BAGIKAN
CDC / Unsplash

Semenjak kemunculan virus yang menjadi penyebab pandemi COVID-19 yang dikenal dengan severe acute respiratory coronavirus 2 (SARS-CoV-2), para ilmuwan terus bekerja keras dalam mengembangkan vaksin virus ini. 

Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan dari tiga institusi di Belanda, yaitu: Utrecht University, the Erasmus Medical Center dan the pharmaceutical company Harbour bioMed belum lama ini melaporkan penemuan mereka tentang satu jenis antibodi monoklonal yang mampu mengikatkan dirinya pada protein di permukaan virus corona dan mencegahnya menginfeksi sel. Antibodi monoklonal adalah protein yang direkayasa di lab yang menyerupai antibodi yang diproduksi oleh sistem imun tubuh. Para peneliti mengatakan bahwa antibodi ini mungkin bisa dijadikan senjata kita dalam memerangi COVID-19.

Dan ketika ilmuwan lainnya berfokus untuk membuat vaksin yang bekerja dengan “memancing” tubuh untuk mengaktifkan sistem imun untuk melawan patogen, tim peneliti mengembangkan satu jenis antibodi yang efektif dalam melawan pathogen untuk kemudian menginjeksikannya ke dalam tubuh pasien yang sedang berperang melawan infeksi.



Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications

Biasanya, antibodi dikembangkan ilmuwan pada media non manusia untuk kemudian dilakukan modifikasi agar menjadi efektif di dalam tubuh manusia. Tim peneliti dalam laporannya menjelaskan bahwa mereka berhasil mengembangkan jenis antibodi baru yang tidak memerlukan modifikasi agar bisa bekerja pada tubuh manusia. Sejauh ini eksperimen dilakukan dengan menggunakan sel-sel kultur, dan masih dibutuhkan beberapa tahapan trial sebelum antibodi ini bisa digunakan dalam vaksin.

Seperti yang telah diketahui, virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab COVID-19 berasal dari kelompok virus yang sama dengan virus SARS-CoV yang bertanggung jawab atas wabah SARS di tahun 2002 hingga 2003. Berdasarkan pengetahuan tersebut, para peneliti mulai melakukan penelusuran pada 51 jenis antibodi yang menargetkan jenis virus SARS-CoV yang telah ada sebelumnya.

“Kami menggunakan koleksi antibodi dari SARS-CoV-2 dan kami berhasil mengidentifikasi satu jenis antibodi yang mampu menetralisir infeksi dari SARS-coV-2 di dalam sel kultur,” penulis menuliskan dalam jurnal penelitian mereka. Antibodi yang diberi nama 47D11 ini mampu mencegah kedua jenis virus untuk menginfeksi sel-sel yang ada di dekatnya dengan menargetkan protein trimetic spike (S) glycoproteins, yang ditemukan di permukaan kedua jenis virus tersebut.

Ilmuwan berhasil menangkap gambar sebuah proses dimana partikel-partikel virus dilepaskan dari sebuah sel yang telah terinfeksi virus SARS-CoV-2. (Rocky mountain Laboratories, National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Hamilton, MT.

Menurut Prof Frank Grootveld, salah satu penulis laporan penelitian ini, “Penemuan ini bisa dijadikan landasan kuat bagi penelitian lanjutan untuk mengkarakterisasi antibodi tersebut, untuk selanjutnya akan dikembangkan untuk melawan COVID-19.”

Antibodi yang digunakan dalam eksperimen ini sepenuhnya berasal dari manusia, sehingga dapat di kembangkan dalam waktu singkat serta mengurangi resiko adanya efek samping yang berkenaan dengan sistem imun.



Antibodi penawar ini berpotensi merubah proses infeksi pada inang sel, melindungi individu yang belum terpapar virus agar menjadi kebal terhadap virus,” kata para peneliti.

Para peneliti juga berharap adanya penelitian lanjutan untuk mengembangkan sebuah vaksin dengan menggunakan antibodi ini.

Berbeda dengan kebanyakan antibodi terapeutik yang dikembangkan pada spesies selain manusia sebelum dimodifikasi agar kompatibel dengan sistem imun manusia, 47D11 adalah antibodi manusia. Artinya apabila nanti dilakukan penelitian yang melibatkan antibody ini, dipastikan akan lebih mudah dan cepat.

Ada lebih dari 100 kelompok peneliti di dunia yang juga bekerja keras untuk menemukan obat dan vaksin unTUk COVID-19. Minggu ini, Israel Institute for Biological Research (IIBR) juga mengklaim telah menemukan antibodi monoklonal yang mampu menetralisir virus corona di dalam tubuh manusia dan kini tengah mengusahakan paten bagi penemuan mereka dan mempercepat proses pengujian.