BAGIKAN

Suhu di Qatar di musim panas saat ini bisa mencapai 48 derajat Celcius dan saat malam, turun di bawah 32 derajat Celcius.

Sebagai respon atas kejadian ini, negara telah berupaya untuk turut mendinginkan udara di luar ruangan juga. Saud Ghani, seorang profesor ahli di bidang pendinginan udara memiliki gagasan untuk mendinginkan salah satu stadion sepak bola dengan sistem yang ia bangun dalam menghadapi piala dunia di tahun 2022, seperti yang dilaporkan oleh Washington Post.



Qatar menjadi salah satu tempat terpanas dengan peningkatan suhunya semakin bertamabah cepat dalam tiga dekade terakhir. Di tahun 2010, suhunya bisa mencapai 50 derajat Celcius, dan tercatat sebagai rekor terpanas sepanjang masa di negara itu. Saat kondisinya bertambah ekstrem bisa membahayakan kesehatan penduduk negara pengekspor gas alam cair terkemuka di dunia ini.

Sebagai tindakan untuk menanggulanginya, mereka mulai memasang pendingin udara di luar ruangan seperti stadion olahraga terbuka, di sepanjang trotoar, pasar, bahkan di mal-mal luar ruangan. Supaya para pengunjung tetap merasakan kesejukan.  

Sebuah “solusi” yang, pada akhirnya, dapat memperburuk pemanasan global, menurut The Futurism.

Namun, “Jika Anda mematikan pendingin udara, itu akan membuat sangat menderita,” kata Yousef al-Horr, pendiri Organisasi Teluk untuk Penelitian dan Pengembangan yang berfokus pada keberlanjutan, mengatakan kepada Washington Post. 



Tapi, bukankah pendingin udara memerlukan tenaga listrik, terlebih untuk kapasitas yang besar. Menggunakan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik yang dibutuhkan untuk menjalankan pendingin udara. Bahan bakar fosil itu, pada akhirnya akan menghasilkan emisi karbon, yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Meskipun para penandatangan Perjanjian Paris sepakat untuk mencoba menghindari kenaikan suhu menjadi 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, Qatar telah melampaui ambang batas itu – yang berarti situasi negara saat ini dapat memberi pertanda masa depan kita, menurut Kristin Housher dari Futurism.



“Qatar adalah salah satu area pemanasan tercepat di dunia, setidaknya di luar Kutub Utara,” kata ilmuwan data iklim Berkeley Earth Zeke Hausfather kepada The Washington Post.

“Perubahan di sana dapat membantu memberi kita perasaan tentang apa yang bisa diperkirakan oleh seluruh dunia jika kita tidak mengambil tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kita.”