BAGIKAN
(Marcel Kovačič / Unsplash)

Berbagai kondisi dari bentang alam yang dipenuhi oleh pepohonan, semak belukar, batuan besar dan bukit kecil mungkin telah membantu peningkatan kecerdasan hewan berupa strategi perencanaan agar tetap bertahan hidup. Menurut para peneliti yang telah melaporkan hasil studinya yang diterbitkan di jurnal Nature Communications.

Dengan membandingkan habitat perairan dan daratan, temuan ini dapat memberikan petunjuk, di mana hewan daratan berevolusi lebih pintar dibandingkan dengan leluhurnya yang berada di dalam perairan. Kecuali, bagi lumba-lumba dan paus. Karena keduanya berasal dari leluhur yang pernah tinggal di daratan.

“Semua hewan — di darat atau di air — memiliki jumlah waktu yang sama untuk berevolusi, jadi mengapa hewan darat memiliki sebagian besar kecerdasan?” tanya Malcolm MacIver Northwestern, yang memimpin penelitian dari Universitas Northwestern. “Pekerjaan kami menunjukkan bahwa ini bukan hanya tentang apa yang ada di kepala tetapi juga tentang apa yang ada di lingkungan.”




Bagi hewan predator, mereka harus mengoptimalkan keadaan alam agar berhasil menangkap buruannya. Sementara bagi hewan buruan harus bisa memanfaatkan kondisi alamnya untuk bersembunyi dan terhindar dari predator. Keadaan ini akan memeras otak dalam menemukan siasat agar tetap makan atau tidak dimakan. Mengembangkan kemampuan untuk merencanakan.

Kondisi alam perairan lebih terbuka dan lebih banyak ruang yang kosong. Tidak seperti di daratan yang dipenuhi oleh berbagai penghalang dan hambatan.

Tetapi para peneliti menemukan bahwa sebuah perencanaan di semua kondisi lanskap tidak selalu membuat unggul leluhur kita. Simulasi dari para peneliti menunjukkan adanya tingkat hambatan terhadap persepsi pemangsa, di mana perencanaan benar-benar bermanfaat. Pada lanskap yang sederhana seperti dataran terbuka atau pada lanskap yang padat seperti hutan lebat, perencanaan tidak mendatangkan manfaat.

MacIver akan menempatkan prediksi yang dihasilkan oleh studi komputasi ini untuk diuji melalui eksperimen dengan hewan-hewan kecil yang dimunculkan pada suatu lingkungan robotik yang dapat dikonfigurasi ulang sesuai kebutuhan.

Dalam karya sebelumnya, MacIver menunjukkan bahwa ketika hewan mulai menginvasi daratan 385 juta tahun yang lalu, mereka memperoleh kemampuan untuk melihat lebih jauh sekitar seratus kali daripada di dalam air. MacIver berhipotesis bahwa menjadi predator atau mangsa dalam konteks kemampuan visual lebih jauh mungkin memerlukan lebih banyak kekuatan otak daripada berburu di dalam air yang cenderung bebas pandang dan lebih terbuka.




Namun, simulasi superkomputer untuk studi ini (35 tahun kalkulasi pada sebuah komputer) mengungkapkan bahwa kombinasi penglihatan jarak jauh dan lanskap dengan campuran antara area terbuka dan zona tumbuhan yang lebih padat, menghasilkan keunggulan yang jelas bagi perencanaan.

“Kami berspekulasi bahwa perpindahan menuju daratan menuangkan bahan bakar jet pada evolusi otak karena mungkin telah memberikan manfaat operasi kognitif tersulit yang pernah ada: Membayangkan masa depan,” kata MacIver.

Untuk menguji hipotesis ini, MacIver dan timnya mengembangkan berbagai simulasi komputasi untuk menguji tingkat kelangsungan hidup hewan buruan yang secara aktif diburu oleh predator di bawah dua strategi pengambilan keputusan yang berbeda: Berbasis kebiasaan (otomatis, seperti memasukkan kata sandi yang telah Anda hafal) dan berbasis rencana (membayangkan beberapa skenario dan memilih yang terbaik). Tim ini menciptakan sebuah dunia yang sederhana dan terbuka tanpa ada yang menghalangi pandangan untuk mensimulasikan dunia perairan. Kemudian, mereka menambahkan benda-benda dengan kepadatan yang beragam, untuk mensimulasikan daratan.

“Ketika mendefinisikan kognisi kompleks, kami membuat perbedaan antara tindakan dan perencanaan berbasis kebiasaan,” kata MacIver. “Yang terpenting tentang kebiasaan adalah tidak fleksibel dan independen terhadap hasil. Itulah sebabnya Anda terus memasukkan kata sandi lama Anda setelah mengubahnya. Dalam perencanaan, Anda harus membayangkan masa depan yang berbeda dan memilih hasil dengan potensial terbaik.”

Dalam lingkungan perairan dan daratan sederhana yang diteliti dalam penelitian ini, tingkat kelangsungan hidupnya adalah rendah. Baik untuk mangsa yang menggunakan tindakan berbasis kebiasaan maupun bagi yang memiliki kemampuan untuk melakukan suatu rencana. Hal yang sama berlaku untuk lingkungan yang sangat padat, seperti terumbu karang dan hutan hujan lebat.

“Dalam lingkungan terbuka atau penuh sesak yang sederhana itu, tidak ada manfaat untuk perencanaan,” kata MacIver. “Di lingkungan perairan terbuka, Anda hanya perlu berlari ke arah yang berlawanan dan berharap yang terbaik. Sementara di lingkungan yang sangat padat, hanya ada beberapa jalur yang harus diambil, dan Anda tidak dapat menyusun sebuah strategi karena Anda tidak bisa melihat terlampau jauh. Dalam lingkungan ini, kami menemukan bahwa perencanaan tidak meningkatkan peluang Anda untuk bertahan hidup. “

Ketika berbagai potongan tumbuhan dan topografinya diselingi dengan area terbuka lebar mirip dengan sabana, bagaimanapun, simulasi menunjukkan bahwa perencanaan menghasilkan hasil kelangsungan hidup yang sangat besar dibandingkan dengan pergerakan berbasis kebiasaan. Karena perencanaan meningkatkan peluang untuk bertahan hidup, evolusi akan memilih sirkuit otak yang memungkinkan hewan membayangkan berbagai kemungkinan dari skenario di masa selanjutnya, mengevaluasinya, dan kemudian memberlakukannya.

“Dengan lanskap tambal sulam – sebagian dipenuhi vegetasi, ada sebuah interaksi yang saling mempengaruhi wilayah transparan dan samar dari ruang dan jangkauan jarak pandang, yang berarti bahwa pergerakan Anda dapat menyembunyikan atau memperlihatkan keberadaan Anda kepada musuh,” kata MacIver. “Dataran kering menjadi sebuah papan catur. Dengan setiap gerakan, Anda memiliki kesempatan untuk mengembangkan sebuah strategi.

“Menariknya,” katanya, “ketika kita terpisah dari kehidupan di pepohonan dengan simpanse hampir tujuh juta tahun yang lalu dan ukuran otak menjadi empat kali lipat dalam sesaat, studi paleoekologi menunjukkan bahwa kita telah menginvasi lanskap tambal sulam, mirip dengan yang disoroti oleh penelitian kami, seperti memberikan hadiah terbesar berupa pemikiran strategis.”