Bakteri dipandang sebagai organisme bersel tunggal yang sederhana. Karena bakteri sudah purba, diterima secara luas bahwa makhluk uniseluler mirip bakteri adalah kehidupan pertama. Namun, sebuah penelitian terbaru dari tim peneliti internasional menantang pandangan lama ini. Kehidupan awal mungkin jauh lebih mirip hewan daripada organisme bersel tunggal seperti yang selama ini diduga.
Ketika sebuah koloni bakteri saling menyatu satu sama lain, mereka membentuk sebuah lapisan seperti lendir yang melindung koloni tersebut yang dikenal dengan biofilm. Ketika bakteri berkoloni, lapisan biofilm ini membuat mereka menjadi lebih kuat dan juga terlindungi.
Dalam perlindungan biofilm, mereka dapat bertahan dari perubahan kondisi lingkungan, dapat berkomunikasi jarak jauh dengan sel-sel diluar koloni, dan bahkan saling berbagi berbagi informasi. Dengan kata lain, koloni ini berperilaku seperti sebuah organisme multiseluler.
Belum lama ini sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh ahli genetik evolusioner Momir Futo dari Ruđer Bošković Institute di Kroasia, menemukan bahwa lapisan biofilm ini ternyata berkembang seperti sebuah organisme multiseluler. Hasil penelitian mereka telah dipublikasikan dalam Molecular Biology and Evolution.
Kebanyakan sel-sel yang ada di bumi hidup dalam bentuk biofilm ini. Setiap lapisan biofilm dapat terdiri dari lebih dari satu spesies bakteri. Hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengindikasikan bakteri-bakteri yang berkoloni di dalam biofilm ini berlaku seperti organisme multiseluler, seperti pengaturan tugas, kematian sel yang terprogram (apoptosis) dan pengenalan diri (kemampuan mengenali bakteri yang bukan berasal dari koloni yang sama).
Futo dan tim melakukan penyelidikan pada bakteri Bacillus subtilis yang berbentuk batang di lab, bakteri ini biasanya ditemukan di tanah, kerbau dan manusia. Para peneliti berhasil mendapatkan rangkaian ekspresi gen menurut urutan waktu ketika lapisan biofilm dari koloni bakteri ini terbentuk, dari awal hanya beberapa sel hingga mencapai dua bulan pembentukan.
Mereka juga membandingkan gen dari bakteri-bakteri dalam koloni dengan pohon keluarga dari bakteri tersebut, untuk memetakan tahapan evolusi dari spesies bakteri ini.
Urutan ekspresi gen selama masa pertumbuhan biofilm sejalan dengan urutan waktu evolusi gen-gen ini, persis seperti ekspresi dari gen-gen pada masa perkembangan embrio hewan.
Dan tidak hanya dengan cara itu saja biofilm ini meniru proses embriogenesis (proses perkembangan dari embrio hewan). Langkah-langkah pengaturan dari ekspresi gen ini juga sama seperti yang terjadi pada embrio dimana terjadi peningkatan komunikasi antar sel sepanjang proses pertumbuhannya.
Domazet-Lošo mengatakan bahwa penemuan ini membuktikan bahwa bakteri juga dapat berlaku sebagai organisme multiseluler, seperti hewan dan manusia. Dan dengan melihat fosil tertua yang pernah ditemukan juga berupa biofilm bakteri, Domazet-Lošo mengatakan penemuan tersebut merupakan bukti bahwa bentuk kehidupan pertama di Bumi adalah organisme multiseluler bukan makhluk bersel satu seperti yang yang dianggap selama ini oleh para ilmuwan.
Para peneliti juga mengingatkan bahwa hasil penemuan mereka ini masih terbatas pada biofilm satu spesies bakteri dalam kondisi di lab. Jadi, masih dibutuhkan penelitian lebih jauh untuk melihat apakah penemuan ini selaras dengan apa yang terjadi di lingkungan alami dengan interaksi multi spesies bakteri.
Biofilm berperan atas lebih dari 80 persen infeksi mikroba yang terjadi pada tubuh kita, dan berperan pula pada berbagai fungsi bakteri yang berguna bagi tubuh kita. Jadi, dengan memahami bagaimana organisme ini berkembang dan saling bekerja sama, diharapkan dapat membantu dalam mengatasi begitu banyaknya masalah kesehatan pada manusia.
Dan dalam laporannya para peneliti mengambil kesimpulan bahwa memang tidak terbantahkan lagi bahwa sel merupakan unit dasar penyusun makhluk hidup; tetapi belum bisa dipastikan bahwa bentuk kehidupan pertama benar-benar dalam bentuk uniseluler.
“Hasil kami menunjukkan bahwa biofilm harus dipandang sebagai individu multiseluler, dan bukan sebagai tumpukan sel individu. Seperti pada embriogenesis hewan, setiap fase perkembangan memiliki kekhasannya sendiri. Tahapan kritis trnasisi dalam pertumbuhan biofilm sekarang dapat ditargetkan melalui tahapan spesifik gen-nya yang telah kita deteksi. Ini bisa menjadi pengubah permainan dalam mengobati berbagai penyakit terkait biofilm, dan dalam mencegah kerugian pada skala industri.” Domazet-Lošo menyimpulkan.