BAGIKAN
Jeremy Bishop / Unsplash

Beberapa hewan yang hidup di perairan bisa bernapas menggunakan ususnya, tapi babi dan hewan pengerat juga bisa bernafas melalui anusnya. Para peneliti menunjukkan bahwa pengiriman gas oksigen atau cairan beroksigen melalui rektum (ujung usus yang berakhir di anus) dapat menyelamatkan kegagalan pernafasan bagi dua model mamalia tersebut.

Selain dengan insang, berbagai spesies tertentu yang hidup di air – seperti teripang dan ikan lele – mampu menyerap oksigen melalui ususnya ketika kandungan oksigen di sekitarnya menurun. Dipublikasikan di jurnal Med, sebuah studi memberikan bukti bahwa mamalia memang dapat menggunakan organ ususnya untuk bernafas. Hal itu secara signifikan dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan tingkat pemulihan setelah gagal napas.

Para peneliti merancang sebuah sistem pernapasan yang terhubung dengan usus tikus yang dapat memberikan oksigen murni melalui rektumnya. Percobaan ini menyalurkan gas oksigen langsung ke anus tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa sistem tersebut, tidak ada tikus yang dapat bertahan hingga 11 menit dalam kondisi oksigen yang sangat rendah. Namun dengan ventilasi gas usus yang telah dirancang tersebut, ditemukan lebih banyak oksigen yang mencapai jantung. Dengan demikian terdapat 75% tikus yang sanggup bertahan hidup selama 50 menit, dalam kondisi oksigen yang sangat rendah di mana biasanya mematikan.

Namun, sistem ventilasi gas usus tersebut sepertinya sulit untuk diterapkan pada manusia. Karena memerlukan abrasi pada muskosa usus dengan menghilangkan lapisan tipis lendir yang melapisi usus. Tikus yang lapisan mukosa ususnya tidak dihilangkan, penulis mencatat peningkatan yang jauh lebih kecil dalam tingkat kelangsungan hidup, di mana tikus tetap hidup selama rata-rata 18 menit. Jadi, hal ini tidak memungkinkan secara klinis terutama pada pasien yang sakit parah.

Untuk mengatasinya, para peneliti mengembangkan ventilasi berbasis cairan berupa bahan kimia perfluorokimia beroksigen. Bahan kimia ini telah terbukti secara klinis menjadi biokompatibel dan aman pada manusia.

Sistem ventilasi cairan usus ini memberikan manfaat penangan medis bagi hewan pengerat dan babi yang terpapar kondisi oksigen rendah yang tidak mematikan. Tikus yang mendapatkan ventilasi usus dapat bertahan dalam ruangan beroksigen 10%, dan lebih banyak oksigen mencapai jantungnya, dibandingkan dengan tikus yang tidak mendapatkan ventilasi usus. Hasil serupa, juga terlihat pada babi.

Ventilasi cairan usus memulihkan kepucatan dan tubuh bersuhu dingin serta meningkatkan kadar oksigennya, tanpa menimbulkan efek samping yang jelas. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa strategi ini efektif dalam menyediakan oksigen yang mencapai sirkulasi dan mengurangi gejala gagal napas dalam dua sistem model mamalia.

“Bantuan pernapasan buatan memainkan peran penting dalam manajemen klinis gagal napas akibat penyakit parah seperti pneumonia atau sindrom gangguan pernapasan akut,” jelas penulis studi Takanori Takebe dalam sebuah pernyataan.

“Tingkat oksigenasi arteri yang disediakan oleh sistem ventilasi kami, jika diskalakan untuk aplikasi manusia, kemungkinan cukup untuk merawat pasien dengan gagal napas parah, berpotensi menyediakan oksigenasi yang menyelamatkan jiwa.”