BAGIKAN
Pixabay

Tidak lama setelah planet bumi terbentuk, sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu, kandungan oksigen di lapisan udara yang meliputi bumi, meningkat secara signifikan. Dari sela-sela bebatuan di permukaan bumi, keluar molekul-molekul karbon dioksida dan air menuju lapisan atmosfer bumi yang hanya memiliki sedikit kandungan oksigen. Proses ini merupakan awal terbentuknya kondisi di bumi yang layak huni sekitar 2 milyar tahun sebelum terjadinya peristiwa oksigenasi besar ,yaitu peristiwa munculnya oksigen di atmosfer bumi.

Penyebab dari proses transisi kimia pada lapisan atmosfer bumi ini masih menjadi misteri. Kini, sebuah eksperimen laboratorium terbaru menunjukkan bahwa reaksi kimia yang melibatkan zat besi di lautan magma pada awal pembentukan bumi mempengaruhi keseimbangan kimiawi dari lapisan atmosfer bumi dengan manambah kandungan oksigen didalamnya.

“Hasil eksperimen ini sangat penting karena kejadian ini merupakan tahapan awal dari semua proses evolusi yang terjadi di bumi,” kata Jonathan Tucker, seorang ahli geokimia dari Carnegie Institution for Science di Washington D.C., yang tidak ikut terlibat dalam penelitian ini. “Tingkat oksidasi di bumi secara umum, adalah faktor yang sangat-sangat penting dalam mengontrol tingkat kelayak hunian planet ini.”

Sejarah awal planet bumi, planet in terbentuk oleh proses planetesimal, dimana awalnya bumi hanya terdiri dari lautan batuan cair yang mencapai kedalaman hingga ratusan kilometer.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa tekanan yang sangat tinggi pada lautan magma ini membuat kandungan besi di dalamnya terbagi kedalam dua jenis: jenis yang kaya akan oksigen, disebut ferric iron, dan logam besi tanpa oksigen. Logam besi tanpa oksigen yang berat ini kemungkinan tenggelam kedalam inti bumi, sehingga mantel bumi didominasi oleh zat ferric iron yang kaya oksigen.

Untuk menguji teori ini, para ahli geokimia dari University of Bayreuth di Jerman melakukan eksperimen di laboratorium yang mensimulasikan kondisi pada kedalaman 600 kilometer di dalam lautan magma. Mereka memanaskan material mantel bumi sintetik pada suhu ribuan derajat celcius, kemudian mereka menggunakan sebuah landasan untuk menekan sampel yang telah cair dengan tekanan hingga lebih dari 20 gigapascal.

Tekanan tersebut setara dengan meletakkan massa dari menara Eiffel diatas obyek yang berukuran sebesar bola golf,” kata Katherine Armstrong, dari University of California, Davis.

Armstrong dan rekan-rekannya mengukur kandungan dari ferrous dan ferric iron di dalam sampel sebelum dan sesudah terpapar oleh kondisi ekstrim tersebut. Berapapun kandungan awal ferrous iron di dalam bebatuan, ketika diberi tekanan tertinggi, 96 persen dari kandungan besi yang ada adalah ferric iron yang kaya oksigen.

Penemuan ini mengindikasikan bahwa ferric iron lebih stabil di dalam lautan magma, Amstrong menjelaskan. Setiap Ferrous iron yang ada pada kedalaman ini cenderung untuk berubah menjadi ferric iron, meluruhkan besi metalik ke dalam inti bumi.

Hasil dari eksperimen ini adalah sebuah bukti yang sangat meyakinkan bahwa proses peluruhan ferrous iron di dalam lautan magma-lah yang bertanggungjawab atas peningkatan kadar oksigen di mantel bumi pada masa awal pembentukannya. Tetapi sampai sekarang belum bisa dijelaskan apakah proses kimia ini adalah satu-satunya penyebab meningkatnya kadar oksigen di atmosfer bumi pada masa itu, dia menambahkan.

Afu Lin, seorang ahli fisika mineral di University of Texas di Austin, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, juga memiliki teori yang sama, bahwa proses dekomposisi ferrous iron adalah penyebab kayanya kandungan oksigen di atmosfer bumi. Dia menyatakan bahwa para ilmuwan bisa membantu untuk memvalidasi teori ini, dengan mencari bukti bukti baru dari bebatuan yang terbentuk pada awal terbentuknya bumi dan batuan intan dari dalam perut bumi yang berasal dari mantel bumi.