BAGIKAN
[Neotrogla, serangga gua Brasil telah membalik struktur genital. Foto disediakan oleh Kazunori Yoshizawa / Hokaido University] .

Sebuah tim peneliti dari Jepang, Brasil, dan Swiss menemukan bukti yang menunjukkan bahwa pelengkap seperti penis betina dalam dua jenis serangga gua berevolusi secara independen. Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Biology Letters, mereka menjelaskan studi mereka tentang serangga-serangga Sensitibillini – yang terdiri dari Neotrogla, Afrotrogla dan Sensibilia – dan apa yang telah mereka temukan

Empat tahun lalu, sebuah tim peneliti dari Jepang menemukan genus serangga yang hidup di sebuah gua di Brasil di mana serangga betinanya memiliki sebuah pelengkap yang menyerupai penis dan pejantannya memiliki kantong seperti vagina. Spesies serangga ini diberi nama Neotrogla. Para peneliti mengetahui bahwa terdapat satu serangga lain yang memiliki organ seksual terbalik serupa, yang bernama Afrotrogla.

Dua spesies serangga berada pada genera yang sama, sehingga para peneliti dengan upaya terbarunya ini ingin mengetahui: apakah keanehan organ yang terbalik berkembang hanya sekali sebelum dua spesies tersebut menyimpang, atau karena mereka telah berevolusi secara mandiri.

Mereka mengetahui bahwa ada marga kerabat terdekat lainnya yang disebut Sensibilia, tetapi organ seksnya tidak terbalik. Mereka kemudian mempelajari organ seks dari ketiga marga serangga tersebut dengan sangat hati-hati, dan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa organ terbalik pada kedua spesies telah berevolusi secara independen.

Dalam biologi evolusioner, evolusi konvergen adalah proses di mana organisme atau spesies yang tidak terkait erat (bukan keturunan dari nenek moyang yang sama), secara independen mengembangkan sifat-sifat serupa sebagai hasil dari keharusan beradaptasi dengan lingkungan yang serupa. Salah satu contoh dari evolusi konvergen misalnya pada sifat serupa dari terbang atau sayap, yaitu pada serangga, burung, pterosaurus, dan kelelawar. Keempatnya menyediakan fungsi yang sama (terbang) dan serupa dalam struktur (sayap), tetapi masing-masing berevolusi secara mandiri karena berbeda nenek moyangnya.

Setelah membandingkan lingkungan di mana dua spesies serangga berevolusi dan terus hidup, mereka memperkirakan kemungkinan persaingan dalam mendapatkan makanan. Kedua jenis serangga tinggal di gua di mana makanannya sangat langka. Karena itu, serangga jantan tampaknya lebih tertarik untuk mencari makanan daripada kawin. Ini telah menyebabkan para betina untuk mengambil peran sebagai pengejar dan inisiator di mana biasanya diperankan oleh para laki-laki.

Dan untuk mencegah serangga jantan melarikan diri sebelum spermanya benar-benar berhasil dikumpulkan, sang betina telah mengembangkan sebuah pengait yang dapat melekat ke dalam tubuh pejantan idamannya, membuatnya terkunci untuk tetap di tempatnya selama dua atau tiga hari (40 hingga 70 jam) untuk satu sesi pembuahan. Saking kuatnya, para peneliti telah benar-benar berusaha untuk memisahkan pasangan yang sedang kawin hanya untuk memotret tubuh pejantannya, namun sangat sulit untuk dipisahkan.

Selama kawin, laki-laki menyuntikkan semen cair ke dalam organ penyimpanan sperma perempuan, yang disebut spermatheca, melalui pembukaan duktus spermathcal di ujung penis perempuan. Kehadiran sperma menginduksi pembentukan kapsul keras yang membungkus sperma di dalam tubuh betina. Ia dapat menggunakan isi kapsul tidak hanya untuk pembuahan, tetapi juga untuk nutrisi bila diperlukan, karena kelangkaan nutrisi di gua yang mereka huni. Dipercaya bahwa kemampuan untuk memperoleh nutrisi dari sperma telah mendorong betina untuk berkompetisi melalui perkawinan, yang akhirnya mengarah pada evolusi penis betina.

Kapsul seminal yang terbentuk di satu sisi dari organ penyimpanan sperma betina. Dengan mengganti katup, kapsul seminal lainnya dapat dibentuk di sisi lain. (Yoshizawa K., dkk., ELife )

“Dengan biomimetik, struktur hidup tiruan untuk memecahkan tantangan rekayasa, mendapatkan momentum, penemuan ini dapat diterapkan dalam desain perangkat nanoteknologi,” kata Kazunori Yoshizawa dalam sebuah pernyataan.

Para peneliti mencatat bahwa ada banyak contoh pejantan dan betina berevolusi secara bersamaan untuk mengakomodasi transfer sperma, tetapi tidak ada yang sebanding dengan anatomi unik dari Sensitibillini. Mereka juga menduga bahwa predasi [interaksi biologis predator dan mangsanya] di lingkungan mereka mungkin memainkan peran dalam perkembangan organ seks mereka juga.