Apa yang mengatur timbuilnya rasa kantuk adalah sama dengan yang mengatur timbulnya rasa lapar. Sebuah indikasi dari tubuh yang perlu direspon oleh kita, yang diatur oleh apa yang dikenal dengan jam biologis sikardian.
Namun, tidur hingga lebih dari 11 jam atau kurang dari 4 jam dalam sehari bisa terserang fibriosis paru. Peluangnya 2-3 lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidur selama 7 jam sehari. Menurut para peneliti yang mempublikasikan hasil temuannya di Proceeeding National Academy of Sciences
Fibrosis paru adalah penyakit paru-paru yang terjadi ketika jaringannya mengalami kerusakan menjadi jaringan parut. Menurut para peneliti, penyakit yang belum dapat disembuhkan ini terkait dengan jam biologis. Pemyakit yang membunuh sekitar 5.000 orang dalam setahun di Inggris. Jumlah yang setara dengan kematian yang disebabkan oleh leukemia.
Anggota tim peneliti berbasis di Universitas Manchester, Oxford, Newcastle, University College London, dan Toronto, serta Manchester University NHS Foundation Trust.
Jam internal biologis tubuh kita mengatur hampir setiap sel dalam tubuh manusia. Menggerakkan siklus selama 24 jam pada berbagai proses seperti tidur, sekresi hormon, dan metabolisme.
Di paru-paru, jam biologis terutama terletak di saluran utama yang membawa udara. Namun, tim menemukan bahwa pada orang dengan fibrosis paru-paru, osilasi jam ini meluas ke ruang udara kecil, yang disebut alveoli.
Penelitian yang dilakukan pada tikus menunjukan bahwa dengan mengubah mekanisme jam biologisnya, memungkinkan untuk mengganggu proses fibrotiknya. Sehingga membuat hewan ini lebih mungkin untuk mengembangkan fibrosis paru .
Dengan menggunakan data-data manusia dari UK Biobank, para peneliti kemudian menunjukkan, bahwa fibrosis paru dikaitkan dengan durasi tidur. Baik tidur yang terlampau singkat maupun tidur yang terlampau lama.
Hubungan antara durasi tidur dan fibrosis paru memiliki kekuatan yang sama dengan faktor risiko lain yang telah diketahui untuk penyakit ini.
Orang-orang yang tidur secara teratur selama 4 jam atau kurang dalam sehari, memiliki peluang dua kali untuk memiliki fibrosis paru. Sementara bagi mereka yang tidurnya 11 jam atau lebih, memiliki tiga kali lipat peluang terkena penyakit ini. Jika dibandingkan dengan mereka yang tidur dalam 7 jam per hari.
Para peneliti menjelaskan temuannya dengan penemuan bahwa sebuah protein inti jam (REVERBα) yang mengubah produksi protein utama dalam fibrosis paru (kolagen)
Ini adalah temuan yang menarik, kata mereka, karena senyawa kimia dapat mengubah fungsi REVERBα.
Para penulis dapat menunjukkan bahwa salah satu senyawa REVERBα ini dapat mengurangi kolagen dalam irisan paru-paru dari orang yang memiliki penyakit ini.
“Upaya lebih lanjut akan perlu dilakukan di sekitar mempelajari hubungan antara fibrosis paru dan durasi tidur untuk menetapkan penyebab dan reproduksibilitas. Jika hasil ini dikonfirmasi, maka tidur untuk waktu yang optimal dapat mengurangi dampak penyakit yang menghancurkan ini.” kata John Bleakley dari The University of Manchester, yang memimpin proyek ini.
Peter Cunningham, penulis utama bersama, mengatakan: “Sangat menarik untuk berpikir bahwa aktivitas jam meningkat pada penyakit fibrotik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jam biologis juga memainkan peran penting dalam infeksi, kanker dan diabetes. Penemuan bahwa jam biologis ini berperan dalam fibrosis, menunjukkan bahwa mengubah osilasi ini bisa menjadi pendekatan terapi yang penting.”