BAGIKAN
Credit: Lu Ann Hunt by Unsplash 

Litium, adalah salah satu unsur kimia paling ringan dari semua unsur padatan. Selama ini dikenal sebagai bahan untuk menyimpan daya pada baterai isi ulang. Jejak dari litium ditemukan terkandung pada setiap bebatuan di planet kita, dan juga ditemukan pada makanan dan suplai air minum. Menurut hasil analisis terbaru, kandungan litium ini, walaupun sangat kecil, tetapi dapat memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan kita.

Selama beberapa dekade, litium sering digunakan untuk pengobatan orang-orang yang menderita kelainan suasana hati (mood), bipolar, terbukti efektif menstabilkan kondisi jiwa yang terganggu,dan menurunkan resiko bunuh diri pada pasien-pasien yang yang sangat rentan ini.

Dosis yang digunakan oleh para psikiater adalah relatif tinggi -setidaknya 200 miligram per hari, dan efek samping dari penggunaan obat ini dimonitor dengan sangat hati-hati. Tetapi beberapa penelitian mengindikasikan bahwa hanya dengan penggunaan mikro dosis dan elemen ini, hanya 400 mikrogram per hari, dapat memberikan kemajuan yang signifikan pada pasien-pasien gangguan mood (1 miligram = 1.000 mikrogram).

Sejak tahun 1990an, para ilmuwan berusaha mencari tahu, apakah kandungan alami Litium pada air minum di seluruh dunia dapat memberikan dampak pada keseluruhan populasi – menurunnya angka bunuh diri, menurunnya tingkat kejahatan, bahkan menurunnya penderita demensia.

Selama bertahun-tahun, telah banyak penelitian ekologis dan pengamatan dilakukan untuk mencari petunjuk keterkaitan antara tingginya kandungan litium pada suplai air minum dan rendahnya angka kematian akibat bunuh diri pada populasi setempat.

Kini, sebuah tim peneliti di Inggris untuk pertama kalinya berhasil melakukan meta-analisis dari penelitian-penelitian tentang dampak litium ini, dan berhasil mengkonfirmasi keterkaitannya. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam The British Journal of Psychiatry

Tim peneliti melakukan penelitian menyeluruh pada banyak literatur riset terdahulu, dan menemukan sekitar 15 laporan penelitian yang mereka gunakan dalam sintesis kualitatif, dan kemudian mereka mempersempitnya lagi menjadi sembilan hasil riset untuk dilakukan meta analisis.

Secara keseluruhan, hasil analisis para peneliti ini berasal dari data 1.286 lokasi di Jepang, Australia, Amerika Serikat, Inggris, Yunani dan Lithuania. Artinya, jumlah kandungan litium di dalam suplai air minum antara 3,8 mikrogram per liter (µg/L) hingga 46,3 µg/L, dan di beberapa wilayah kandungannya mencapai 80 µg/L.

Dan dari hasil penelitian mendalam didapatkan keterkaitan antara tingkat kandungan litium yang lebih tinggi di suatu wilayah dengan rendahnya angka kematian akibat bunuh diri. 

Dan tentu saja, dengan menggunakan metode analisis apapun yang ada di dalam literatur, hasil yang didapat selalu mengundang keraguan dari berbagai pihak. Tim peneliti menegaskan bahwa penelitian ekologis dilakukan untuk menghasilkan hipotesis, bukan sekedar menghasilkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

Data detil tentang kelas sosial, prevalensi dari gangguan mental pada populasi dan berapa banyak orang yang melakukan perjalanan, dapat mempengaruhi hasil observasi. Demikian juga kemungkinan kita memperoleh litium dari makanan kita, pengaruh dari kemungkinan ini belum pernah diteliti.

Selanjutnya, air minum kemasan (air mineral alami atau yang yang telah diolah) seringkali terdapat kandungan litium yang sama besar dengan air keran – keterkaitan antara paparan litium dari air minum kemasan dan angka bunuh diri belum pernah diteliti,” tim peneliti mencatat.

Para peneliti merekomendasikan untuk dilakukannya trial random pada masyarakat tentang penambahan litium pada suplai air minum sebagai cara yang paling mungkin untuk menguji sebuah hipotesis”, bersamaan dengan riset tentang makanan yang menjadi sumber litium.