BAGIKAN
[Pixabay]

Mengapa wanita mengalami orgasme? Sebuah teori menyatakan bahwa itu merupakan adaptasi dari sebuah mekanisme yang dapat ditemui pada hewan lain, di mana seks merangsang ovulasi. Untuk pertama kalinya, para peneliti menemukan bukti untuk gagasan ini, meskipun masih jauh dari meyakinkan.

Ada beberapa teori tentang fungsi dari orgasme pada wanita. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa kontraksi rahim yang dialami selama orgasme membantu mengangkut sperma menuju sel telur, menurut Clare Wilson dari New Scientist.

Ada penjelasan yang lebih sederhana, di antaranya adalah, bahwa kenikmatan seksual mendorong wanita untuk melakukan lebih sering hubungan seks, membuat mereka menjadi lebih besar kemungkinannya untuk hamil, atau memotivasi mereka untuk membentuk hubungan yang berkomitmen, yang mungkin bermanfaat untuk membesarkan anak-anak.

Sebagaimana ditunjukkan oleh tim peneliti, selama hubungan intim, orgasme pada seorang pria memiliki fungsi reproduksi yang jelas: tanpanya, ejakulasi tidak dapat terjadi. Tetapi peran orgasme pada wanita dalam kaitannya dengan reproduksi menjadi samar, karena ovulasi pada wanita dapat terjadi baik yang mengalami orgasme maupun tidak sama sekali.

Orgasme pada seorang wanita tidak diperlukan untuk reproduksi. Klitoris, yang merangsang orgasme, terletak di utara dari tempat terjadinya hubungan seksual – di mana dari sudut pandang evolusi, bukanlah lokasi yang optimal jika tujuannya adalah untuk memacu aktivitas reproduksi. Namun dasar neuro-endokrin dari orgasme terlalu kompleks untuk menjadi kecelakaan biologis yang sederhana, para ilmuwan berpendapat.

Gunter Wagner dari Yale University dan Mihaela Pavlicev dari Universitas Cincinnati, berteori bahwa orgasme adalah semacam pemberian evolusi yang memberikan kesenangan, yang diwariskan dari garis keturunan hewan yang lebih tua, yang hanya berovulasi selama persetubuhan. Respon neuro-endokrin yang diperlukan untuk ovulasi pada hewan seperti kelinci, kucing, dan musang dipertahankan pada manusia, tetapi perannya bukan dalam reproduksi, kata Wagner.

Orgasme bukanlah fitur reproduksi, tetapi fitur lain, signifikansi yang masih perlu kita pahami,” kata Wagner, penulis senior dari penelitian yang menguji teori tersebut, yang diterbitkan di jurnal Proceeding of National Academy of Sciences.

Pada kelinci, kucing, dan musang, klitoris terletak tepat di saluran reproduksi dan memacu pelepasan hormon yang diperlukan untuk merangsang ovulasi. Hormon-hormon itu sama dengan yang dilepaskan saat seorang wanita orgasme, tetapi tidak ada hubungannya dengan waktu ovulasi atau reproduksi pada manusia.

Refleks ini tidak lagi berperan dalam reproduksi, dan alat kelamin wanita disusun ulang pada manusia dan beberapa spesies lainnya, tetapi orgasme tampaknya merupakan peninggalan evolusi, kata para peneliti.

Untuk menguji teori itu, Wagner dan rekannya menyuntikkan fluoxetine pada kelinci, semacam anti-depresi yang diketahui dapat mengurangi kemampuan wanita untuk mencapai orgasme. Jika memang terdapat hubungan biologis antara ovulasi yang diinduksi senggama, dengan orgasme pada betina, kelinci yang telah disuntikkan fluoxetine seharusnya mengalami ovulasi lebih sedikit, para peneliti berhipotesis.

Dan benar saja, karena kelinci betina yang disuntikkan fluoxetine menjadi 30% lebih jarang orgasme daripada kelinci yang tidak disuntikkan fluoxetine, penelitian menunjukkan.

Wagner mencatat bahwa Freud percaya bahwa ketidakmampuan untuk orgasme adalah akibat dari ketidakdewasaan psikologis pada wanita dan yang lain berpendapat bahwa itu adalah tanda genetik atau inferioritas seksual dari pria.