BAGIKAN
awan gas
Ilustrasi awan gas tipis yang dibentuk oleh gangguan pasang surut dari bintang yang lewat. (Credit: Mark Myers/OzGrav)

Para astronom untuk pertama kalinya menggunakan suatu galaksi sebagai penanda untuk menemukan dan mengidentifikasi materi baryon yang hilang di Bima Sakti. Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah dibingungkan mengapa mereka tidak dapat menjelaskan semua materi di alam semesta seperti yang diprediksi oleh teori.

Hampir semua materi yang mungkin dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah materi baryon, yang mencakup atom apa pun dan memilki massa. Baryon adalah klasifikasi dari jenis partikel  yang mencakup proton dan neutron, bahan-bahan penyusun semua materi biasa di alam semesta.

Materi non-baryon, seperti yang tersirat dalam namanya, adalah materi apa pun yang tidak terdiri dari baryon. Termasuk di antaranya neutrino dan elektron bebas, materi gelap, partikel supersimetris, axion, dan lubang hitam.

Para ilmuwan telah memprediksi seberapa banyak materi biasa seharusnya ada di alam semesta. Dan hasilnya adalah 5 persen.

Namun, pengukuran langsung terhadap baryon menunjukkan hanya setengah dari perkiraan 5%. Artinya sekitar dua setengah persen baryon di semesta belum diketahui. Ini yang kemudian dikenal sebagai Missing Baryon Problem. 

Materi yang hilang ini kemungkinan besar tidak dapat teramati menggunakan pengamatan biasa. Para peneliti menduga bahwa kebanyakan materi baryon yang hilang tersebut adalah dalam bentuk awan gas dingin. Baik di galaksi ataupun di antara galaksi.

“Gas ini tidak dapat dideteksi menggunakan metode konvensional, karena tidak memancarkan cahaya tampak sendiri dan terlalu dingin untuk dideteksi melalui astronomi radio,” kata Yuanming Wang dari School of Physics di University of Sydney.

Untuk dapat mendeteksinya, sang astronom mengembangkan suatu cara cerdik dengan menggunakan bantuan sebuah layar belakang yang mudah teramati. Lalu mereka mencari berbagai sumber radio yang letaknya jauh, sehingga layak dijadikan sebagai latar belakangnya.

“Kami menemukan lima sumber radio yang berkelap-kelip pada sebuah garis raksasa di langit. Analisis kami menunjukkan bahwa cahayanya pasti melewati gumpalan gas dingin yang sama,” kata Wang.

Dia telah menerapkan tekniknya untuk menentukan aliran gas dingin di Bima Sakti, yang sampai sekarang tidak terdeteksi. Jaraknya sekitar 10 tahun cahaya dari Bumi. Awan tersebut memiliki panjang sekitar satu triliun kilometer dan lebar 10 miliar kilometer. Tetapi beratnya, hampir sebanding dengan massa Bulan kita.

Pengamatan ini bisa diumpamakan seperti saat kita menatap gemerlap bintang-bintang di langit. Namun, kadang terganggu oleh awan yang lewat menghalangi sekilas pandangan kita. Akibatnya bintang nampak berkurang intensitas cahayanya, dari sini para peneliti dapat memperkirakan materi yang hilang, yang belum terdeteksi.

Ketika gelombang radio melewati materi tersebut, itu juga akan memengaruhi kecerahannya. ‘Gemerlap’ inilah yang dideteksi oleh Wang dan rekan-rekannya.

“Kami tidak begitu yakin apa awan aneh itu, tetapi satu kemungkinan adalah bahwa itu bisa berupa ‘awan salju’ hidrogen yang terganggu oleh bintang terdekatnya lalu membentuk gumpalan gas yang panjang dan tipis,” kata Artem Tuntsov, salah satu penulis dari Manly Astrophysics.

Hidrogen membeku pada suhu minus 260 derajat dan para ahli teori telah mengusulkan bahwa beberapa materi baryon alam semesta yang hilang dapat terkunci dalam ‘awan salju’ hidrogen ini. Itu hampir tidak mungkin terdeteksi secara langsung.

“Namun, kami sekarang telah mengembangkan suatu metode untuk mengidentifikasi gumpalan gas dingin ‘tak terlihat’ menggunakan latar belakang galaksi sebagai pin,” kata Wang.

Para astronom menggunakan data-data dari teleskop radio Australian Square Kilometre Array Pathfinder (ASKAP) CSIRO di Australia Barat, untuk menemukan awan gas tersebut.

“Ini adalah bidang pandang ASKAP yang luas, melihat puluhan ribu galaksi dalam satu pengamatan yang memungkinkan kami mengukur bentuk awan gas.” kata Dr. Keith Bannister, Principal Research Engineer di CSIRO.

“Ini adalah pertama kalinya beberapa ‘sintilator’ terdeteksi di balik awan gas dingin yang sama. Dalam beberapa tahun mendatang, kita harus dapat menggunakan metode serupa dengan ASKAP untuk mendeteksi sejumlah besar struktur gas seperti itu di galaksi kita,” kata Profesor Tara Murphy, supervisornya Wang.

Hasil selengkapnya dari penelitian ini, diterbitkan dalam Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, menawarkan cara yang menjanjikan bagi para ilmuwan untuk melacak materi Bima Sakti yang hilang.