BAGIKAN
[pxhere]

Sampah plastik sangat sulit diurai oleh mikroba dan hal ini telah menjadi masalah pelik bagi lingkungan hidup. Struktur kimia plastik sebagai senyawa organik polimer terbentuk dari rantai karbon yang sangat kuat, sehingga secara alamiah untuk memecahkan rantai karbon tersebut dibutuhkan waktu yang sangat panjang, hingga mencapai ratusan bahkan ribuan tahun.

Sebagai solusi masalah tersebut, telah dikembangkan bioplastik atau plastik biodegradable, yaitu plastik yang terbuat dari bahan-bahan yang mudah diuraikan oleh alam.

Dua orang peneliti dari UNSW School of Chemistry, Sydney, Australia belum lama ini berhasil menemukan plastik ramah lingkungan dengan bahan baku limbah pohon pisang yang mungkin dapat dijadikan alternatif baru pemanfaatan limbah sekaligus menciptakan produk bahan baku kemasan yang tidak hanya mudah diurai oleh mikroba tetapi juga dapat didaur ulang.

Professor Jayashree Arcot, dan Professor Martina Stenzel dari UNSW School of Chemistry, melakukan penelitian untuk mencari cara mengubah limbah agrikultur menjadi sesuatu yang bisa memiliki nilai tambah untuk industri yang mengolahnya sekaligus memecahkan masalah yang ada.

Salah satunya adalah industri pengolahan buah pisang yang menurut Prof Arcot menghasilkan limbah organik dalam jumlah yang sangat besar, dan hanya 12 persen dari keseluruhan tanaman pisang yang dimanfaatkan (buah) dan sisanya akan dimusnahkan sesudah buah setelah dipanen.

“Apa yang membuat industri pengolahan pisang menghasilkan limbah yang lebih besar dibandingkan buah lainnya karena tanaman pisang akan mati setelah buahnya selesai dipanen,” kata Prof. Arcot.

“Secara khusus kami tertarik pada pseudostem, yaitu bagian dari tanaman pisang yang terlihat seperti batang, yang dibentuk oleh selubung daun yang tumpang tindih dan padat. Bagian ini biasanya akan dipotong setelah panen dan akan dibuang. Sebagian dimanfaatkan untuk industri tekstil, kompos dan sisanya menjadi limbah dalam jumlah yang sangat besar.”

Kedua peneliti ini menyelidiki apakah pseudostem bisa dijadikan bahan baku selulosa, komponen struktural yang penting dari dinding sel tanaman, yang bisa dimanfaatkan bagi industri kemasan, produk-produk kertas, tekstil dan bahkan sebagai bahan baku obat: sebagai obat luka dan bahan penghantar obat.

Bekerjasama dengan Royal Botanic Garden Sydney sebagai penyuplai material pseudostem dari tanaman pisang, kedua peneliti ini mengekstraksi selulosa dan kemudian melakukan pengujian untuk mengetahui apakah material ini bisa dipakai sebagai bahan baku kemasan alternatif.

“Pseudostem terdiri dari 90 persen air, dan material padat sisanya hanya sekitar 10 persen,” kata Prof Arcot. “Kami membawa pseudostem ke lab, kemudian memotongnya menjadi potongan-potongan kecil, kemudian dikeringkan pada suhu rendah di oven pengering, kemudian digiling hingga berbentuk serbuk.”

Hasil akhir yang secara konsisten mirip dengan kertas masak. Credit: UNSW

“Kemudian serbuk yang dihasilkan kami ekstrak dengan bahan kimia yang akan mengisolasi material yang dikenal dengan nama nanoselulosa, material ini mempunyai nilai tinggi yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal. Kami tertarik untuk memanfaatkannya sebagai bahan baku kemasan, terutama kemasan plastik sekali pakai yang nantinya akan berakhir menjadi sampah.”



Dan hasil akhir dari proses ini adalah material yang secara konsisten mirip dengan kertas masak.

Prot Arcot mengatakan bahwa tergantung dari ketebalan lembaran film yang dihasilkan, material ini bisa digunakan untuk berbagai macam jenis dari kemasan makanan. Ada banyak pilihan dalam pemanfaatan bahan ini, antara lain untuk tas belanja, atau dapat pula sebagai bahan pembuat tray untuk untuk buah dan daging, menggantikan bahan styrofoam. Material ini sangat aman bagi makanan, tidak beracun, mudah diuraikan dan bisa didaur ulang.

Prof Arcot dan Prof. Stenzel telah mengkonfirmasi bahwa dalam pengujian yang mereka lakukan, material ini bisa terurai secara organik setelah lembaran film dari material selulosa ini ditanam dalam tanah selama enam bulan. Lembaran selulosa ini benar-benar hancur dan menyatu dengan tanah.

“Material ini juga bisa didaur ulang. Salah satu dari mahasiswa Ph.D kami membuktikannya, bahwa material ini bisa didaur ulang hingga tiga kali tanpa ada perubahan dari strukturnya,” kata Prof. Arcot.

Dan hasil pengujian pada makanan didapatkan hasil bahwa material ini tidak menimbulkan resiko kontaminasi.

“Kami menguji material ini dengan sampel makanan untuk melihat apakah ada kebocoran dan dinding selnya,” kata Prof. Stenzel. ”Kami tidak melihat hal itu terjadi. Dan juga dilakukan pengujian pada sel mamalia, sel kanker, sel T, dan material ini tidak mengkontaminasi sel-sel tersebut. Bahkan bagi sel T yang biasanya sensitif pada apapun yang bersifat toksik, material ini aman.”

Pseudostem tanaman pisang yang telah dikeringkan, kemudian digiling hingga berbentuk serbuk, dilarutkan dalam larutan alkali yang akan memisahkan selulosa dari bahan lainnya,kemudian diproses hingga berbentuk lembaran film dengan ketebalan yang bervariasi. Credit: UNSW.

Berbagai pemanfaatan dari limbah agrikultur lainnya yang juga tengah diteliti oleh kedua peneliti ini adalah limbah dari industri kapas dan padi. Mereka telah mengekstrak selulosa dari limbah tanaman kapas yang dikumpulkan dari mesin pemisah kapas dengan biji, dan limbah sekam padi.



“Dalam teori, kita bisa mengekstrak nanoselulosa dari setiap jenis tanaman, dengan kualitas yang berbeda-beda,” kata Prof Stenzel.

“Yang membuat kami tertarik pada tanaman pisang, selain menghasilkan selulosa dengan kualitas tinggi, adalah fakta bahwa tanaman ini adalah tanaman semusim (tanaman yang ditanam dan dipanen pada musim yang sama),” Prof Arcot menambahkan.

Kedua peneliti ini mengatakan bahwa pemanfaatan pseudostem tanaman pisang untuk dijadikan bahan baku alternatif bagi pembuatan tas belanja plastik dan kemasan makanan bisa diwujudkan, sangat dimungkinkan bagi industri pengolahan buah pisang untuk bisa memulai proses pengolahan pseudostem menjadi serbuk, dan bisa mereka jual kepada para supplier bahan kemas.

Dan pada bagian akhir rantai suplai, jika industri kemasan bisa memperbaharui mesin-mesin mereka agar bisa mengolah material nano selulosa menjadi tas plastik atau material kemasan makanan lainnya, maka pseudostem tanaman pisang ini benar-benar bisa diandalkan untuk dijadikan bahan baku kemasan makanan.



“Kami menginginkan partner industri yang mau bekerjasama dalam mengolah material ini, dan tidak membutuhkan modal yang besar,” kara Prof. Stenzel.

Dan Prof. Arcot pun mengamininya. “Saya kira perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri kemasan akan tertarik untuk menggunakannya apabila material ini nantinya sudah bisa tersedia dalam jumlah besar.”