BAGIKAN
[Pixabay]

Meskipun kemajuan dalam pengobatan bayi prematur saat ini telah memberikan mereka kesempatan hidup yang baik, namun anak-anak ini berisiko tinggi mengalami gangguan neuropsikologis. Sebagian besar akan bertahan hidup, tetapi setengahnya kemudian akan mengembangkan gangguan perkembangan saraf, termasuk kesulitan belajar, gangguan perhatian atau emosional.

Untuk membantu otak bayi prematur yang rapuh ini berkembang sebaik mungkin selain lingkungan perawatan intensif yang penuh tekanan, para peneliti di University of Geneva (UNIGE) dan University Hospitals of Geneva (HUG), Swiss, mengusulkan sebuah solusi berupa musik yang ditulis khusus untuk mereka.

Hasil pertama dari penelitian yang telah diterbitkan di Proceeding National Academy of Sciences ( PNAS) secara mengejutkan mengungkapkan bahwa pencitraan medis terhadap jaringan saraf bayi prematur yang mendengarkan musik ini, dan khususnya jaringan yang terlibat dalam kebanyakan fungsi sensorik dan kognitif, berkembang jauh lebih baik.



“Saat lahir, otak bayi-bayi ini masih belum matang. Oleh karena itu perkembangan otak harus berlanjut di unit perawatan intensif dalam inkubator, dalam kondisi yang sangat berbeda daripada jika mereka masih berada di dalam kandungan ibunya,” jelas Petra Hüppi, profesor di Fakultas Kedokteran UNIGE dan Kepala Divisi Pengembangan dan Pertumbuhan HUG, yang mengarahkan pekerjaan ini. “Ketidakmatangan otak, dikombinasikan dengan lingkungan sensorik yang mengganggu, menjelaskan mengapa jaringan saraf tidak berkembang secara normal.”

Para peneliti di Jenewa memulai dari ide praktis: Karena defisit saraf bayi prematur disebabkan, setidaknya sebagian, oleh rangsangan yang tak terduga dan membuat stres serta kurangnya rangsangan yang disesuaikan dengan kondisi mereka, lingkungan mereka harus diperkaya dengan memperkenalkan kesenangan dan penataan rangsangan.

Karena sistem pendengaran berfungsi sejak dini, musik tampaknya menjadi kandidat yang baik. Tapi musik apa?

“Untungnya, kami bertemu dengan seorang komposer Andreas Vollenweider, yang telah melakukan proyek musik dengan populasi bayi prematur dan menunjukkan minatyang besar dalam menciptakan musik yang sesuai untuk bayi-bayi prematur ,” kata Petra Hüppi.

Lara Lordier, dari HUG dan UNIGE, membuka proses pembuatan musik. “Adalah penting bahwa rangsangan musik ini berhubungan dengan kondisi bayi. Kami ingin mengatur setiap hari dengan rangsangan yang menyenangkan pada waktu yang tepat: musik untuk menemani saat mereka terbangun, musik untuk menemani mereka tertidur, dan musik untuk berinteraksi selama fase mereka bangun.”



Untuk memilih instrumen musik yang cocok untuk pasien yang sangat muda ini, Andreas Vollenweider memainkan berbagai jenis instrumen kepada bayi, didampingi seorang perawat yang berspesialisasi dalam perawatan dukungan perkembangan.

“Instrumen yang menghasilkan reaksi terbanyak adalah seruling India pemikat ular (pungi),” kenang Lara Lordier. “Anak-anak yang sangat gelisah menjadi tenang hampir seketika, perhatian mereka tertuju pada musik.” Komposer kemudian menulis tiga lingkungan suara masing-masing delapan menit, menggunakan setiap potongan alat musik punji, harpa dan lonceng.

Penelitian dilakukan dalam studi double-blind dengan sekelompok bayi prematur yang mendengarkan musik, kelompok kontrol bayi prematur, dan kelompok kontrol bayi yang baru lahir secara normal untuk menilai apakah perkembangan otak dari bayi prematur yang telah mendengarkan musik akan lebih mirip dengan bayi yang lahir secara normal. Para ilmuwan menggunakan MRI fungsional pada ketiga kelompok anak-anak saat tertidur. Tanpa musik, bayi prematur umumnya memiliki konektivitas fungsional yang lebih buruk di antara area otak daripada bayi normal, mengkonfirmasikan efek negatif dari prematuritas.

“Jaringan yang paling terpengaruh adalah jaringan saliance, yang mendeteksi informasi dan mengevaluasi relevansinya pada waktu tertentu, dan kemudian membuat hubungan dengan jaringan otak lain yang harus bertindak. Jaringan ini sangat penting, baik untuk belajar maupun melakukan tugas-tugas kognitif, sebagaimana dalam hubungan sosial atau manajemen emosional,” kata Lara Lordier.

Dalam perawatan intensif, anak-anak dibanjiri oleh rangsangan yang tidak terkait dengan kondisi mereka: pintu terbuka dan tertutup, alarm dipicu, dll. Tidak seperti bayi yang lahir secara normal ketika di dalam rahim menyesuaikan ritme dengan ibunya, bayi prematur yang dirawat secra intensif hampir tidak dapat mengembangkan hubungan antara makna stimulus dalam konteks tertentu.



Di sisi lain, jaringan saraf anak-anak yang mendengar musik Andreas Vollenweider meningkat secara signifikan: konektivitas fungsional antara jaringan saliance dan pendengaran, sensorimotor, frontal, jaringan thalamus dan precuneus, memang meningkat, sehingga pengaturan jaringan otak lebih mirip dengan bayi yang dilahirkan secara normal.