BAGIKAN
Lucy Wolski/Unsplash

Sebuah penelitian menemukan bahwa bayi-bayi yang lahir secara normal melalui vagina dan melalui bedah Caesar memiliki kondisi mikrobioma usus yang berbeda – mikrobioma adalah miroorganisme menguntungkan yang hidup di tubuh. Dengan demikian, kemungkinannya akan memberikan permasalahan kesehatan dalam kehidupannya nanti.

Beberapa ilmuwan menduga bahwa perbedaan kondisi ini disebabkan karena bayi-bayi yang baru lahir melalui bedah Caesar tidak mendapatkan cukup bakteri menguntungkan yang berasal dari vagina, kulit dan usus ibunya. Sementara ilmuwan lainnya berpendapat bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor lainnya. Misalnya, antibiotik yang diberikan pada sang ibu setelah menjalani bedah Caesar.

Kini, sebuah penelitian terbaru yang hasilnya telah dipublikasikan dalam jurnal Cell, mengajukan sebuah jalan keluar yang cukup radikal untuk mengatasi kondisi tersebut. Hasil dari sebuah uji perinti menunjukkan bahwa dengan melarutkan feses atau kotoran sang ibu ke dalam ASI dan memberikannya pada bayi yang lahir melalui bedah Caesar, akan memberikan lebih banyak mikrobioma alami pada bayi tersebut.





Dan tentu saja cara ini tidak dianjurkan untuk dilakukan oleh para calon orang tua di rumah mereka. Karena masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mempraktekkan konsep ini.

Sebelumnya, ‘pemberian bibit vagina’, sebuah prosedur medis dengan mengoleskan cairan vagina sang ibu ke kulit bayi yang lahir melalui bedah Caesar cukup populer dipraktekkan selama beberapa tahun belakangan ini. Walaupun hingga kini belum ada bukti ilmiah yang membuktikan efektivitas dan keamanan konsep tersebut.

Dan hasil pilot studi ini menemukan bahwa konsep ‘swab vaginal’ pada bayi yang lahir melalui bedah Caesar tidak terbukti dapat memperbaiki ketidakseimbangan mikrobial pada usus bayi.

“Hasil ini tidaklah mengejutkan karena bakteri vaginal secara alami tidak berkoloni di dalam usus bayi,” kata para peneliti.

Dan menurut para peneliti, bakteri dari feses-lah yang paling tepat. Dalam pilot studi ini, bayi-bayi dari 7 orang ibu yang lahir melalui proses bedah Caesar diberikan transplantasi faecal mikrobiota ke dalam air susu ibunya tidak lama setelah mereka lahir.

Transplantasi feses ini sebelumnya telah diperiksa dengan teliti untuk menghindari adanya kontaminasi patogen berbahaya. Selain itu, para peneliti melakukan tes mikrobiota pada bayi-bayi tersebut pada saat mereka baru lahir, dua hari kemudian, satu minggu, dua minggu, tiga minggu dan tiga bulan.

Tidak ada kelompok kontrol dalam eksperimen ini; tetapi hasilnya dibandingkan dengan dataset mikrobiota yang telah ada dan telah dipublikasikan, termasuk juga data eksperimental vagina swab.

Dan hasilnya, ketika bayi-bayi tersebut telah berusia tiga minggu, para peneliti menemukan bahwa mereka yang menerima transplantasi feces memiliki mikrobioma usus yang sama dengan bayi yang lahir normal melalui vagina.





Dengan kata lain, perbedaan terbesar antara bayi-bayi yang lahir melalui vagina dan bedah Caesar bisa jadi adalah karena kurangnya asupan bakteri dari usus sang ibu.

“Penelitian ini tidak berfokus pada segi keamanannya, tetapi kami menemukan bahwa metode ini cukup efektif dan mendukung konsep transfer vertikal dari ibu kepada bayi.” Kata Willem de Vos, seorang ahli mikrobiologi dari University of Helsinki, Finlandia dan Wageningen University di Belanda.

“Sangat penting bagi kami untuk memberi peringatan pada setiap orang untuk melakukan metode ini sendiri di rumah. Sampel harus benar-benar teruji untuk keamanan dan kesesuaiannya.”

Ketika melakukan pengujian terhadap sampel feses, para peneliti menemukan mikroba-mikroba patogen pada hampir 30 persen dari sampel. Mereka bahkan menemukan satu kasus herpes dan suspect hepatitis.

Oleh karena itu, metode ini memiliki resiko yang tinggi terjadinya paparan mikroba berbahaya kepada bayi, jadi sangat berbahaya jika dilakukan sendiri di rumah.

Dengan alasan yang sama, baik British Medical Journal dan United States American College of Obstetricians and Gynecologist mengeluarkan peringatan yang melarang praktek swab vaginal pada bayi yang baru lahir karena beresiko menularkan patogen berbahaya pada bayi, termasuk herpes, virus simplex, chlamydia, dan gonorrhea.

Selain itu, manfaat dari metode ini masih belum terbukti dengan pasti. Penelitian tentang apakah bayi yang dilahirkan melalui bedah Caesar berkaitan dengan meningkatnya gangguan imunitas dalam masa hidupnya nanti, hasilnya masih meragukan.

Hasil dari beberapa penelitian besar menunjukkan tidak ada hubungan antara bayi lahir dengan bedah Caesar dengan penyakit-penyakit tertentu seperti diabetes tipe 1. Dan sebuah penelitian terbaru dari ilmuwan di Denmark pada lebih dari 2,5 juta kelahiran menemukan adanya peningkatan resiko terkena penyakit-penyakit peradangan pada bayi yang lahir dengan bedah Caesar.

Apakah kondisi ini memang disebabkan oleh kurangnya paparan cairan vagina ataupun feces sang ibu, masih harus diteliti lebih lanjut. Tetapi melihat fakta bahwa ketika para wanita dalam proses melahirkan, terjadi pula pergerakan pada usus mereka, dan penemuan baru ini tentunya tidak bisa membantah ide melakukan transplantasi feses pada bayi.

“Ada alasan mengapa mulut rahim berada dekat dengan lubang anal pada semua spesies vertebrata,” kata ahli mikrobiologi Maria Gloria Dominguez-Bello dari Rutgers University.

“Ini adalah seleksi alam, bukan sesuatu yang bersifat random. Dan merupakan pesan yang jelas dari alam untuk kita: “Kami menginginkan bayi-bayi terpapar feces ketika mereka lahir.”