki sindrom terkunci.
Lebih jauh lagi, kita bahkan bisa menyusun sebuah lagu hanya dengan menggunakan pikiran kita, menurut tim peneliti internasional yang berada di belakang studi ini, meskipun konsep sci-fi semacam ini masih beberapa lama lagi.
“Meskipun telah jauh mencapai pendekatan rekonstruksi yang maju ini, kami menghadirkannya sebagai langkah awal dalam pendekatan ini untuk mengidentifikasi potongan musik baru,” tulis para peneliti di jurnal yang telah mereka terbitkan.
Percobaan mengandalkan model encoding-decoding, di mana sistem komputer memantau pola aktivitas otak yang disebabkan oleh lagu tertentu – bagian mana dari pikiran yang menyala dan kapan – dan kemudian mencoba untuk mengidentifikasi lagu yang tepat lagi hanya dari data fMRI.
Enam relawan diperdengarkan 40 buah musik yang meliputi musik klasik, rock, pop, jazz, dan lain-lain. Perangkat lunak yang terhubung ke pemindai fMRI dilatih untuk mengukur aktivitas otak terhadap fitur musik termasuk nada suara, dinamika, ritme dan warna nada.
Ketika analisisnya selesai, beberapa nada diulang, dan sistem komputer harus menebak lagu mana yang dipilih. Bila komputer diberi pilihan A atau B secara langsung, ia memilih dengan benar sampai 85 persen waktu yang tersedia.
Percobaan kemudian melebar sehingga sistem perangkat lunak harus memilih lagu yang tepat dari sepuluh kemungkinan pilihan, hanya dengan menggunakan data pemindaian otak pendengar yang dikeluarkan. Kali ini, komputer berhasil menguasai 74 persen waktu yang tersedia.
Di antara temuan lain dari penelitian ini adalah bagaimana pendengar tidak benar-benar menunjukkan “preferensi hemispheric” [teori otak kiri versus otak kanan] dalam pemrosesan musik – tidak ada bias terhadap sisi kiri atau kanan otak.
Meskipun ini bukan pertama kalinya para ilmuwan mencoba memetakan lagu terhadap aktivitas otak, percobaan khusus ini masuk ke kedalaman yang lebih jauh dengan pilihan lagu yang lebih banyak dan daftar putar yang lebih bervariasi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Lebih jauh lagi, para periset mengatakan, teknik semacam ini bisa digunakan untuk mengetahui daya tarik dan melodi apa yang paling disukai orang, dan mengapa beberapa orang benar-benar jatuh cinta pada sebuah lagu disaat membuat orang lain tersiksa.
Penelitian ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk memahami lebih banyak tentang pengaruh musik terhadap kita, dengan penelitian terbaru melihat bagaimana musik tertentu meningkatkan produktivitas , dan bagaimana perubahan aktivitas otak dapat benar-benar mengubah selera kita dalam musik.
Akhirnya, teknik baru ini bahkan bisa diterapkan untuk membantu orang-orang yang memiliki masalah dengan halusinasi pendengaran, walaupun kita memerlukan lebih banyak data sebelum hal itu bisa dilakukan.
Temuan ini telah dipublikasikan di Scientific Reports .