Tambang granit yang terletak di sepanjang Sungai Nil di kota Aswan ini, memasok berbagai batu berkualitas terbaik untuk pembangunan kuil, patung dan monumen di Mesir kuno.
Jarum Cleopatra yang terkenal serta beberapa struktur di piramida Khufu, Khafre dan Giza, semuanya dibangun menggunakan batuan yang berasal dari Aswan.
Di wilayah utara tambang batu Aswan terletak sebuah Obelisk yang Belum Selesai, tergelatak di permukaannya. Seharusnya ia menjadi obelisk tertinggi dan terbesar yang pernah berdiri kokoh di Mesir Kuno.
Sayangnya, obelisk itu tidak pernah selesai. Saat pengukiran, mulai muncul keretakan di granitnya sehingga proyek tersebut harus dihentikan. Karena sang pemahat telah memotongnya langsung dari batuan dasarnya, ia bisa ditemukan di sebuah tempat yang tak pernah berubah sejak 3.500 tahun yang lalu – bagian dasarnya masih melekat pada batuan dasarnya.
Obelisk adalah monumen tinggi, ramping bersisi empat di mana bagian atasnya mirip sebuah piramida. Obelisk purbakala biasanya terbuat dari monolit atau batu tunggal, sedangkan obelisk modern terbuat dari batuan dan memiliki ruangan di dalamnya.
Dipercaya bahwa obelisk tersebut dibangun dan ditinggalkan pada masa pemerintahan Ratu Hatshepsut di abad ke-15 SM. Pembuatan obelisk tersebut mungkin untuk melengkapi Lateran Obelisk yang semula berdiri di Kuil Karnak di Mesir, namun akhirnya dibawa ke Roma oleh orang-orang Romawi.
Jika saja selesai, monumen ini akan memilki ketinggian 42 meter, dan akan menjadi obelisk terberat yang pernah didirikan di Mesir Kuno.
Obelisk yang belum selesai ini menawarkan wawasan yang tidak biasa mengenai teknik pengerjaan batuan Mesir kuno, karena goresan yang ditinggalkan oleh peralatan pekerjanya, masih dapat dilihat dengan jelas di permukaan batunya. Beberapa garis berwarna oker juga ditemukan di permukaan, yang mungkin digunakan untuk menandai poisi di mana para pekerja seharusnya mengukir granit.
Para arkeolog percaya bahwa orang Mesir Kuno menggunakan bola kecil Dolerite – sejenis batu yang lebih keras dari pada granit, untuk memotong batuan karang. Setelah sisi-sisinya terpotong, obelisk harus dipisahkan dari batuan dasarnya.
Untuk itu, mereka membuat sebuah lobang kecil di sepanjang garis detasemen yang diinginkan. Lalu lobang ini diganjal kayu. Pengganjal kayu ini selanjutnya dibasahi dengan air sampai mengembang. Saat kayu mengembang, secara otomatis membuat batuan retak di sepanjang garis yang telah dibentuk dan akhirnya terpisah dari batuan dasarnya. Sebuah teknik sederhana yang memanfaatkan sifat-sifat kayu saat mengandung banyak air untuk membelah batuan raksasa tanpa mengeluarkan banyak energi.
Seluruh tambang sekarang telah menjadi sebuah museum yang terbuka. Dan telah dikelola untuk melestarikan struktur-struktur ini, sebagai kekayan arkeologis negara.
Photo credit: Dan Lundberg/Flickr
Photo credit: Jorge Láscar/Flickr
Photo credit: Hiddenincatours.com
Photo credit: Hiddenincatours.com
Photo credit: Hiddenincatours.com
Photo credit: Hiddenincatours.com
sumber : amusingplanet