BAGIKAN
Australopithecus afarensis (Lucy). Credit: National Museum of Nature and Science, Tokyo, Japan.

Penemuan Lucy, kerangka fosil berusia 3,2 juta tahun dari Australopithecus afarensis, menjadi titik balik dalam studi evolusi manusia. Ditemukan di Ethiopia pada tahun 1974, 52 fragmen tulang Lucy mewakili sekitar 40% dari kerangkanya, menjadikannya kerangka hominid paling lengkap yang ditemukan pada masa itu. Awalnya dikatalogkan sebagai A.L-288-1, fosil ini dijuluki Lucy, terinspirasi dari lagu The Beatles, “Lucy in the Sky with Diamonds,” yang diputar selama perayaan tim penemuannya.

Warisan Lucy

Penemuan Lucy sangat revolusioner, membuktikan bahwa anggota awal keluarga manusia telah hidup lebih dari tiga juta tahun yang lalu. Lucy berjalan tegak dengan dua kaki, sebuah ciri kunci evolusi manusia, dengan tinggi sekitar 1,1 meter (3,6 kaki) dan berat 29 kg (64 pon). Para peneliti meyakini bahwa Lucy meninggal pada usia setara 11–13 tahun manusia, usia dewasa untuk spesiesnya.

Bagi Sahleselasie Melaku, kepala departemen paleontologi Ethiopia, penemuan Lucy melambangkan era “gelap” yang beralih menuju terang dalam studi nenek moyang manusia. Penemuan ini memberikan kerangka kerja yang belum pernah ada sebelumnya untuk menafsirkan temuan fosil di masa mendatang, merevolusi paleoantropologi.

Signifikansi dan Kontroversi

Jean-Renaud Boisserie dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis menggambarkan Lucy sebagai temuan yang “luar biasa,” memberikan wawasan tentang era yang masih minim dipahami dalam sejarah manusia. Namun, penemuan baru seperti tengkorak Toumai di Chad (berusia 6–7 juta tahun) telah memperluas dan memperumit pemahaman tentang evolusi hominid. Lucy mungkin tidak lagi dianggap sebagai “nenek moyang umat manusia” tetapi sebagai kerabat purba—lebih seperti bibi atau sepupu.

Wawasan dan Pertanyaan yang Belum Terjawab

Kerangka Lucy terus memberikan petunjuk tentang kehidupannya dan lingkungan tempat ia tinggal:

  • Ciri Fisik: Studi menunjukkan bahwa Lucy menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon, terlihat dari lengan atasnya yang sangat berkembang. Tulang belakangnya juga mengindikasikan kemungkinan masalah punggung.
  • Penyebab Kematian: Salah satu teori menyatakan bahwa Lucy meninggal karena jatuh dari pohon.
  • Wawasan Reproduksi: Penelitian pada panggulnya mengungkapkan bahwa bayi dari spesiesnya memiliki otak yang belum matang, sehingga membutuhkan perawatan orang tua yang intensif, mirip dengan manusia modern.

Penelitian yang Berkelanjutan

Kerangka Lucy tetap berada di Ethiopia, dan teknologi canggih terus membuka wawasan baru. Para peneliti optimis bahwa studi lebih lanjut akan mengungkap pertanyaan yang belum terjawab tentang gaya hidup, lingkungan, dan jalur evolusi nenek moyang manusia awal. Seperti yang dicatat Boisserie, fosil seperti Lucy mendorong evolusi penelitian ilmiah, memastikan warisannya tetap hidup dalam membentuk pemahaman kita tentang asal-usul manusia.