Untuk pertama kalinya, para astronom telah secara langsung mencitrakan bagaimana formasi dan ekspansi dari materi yang tersembur bergerak cepat ketika gravitasi kuat dari lubang hitam supermasif mengoyak bintang yang mengembara terlalu dekat dengan monster kosmik tersebut.
Para ilmuwan melacak sepasang galaksi bertabrakan yang disebut Arp 299 melalui teleskop radio dan inframerah, berikut dengan National Science Foundation Very Long Baseline Array (VLBA). Peristiwa ini terjadi hampir 150 juta tahun cahaya dari Bumi.
Di inti salah satu galaksi, lubang hitam 20 juta kali lebih besar daripada Matahari memarut bintang lebih dari dua kali massa Matahari, memicu serangkaian peristiwa yang mengungkapkan rincian penting tentang perjumpaan yang penuh kekerasan.
Hanya sejumlah kecil bagaimana proses kematian sebuah bintang seperti itu, yang disebut peristiwa gangguan pasang surut, telah terdeteksi, meskipun para ilmuwan telah berhipotesis bahwa itu bisa jadi merupakan hal yang sudah umum terjadi.
Para ahli teori menyatakan bahwa material yang dihisap dari bintang naas itu membentuk piringan berputar di sekitar lubang hitam, memancarkan sinar-X dan cahaya tampak secara intens, dan juga melontarkan pancaran materi ke luar dari kutub-piringan pada kecepatan yang hampir setara dengan kecepatan cahaya.
“Belum pernah kami secara langsung dapat mengamati formasi dan evolusi jet dari salah satu peristiwa ini,” kata Miguel Perez-Torres, dari Astrophysical Institute of Andalusia di Granada, Spanyol.
Indikasi pertama datang pada 30 Januari 2005, ketika para astronom menggunakan Teleskop William Herschel di Kepulauan Canary menemukan ledakan pancaran inframerah yang datang dari inti salah satu galaksi yang bertabrakan di Arp 299. Pada 17 Juli 2005, VLBA mengungkapkan sumber emisi radio baru yang berbeda dari lokasi yang sama.
“Seiring waktu berlalu, objek baru tetap terang sebagai inframerah dan gelombang radio, tetapi tidak dalam cahaya tampak dan sinar X,” kata Seppo Mattila, dari Universitas Turku di Finlandia. “Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa gas tebal antar bintang dan debu di dekat pusat galaksi menyerap sinar-X dan cahaya tampak, kemudian memantulkan ulang sebagai inframerah,” tambahnya. Para peneliti menggunakan Nordic Optical Telescope di Canary Islands dan teleskop ruang angkasa Spitzer NASA untuk mengikuti emisi inframerah objek.
Observasi lanjutan dengan VLBA, Jaringan VLBI Eropa (EVN), dan teleskop radio lainnya, yang dilakukan selama hampir satu dekade, menunjukkan sumber emisi radio meluas ke satu arah, seperti yang diharapkan untuk jet. Ekspansi diukur menunjukkan bahwa materi di jet bergerak rata-rata seperempat kecepatan cahaya. Untungnya, gelombang radio tidak terserap di inti galaksi, tetapi menemukan jalannya untuk mencapai Bumi.
Pengamatan ini menggunakan beberapa antena radio-teleskop, dipisahkan oleh ribuan mil, untuk mendapatkan kekuatan pemisahan, atau kemampuan untuk melihat detail yang baik, yang diperlukan untuk mendeteksi perluasan suatu objek yang begitu jauh. Dengan penuh kesabaran, mengumpulkan data selama bertahun-tahun memberikan harga yang setimpal kepada para ilmuwan dengan bukti adanya jet.
Sebagian besar galaksi memiliki lubang hitam supermasif, yang mengandung jutaan hingga milyaran kali massa Matahari, di inti mereka. Dalam lubang hitam, massa begitu terkonsentrasi sehingga tarikan gravitasinya begitu kuat sehingga cahaya pun bahkan tidak dapat melarikan diri.
Ketika lubang hitam supermasif tersebut aktif menarik material dari sekelilingnya, material itu membentuk cakram berputar di sekitar lubang hitam, dan pancaran partikel supercepat diluncurkan ke luar. Ini adalah fenomena yang terlihat di galaksi radio dan quasar.
“Namun, sebagian besar waktu, lubang hitam supermasif tidak secara aktif melahap apa pun, sehingga mereka dalam keadaan tenang,” jelas Perez-Torres. “Peristiwa gangguan pasang surut dapat memberi kita kesempatan unik untuk memajukan pemahaman kita tentang pembentukan dan evolusi jet di sekitaran benda-benda kuat ini,” tambahnya.
“Karena debu yang telah menyerap cahaya tampak, peristiwa gangguan pasang surut tertentu mungkin hanya puncak gunung es dari apa yang sampai saat ini telah menjadi populasi tersembunyi,” kata Mattila. “Dengan meneliti peristiwa ini menggunakan teleskop inframerah dan radio, mungkin kita dapat menemukan lebih banyak lagi, dan mempelajarinya,” katanya.
Kejadian seperti itu mungkin lebih umum di alam semesta yang jauh, jadi mempelajarinya dapat membantu para ilmuwan memahami lingkungan di mana galaksi berkembang miliaran tahun yang lalu.
Penemuan itu, kata para ilmuwan, mengejutkan. Karena, semburan infra merah awal ditemukan sebagai bagian dari proyek yang berusaha mendeteksi ledakan supernova berupa sepasang galaksi yang bertabrakan. Arp 299 telah memperlihatkan banyak ledakan bintang, dan telah dijuluki sebagai “pabrik supernova.” Objek baru ini awalnya dianggap sebagai ledakan supernova. Baru pada tahun 2011, enam tahun setelah penemuan, bagian dari pancaran radio mulai menunjukkan sebuah perpanjangan. Pemantauan berikutnya menunjukkan ekspansi yang membesar, membenarkan bahwa apa yang para ilmuwan lihat adalah jet, bukan supernova.
Mattila dan Perez-Torres memimpin tim 36 ilmuwan dari 26 institusi di seluruh dunia dalam pengamatan Arp 299. Mereka mempublikasikan temuannya dalam jurnal Science.