BAGIKAN
Image by Nadya from Pixabay

Para ilmuwan telah mendeteksi aktivitas tak terduga dalam spora bakteri yang sudak tidak aktif. Untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa meskipun ketika mereka secara fisiologis dalam keadaan ‘mati’, organisme tersebut masih dapat memahami kondisi lingkungan di sekitarnya.

Bakteri tersebut secara aktif dapat merespons setiap perubahan kecil berupa ketersediaan nutrisi yang memadai. Hanya saja, mereka melakukannya dengan bantuan partikel bermuatan daripada asupan yang menunjang metabolisme tubuhnya. Terlebih lagi ketersediaan energi dari peartikel bermuatan berupa Kalium itu, dapat menentukan waktu yang tepat untuk bangun dari tidurnya.

Penemuan ini menambahkan wawasan bagi kita tentang bagaimana bakteri bertahan dan penyakit disebarkannya. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang bagaimana sebuah kehidupan dapat berlangsung dalam kondisi yang sangat ekstrem. Baik itu di Bumi, maupun di planet lainnya.

“Pekerjaan ini mengubah cara kita berpikir tentang spora, yang dianggap sebagai objek yang lembam,” kata ahli biologi molekuler dan peneliti utama Gürol Süel dari University of California San Diego.

“Kami menunjukkan bahwa sel-sel dalam keadaan sangat tidak aktif memiliki kemampuan untuk memproses informasi. Kami menemukan bahwa spora dapat melepaskan energi potensial elektrokimia yang tersimpan untuk melakukan perhitungan tentang lingkungan mereka tanpa memerlukan aktivitas metabolisme.”

“Jika para ilmuwan menemukan kehidupan di Mars atau Venus , kemungkinan besar berada dalam keadaan tidak aktif dan kita sekarang tahu bahwa bentuk kehidupan yang tampaknya benar-benar lembam mungkin masih mampu memikirkan langkah selanjutnya,” kata Süel dalam sebuah pernyataan.

Bakteri membentuk spora atau endospora untuk mempertahankan dirinya. Misalnya, ketika nutrisi yang dibutuhkan tidak ada atau ketika lingkungan berubah menjadi ekstrem sehingga dapat menyebabkan bakteri mati.

Dalam keadaan sebagai spora, beberapa bakteri dapat bertahan dari tekanan, panas, dan kondisi ekstrem lainnya, hingga ratusan tahun atau mungkin lebih. Pada dasarnya, bakteri mati secara fisiologis, tanpa metabolisme.

Tapi bagaimana tepatnya spora tahu kapan harus bangun? Menanggapi setiap tetes kelembapan atau bau nutrisi bisa berarti banyak energi yang terbuang jika waktu yang baik tidak berlangsung lama. Menunggu pesta mungkin juga berarti kehilangan kesempatan.

Untuk menguak hal ini lebih jauh, Süel dan timnya menguji ribuan spora Bacillus subtilis yang tidak aktif. Bakteri ini dianggap tidak berbahaya bagi manusia dan juga memegang rekor bertahan hidup paling lama di luar angkasa.

Mereka mengukur apakah spora dapat menangkap beberapa sinyal nutrisi berumur singkat yang dikirim ke lingkungan mereka. Biasanya, sinyal seperti ini tidak akan cukup kuat untuk memicu spora hidup kembali atau membangunkan mereka. Namun seiring waktu, entah bagaimana bakteri itu terbangun lagi setelah sejumlah sinyal tertentu dicapai.

Para peneliti juga menunjukkan bahwa bakteri ttersebut menggunakan energi yang tersimpan dalam bentuk ion kalium (K+). Ibarat sebuah kapasitor dalam rangkaian elektronik, ia menyimpan energi untuk digunakan nanti.

Menggunakan model matematika untuk menjelaskan apa yang terjadi, tim menunjukkan bahwa setiap sinyal memicu pelepasan ion kalium, dan seiring waktu ion kalium menjadi cukup kuat sehingga memicu kebangkitan kembali bakteri. Mereka menyebut ini sebagai model aktivasi integrate-and-fire‘.

Ini dikenal sebagai strategi pemrosesan sinyal kumulatif, dan menghentikan bakteri untuk bangun terlalu cepat jika kondisinya belum tepat.

“Temuan ini mengungkapkan mekanisme pengambilan keputusan yang beroperasi di sel yang tidak aktif secara fisiologis,” tulis para peneliti dalam makalah mereka .

Dalam beberapa hal, ini adalah strategi evolusioner yang cukup familiar.

“Cara spora memproses informasi mirip dengan cara neuron beroperasi di otak kita,” kata Süel.

“Pada bakteri dan neuron, masukan kecil dan pendek ditambahkan dari waktu ke waktu untuk menentukan apakah ambang batas tercapai. Setelah mencapai nilai ambang batasnya, spora memulai kembali kehidupannya, sementara neuron memicu potensi aksi untuk berkomunikasi dengan neuron lain.”

Namun, tidak seperti neuron, yang merupakan sel yang sangat haus energi, spora mampu melakukan ini tanpa energi metabolisme sama sekali, hanya menggunakan kalium yang tersimpan.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Science.