BAGIKAN
Ilustrasi Enceladus sedang dimakan oleh galaksi Bima Sakti. [Credit: René van der Woude, Mixr.nl]

Bima Sakti (dalam bahasa Inggris Milky Way) adalah galaksi spiral yang besar dengan total masa sekitar 1012 massa matahari, yang memiliki sekitar 200 hingga 400 miliar bintang dengan diameter 100.000 tahun cahaya dan ketebalan 1000 tahun cahaya – sebagai perbandingan, jarak antara matahari dan pusat galaksi diperkirakan sejauh 27.700 tahun cahaya. Di dalam galaksi Bima Sakti terdapat sistem Tata Surya, yang di dalamnya terdapat planet Bumi tempat kita tinggal.

Sebagaimana pada Bulan atau Matahari, galaksi juga memiliki sebuah halo, yaitu: bagian dari galaksi yang berbentuk seperti bola cahaya sebagai perluasan dari galaksi yang masih terlihat, yang melampaui komponen utamanya. Terdapat tiga bagian yang membentuk halo galakasi : halo bintang (stellar), korona galaksi (plasma) dan halo materi gelap.

Sekitar sepuluh miliar tahun yang lalu, galaksi Bima Sakti kita pernah menyatu dengan sebuah galaksi berukuran sangat besar. Bintang-bintang yang berasal dari mitra ini, bernama Gaia-Enceladus, yang telah membentuk sebagian besar dari halo Bima Sakti dan juga ketebalan cakram, sehingga bentuknya menjadi bertambah besar. Penjelasan mengenai penggabungan super besar ini, telah ditemukan oleh sebuah tim internasional yang dipimpin oleh seorang astronom dari Universitas Groningen, Amina Helmi, dan sekarang studi mereka telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature.

Galaksi besar seperti Bima Sakti kita adalah hasil penggabungan dari berbagai galaksi yang lebih kecil ukurannya. Pertanyaan yang belum terjawab adalah apakah galaksi seperti Bima Sakti adalah produk dari penggabungan galaksi kecil dalam jumlah yang banyak atau hanya terdiri dari beberapa galaksi yang berukuran besar saja. Profesor Astronomi Universitas Groningen, Amina Helmi, telah menghabiskan sebagian besar karirnya dalam melakukan pencariaan terhadap ‘fosil’ di dalam galaksi Bima Sakti kita yang mungkin menawarkan beberapa petunjuk mengenai evolusi yang telah terjadi. Selama penelitiannya, ia menggunakan komposisi kimia, posisi dan lintasan bintang di dalam halo untuk menyimpulkan sejarahnya dan dengan demikian dapat mengidentifikasi penggabungan yang telah menciptakan Bima Sakti pada mulanya.

Distribusi langit dari ‘koleksi aneh’ bintang-bintang yang terdeteksi dalam rilis data kedua dari misi Gaia ESA. Bintang-bintang ini bergerak di sepanjang lintasan memanjang ke arah yang berlawanan dengan mayoritas ratusan miliar bintang Bima Sakti kita yang lain dan memiliki komposisi kimia yang sangat berbeda, menunjukkan bahwa mereka termasuk dalam populasi bintang yang jelas berbeda. [Credit: ESA]

Rilis data kedua Gaia

Rilis data kedua baru-baru ini dari misi satelit Gaia bulan April lalu telah memberikan data dari sekitar 1,7 miliar bintang-bintang bagi Profesor Helmi. Ia telah terlibat dalam pengembangan misi Gaia selama sekitar dua puluh tahun dan merupakan bagian dari tim validasi data pada rilis data kedua. Sekarang, ia menggunakan data-data tersebut untuk mencari jejak-jejak penggabungan yang telah terjadi di dalam halo: “Kami memperkirakan bintang-bintang berasal dari penyatuan berbagai satelit di dalam halo. Kami tidak menyangka untuk menemukan, bahwa sebagian besar bintang-bintang halo benar-benar memiliki asal yang sama dalam sebuah penggabungan yang sangat besar ”.

Sepertinya, memang itu yang telah dia temukan. Sifat-sifat kimia dari sejumlah besar bintang-bintang yang berada di dalam halo jelas berbeda dengan bintang-bintang di Bima Sakti ‘asli’. “Dan bintang-bintang tersebut adalah kelompok yang cukup homogen, yang menandakan bahwa mereka memiliki asal yang sama”. Dengan memplot lintasan dan sifat-sifat kimianya, para ‘penyerbu’ tampil dengan jelas. Helmi: “Bintang termuda dari Gaia-Enceladus sebenarnya lebih muda dari bintang Bima Sakti asli yang sekarang menjadi daerah cakram tebal. Ini berarti bahwa nenek moyang dari cakram tebal ini sudah ada ketika penggabungannya terjadi, dan Gaia-Enceladus, karena ukurannya yang sangat besar, mengguncang dan menggembungkannya.”

Dalam makalah sebelumnya , Helmi telah menggambarkan ‘gumpalan’ bintang besar yang berbagi asal usul yang sama. Sekarang, dia menunjukkan bahwa bintang-bintang dari gumpalan di halo adalah puing-puing dari penggabungan Bima Sakti dengan galaksi yang sedikit lebih besar daripada Awan Magellan Kecil (AMK), sekitar sepuluh miliar tahun yang lalu. Galaksi ini disebut Gaia-Enceladus, berdasarkan kisah Raksasa Enceladus yang dalam mitologi Yunani lahir dari Gaia (dewi Bumi) dan Uranus (dewa Langit).

Berdasarkan dari data-data kinematika, kimia, usia dan distribusi spasial dari bintang Bima Sakti asli dan sisa-sisa Gaia-Enceladus, mengingatkan Helmi tentang simulasi yang dilakukan oleh seorang mantan mahasiswa PhD, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Simulasinya tentang penggabungan galaksi membentuk cakram besar dengan Bima Sakti awal menghasilkan distribusi bintang dari kedua objek, yang benar-benar sejalan dengan data Gaia. “Sungguh menakjubkan untuk mengetahui data dari Gaia yang terbaru dan menyadari bahwa saya telah melihatnya sebelumnya!,” kata sang astronom.